DMO Batu Bara Tetap Berlaku, Rupiah Tak Mampu Melaju

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 July 2018 16:52
DMO Batu Bara Tetap Berlaku, Rupiah Tak Mampu Melaju
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan hari ini. Tidak ada pendorong dari dalam negeri membuat rupiah terombang-ambing di tengah pusaran penguatan greenback. 

Pada Selasa (31/7/2018), US$ 1 kala penutupan pasar spot berada di Rp 14.415. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah dibuka sempat menguat tipis kala pembukaan, yaitu di 0,03%. Namun setelah itu, rupiah bergerak melemah meski dalam rentang tipis. 

Posisi terkuat rupiah pada perdagangan hari ini ini ada di Rp 14.397/US$. Sementara terlemahnya di Rp 14.422/US$. 

(Reuters)

Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya rupee India dan baht Thailand yang mampu menguat, sedangkan depresiasi terdalam dialami oleh yen Jepang seiring hasil pertemuan Bank of Japan (BoJ) yang mempertahankan suku bunga acuan di posisi -0,1%. 

"Tidak ada perubahan dalam sikap (stance), kami siap melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut bila memang dibutuhkan. Untuk saat ini, kebijakan moneter longgar adalah jalan terbaik untuk mencapai target harga yang kami inginkan. Kami menempuh langkah untuk melanjutkan kebijakan moneter longgar karena butuh waktu lebih lama untuk mencapai tingkat harga sesuai target. Kami akan melanjutkan program stimulus yang masif," papar Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, dikutip dari Reuters. 

Jepang memang tengah mengejar inflasi, yang merupakan tanda ekonomi bergeliat. Namun untuk menuju target inflasi 2%, sepertinya butuh waktu lebih lama sehingga perekonomian Negeri Matahari Terbit maish butuh stimulus moneter. 

"Perlu waktu lebih lama agar inflasi bisa meningkat, dan untuk mencapai target mungkin butuh waktu lebih dari 3 tahun. Arah kebijakan kami ke depan adalah mempertahankan suku bunga rendah lebih lama," tambah Kuroda. 

Setelah hasil rapat BoJ diumumkan, yen Jepang pun terperosok. Tanpa sentimen kebijakan moneter yang lebih ketat (apalagi kenaikan suku bunga acuan), yen akan sulit menguat sehingga mata uang dilepas oleh pelaku pasar. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 16:08 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang111,54-0,43
Yuan China6,83-0,26
Won Korea Selatan1.119,23-0,14
Dolar Taiwan30,63-0,18
Dolar Hong Kong7,85-0,01
Rupee India68,56+0,05
Riggit Malaysia4,06-0,20
Dolar Singapura1,36-0,05
Baht Thailand33,25+0,06
Peso Filipina53,09-0,02
 

Mata uang Negeri Paman Sam menguat seiring penantian investor jelang pertemuan The Federal Reserve/The Fed. Seperti biasa, investor memang cenderung datang ke pelukan greenback jelang rapat Jerome Powell dan kolega. 

Investor berharap The Fed akan mengeluarkan sinyal yang lebih tegas, lebih hawkish, mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Pasalnya, data-data perekonomian AS terus positif. 

Teranyar, Kementerian Perdagangan AS merilis pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 yang mencapai 4,1%, terbaik sejak 2014. Oleh karena itu, pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed akan semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga perekonomian AS dari ancaman overheating. 

Kemungkinan besar The Fed masih menahan suku bunga acuan pada pertemuan Kamis dini hari waktu Indonesia. Probabilitasnya mencapai 97% menurut CME Fedwatch.  

Namun pada September, pelaku pasar meyakini The Fed akan menaikkan suku bunga acuan. Untuk kenaikan 25 basis poin kemungkinannya 88,7% sementara kenaikan 50 basis poin kemungkinannya 2,7%. Investor memperkirakan The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember, dengan probabilitas 63,2% untuk kenaikan 25 basis poin dan 5,3% untuk kenaikan 50 basis poin. 

Dengan begitu, investor memperkirakan ada empat kali kenaikan suku bunga acuan sepanjang 2018. Lebih tinggi ketimbangan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. Pelaku pasar menantikan rapat The Fed pekan ini untuk mendapatkan petunjuk demi memastikan hal tersebut.

Selagi menanti, dolar AS menjadi buruan dan nilainya semakin mahal. Mata uang Asia pun tertekan, tidak terkecuali rupiah. 


Sementara rupiah tidak mampu melanjutkan pencapaian kemarin, yaitu menguat kala mata uang utama Asia melemah. Kemarin, rupiah disokong oleh kabar pemerintah yang akan mencabut kewajiban pemenuhan pasokan (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara. Berita ini menjadi positif bagi rupiah, karena pencabutan DMO akan meningkatkan ekspor batu bara yang mendatangkan tambahan devisa. 

Namun hari ini ada perkembangan baru terkait DMO. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan tidak ada pencabutan DMO batu bara.  

"Presiden memutuskan tidak ada pencabutan DMO, tetap berjalan seperti sekarang," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan usai rapat terbatas di Istana Bogor. 

Kabar ini membuat arus modal di pasar keuangan domestik seret. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,51%. Saham-saham pertambangan yang kemarin menjadi penyokong penguatan IHSG kini melemah dalam, misalnya ADRO (-8,85%), ITMG (-5,08%), atau BUMI (-2,99%). 

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah bergerak naik. Untuk tenor 5 tahun, yield naik 0,9 basis poin ke 7,657%. Tenor 10 tahun naik 3,4 basis poin menjadi 7,755%, tenor 15 tahun naik 3,2 basis poin ke 8,155%, tenor 20 tahun naik 1,6 basis poin menjadi 8,169%, tenor 25 tahun naik 0,5 basis poin ke 8,474%, dan tenor 30 tahun naik 0,2 basis poin ke 8,461%. 

Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun, yang berarti sedang ada aksi jual. Akibat perkembangan ini, pemerintah terpaksa memenangkan lelang obligasi dengan yield yang lebih tinggi dibandingkan pasaran. 

Hari ini, pemerintah melelang obligasi negara tenor 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan adalah 7,67052% untuk tenor 5 tahun, kemudian 7,80959% untuk 10 tahun, dan 8,21675% untuk 15 tahun. Semuanya di atas yield pasar. Pemerintah tampaknya terpaksa memberi pemanis yang lebih agar investor mau masuk ke pasar obligasi negara. 

Situasi sulit di pasar keuangan domestik membuat rupiah tertekan. Faktor domestik yang justru menjadi pemberat membuat rupiah sulit bertahan di tengah badai penguatan greenback yang terjadi secara meluas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular