
Newsletter
'Tarik Tambang' Penentu Nasib IHSG
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
01 August 2018 05:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi lumayan dalam pada perdagangan kemarin. Sentimen domestik menjadi penyebab koreksi IHSG.
Kemarin, IHSG ditutup anjlok 1,52%. Nilai transaksi tercatat Rp 10,59 triliun dengan volume 11,83 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 488.383 kali.
Faktor domestik mendominasi jalannya perdagangan. Pertama, keputusan Presiden Joko Widodo yang membatalkan rencana untuk mencabut kewajiban pemenuhan pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara. Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas digelar dengan 17 pejabat negara di Istana Bogor.
"Presiden memutuskan tidak ada pencabutan DMO, tetap berjalan seperti sekarang," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Dia menegaskan kewajiban DMO diatur oleh Undang-Undang Mineral dan Batu Bara sehingga tidak bisa diganggu gugat.
Akibatnya, saham-saham emiten batu bara menjadi bulan-bulanan investor. ADRO anjlok 8,85%, HRUM jatuh 7,64%, INDY terperosok 6,25%, ITMG amblas 5,08%, dan BUMI terpangkas 2,99%. Indeks sektor pertambangan melemah hingga 2,72%.
Faktor domestik kedua yang membebani IHSG adalah rilis laporan keuangan yang mengecewakan dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham TLKM anjlok hingga 8,7%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG.
Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 2,96 triliun, sangat jauh dari rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 5,96 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih TLKM anjlok hingga 45,4%.
Anjloknya laba bersih perusahaan salah satunya disebabkan oleh penjualan yang tak mencapai target. Sepanjang kuartal-II 2018, penjualan TLKM tercatat sebesar Rp 33,03 triliun, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar Rp 33,91 triliun.
Secara semesteran, TLKM mencatatkan penurunan laba bersih 28,1% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 8,69 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat Rp 12,1 triliun. Padahal, pada 6 bulan awal tahun ini perusahaan justru mencatatkan kenaikan penjualan, meski tipis saja sebesar 0,54% menjadi Rp 64,36 triliun dari sebelumnya Rp 64,02 triliun.
Peningkatan beban operasi, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi menjadi penyebab terkikisnya laba bersih perusahaan. Nilai beban operasi perseroan meningkat menjadi Rp 21,88 triliun, dari yang sebelumnya Rp 18,4 triliun.
Kemudian, saham UNVR melemah 1,93%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar ke-3 bagi pelemahan IHSG. Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih Rp 1,69 triliun, lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 1,45 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih UNVR naik tipis sebesar 1,81%.
Namun, penjualan pada kuartal-II 2018 hanya diumumkan sebesar Rp 10,44 triliun, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar Rp 11,04 triliun. Ini artinya, kenaikan laba bersih bukan ditopang oleh positifnya penjualan perusahaan.
Dilihat secara semesteran, UNVR mencatatkan penurunan laba bersih 2,49% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 3,53 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat Rp3,62 triliun.
Sementara bursa saham Asia malah cenderung menguat. Indeks Nikkei 225 naik 0,04%, Shanghai Composite menguat 0,26%, Kospi bertambah 0,08%, dan Straits Times surplus 0,38%.
Sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari hasil pertemuan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang masih setia menerapkan kebijakan akomodatif. Dalam pertemuannya kali ini, BoJ mempertahankan target imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun di kisaran 0%, dan target suku bunga jangka pendek di posisi -0,1%.
"Tidak ada perubahan dalam sikap (stance), kami siap melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut bila memang dibutuhkan. Untuk saat ini, kebijakan moneter longgar adalah jalan terbaik untuk mencapai target harga yang kami inginkan. Kami menempuh langkah untuk melanjutkan kebijakan moneter longgar karena butuh waktu lebih lama untuk mencapai tingkat harga sesuai target. Kami akan melanjutkan program stimulus yang masif," papar Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, dikutip dari Reuters.
Jepang memang tengah mengejar inflasi, yang merupakan tanda ekonomi bergeliat. Namun untuk menuju target inflasi 2%, sepertinya butuh waktu lebih lama sehingga perekonomian Negeri Matahari Terbit masih butuh stimulus moneter.
"Perlu waktu lebih lama agar inflasi bisa meningkat, dan untuk mencapai target mungkin butuh waktu lebih dari 3 tahun. Arah kebijakan kami ke depan adalah mempertahankan suku bunga rendah lebih lama," tambah Kuroda.
Kemarin, IHSG ditutup anjlok 1,52%. Nilai transaksi tercatat Rp 10,59 triliun dengan volume 11,83 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 488.383 kali.
Faktor domestik mendominasi jalannya perdagangan. Pertama, keputusan Presiden Joko Widodo yang membatalkan rencana untuk mencabut kewajiban pemenuhan pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara. Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas digelar dengan 17 pejabat negara di Istana Bogor.
"Presiden memutuskan tidak ada pencabutan DMO, tetap berjalan seperti sekarang," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Dia menegaskan kewajiban DMO diatur oleh Undang-Undang Mineral dan Batu Bara sehingga tidak bisa diganggu gugat.
Akibatnya, saham-saham emiten batu bara menjadi bulan-bulanan investor. ADRO anjlok 8,85%, HRUM jatuh 7,64%, INDY terperosok 6,25%, ITMG amblas 5,08%, dan BUMI terpangkas 2,99%. Indeks sektor pertambangan melemah hingga 2,72%.
Faktor domestik kedua yang membebani IHSG adalah rilis laporan keuangan yang mengecewakan dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham TLKM anjlok hingga 8,7%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG.
Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 2,96 triliun, sangat jauh dari rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 5,96 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih TLKM anjlok hingga 45,4%.
Anjloknya laba bersih perusahaan salah satunya disebabkan oleh penjualan yang tak mencapai target. Sepanjang kuartal-II 2018, penjualan TLKM tercatat sebesar Rp 33,03 triliun, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar Rp 33,91 triliun.
Secara semesteran, TLKM mencatatkan penurunan laba bersih 28,1% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 8,69 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat Rp 12,1 triliun. Padahal, pada 6 bulan awal tahun ini perusahaan justru mencatatkan kenaikan penjualan, meski tipis saja sebesar 0,54% menjadi Rp 64,36 triliun dari sebelumnya Rp 64,02 triliun.
Peningkatan beban operasi, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi menjadi penyebab terkikisnya laba bersih perusahaan. Nilai beban operasi perseroan meningkat menjadi Rp 21,88 triliun, dari yang sebelumnya Rp 18,4 triliun.
Kemudian, saham UNVR melemah 1,93%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar ke-3 bagi pelemahan IHSG. Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih Rp 1,69 triliun, lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 1,45 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih UNVR naik tipis sebesar 1,81%.
Namun, penjualan pada kuartal-II 2018 hanya diumumkan sebesar Rp 10,44 triliun, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar Rp 11,04 triliun. Ini artinya, kenaikan laba bersih bukan ditopang oleh positifnya penjualan perusahaan.
Dilihat secara semesteran, UNVR mencatatkan penurunan laba bersih 2,49% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 3,53 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat Rp3,62 triliun.
Sementara bursa saham Asia malah cenderung menguat. Indeks Nikkei 225 naik 0,04%, Shanghai Composite menguat 0,26%, Kospi bertambah 0,08%, dan Straits Times surplus 0,38%.
Sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari hasil pertemuan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang masih setia menerapkan kebijakan akomodatif. Dalam pertemuannya kali ini, BoJ mempertahankan target imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun di kisaran 0%, dan target suku bunga jangka pendek di posisi -0,1%.
"Tidak ada perubahan dalam sikap (stance), kami siap melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut bila memang dibutuhkan. Untuk saat ini, kebijakan moneter longgar adalah jalan terbaik untuk mencapai target harga yang kami inginkan. Kami menempuh langkah untuk melanjutkan kebijakan moneter longgar karena butuh waktu lebih lama untuk mencapai tingkat harga sesuai target. Kami akan melanjutkan program stimulus yang masif," papar Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, dikutip dari Reuters.
Jepang memang tengah mengejar inflasi, yang merupakan tanda ekonomi bergeliat. Namun untuk menuju target inflasi 2%, sepertinya butuh waktu lebih lama sehingga perekonomian Negeri Matahari Terbit masih butuh stimulus moneter.
"Perlu waktu lebih lama agar inflasi bisa meningkat, dan untuk mencapai target mungkin butuh waktu lebih dari 3 tahun. Arah kebijakan kami ke depan adalah mempertahankan suku bunga rendah lebih lama," tambah Kuroda.
Next Page
Wall Street Bangkit
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular