
Direksi Jual Saham Facebook Dalam Jumlah Besar, Ada Apa?
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 July 2018 19:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Kuartal lalu, ketika Facebook berjuang menghadapi skandal kebocoran data dan kabar bohong (hoax), orang dalam perusahaan itu menjual saham lebih banyak daripada biasanya.
Pada kuartal kedua, eksekutif papan atas perusahaan menjual 13,6 juta lembar saham, naik dari 8,3 juta lembar saham di kuartal pertama dan sekitar tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah yang mereka jual di kuartal terakhir tahun 2017, menurut data dari InsiderScore.com seperti dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, orang dalam perusahaan menjual sahamnya untuk mematuhi peraturan 10b5-1, sebuah mekanisme penjualan yang disetujui dan sepenuhnya sah, dari Komisi Sekuritas dan Bursa (Securities and Exchange Commission/SEC).
(roy/roy) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Pada kuartal kedua, eksekutif papan atas perusahaan menjual 13,6 juta lembar saham, naik dari 8,3 juta lembar saham di kuartal pertama dan sekitar tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah yang mereka jual di kuartal terakhir tahun 2017, menurut data dari InsiderScore.com seperti dilansir dari CNBC International.
Tidak ada pertanda yang menunjukkan mereka melakukan itu karena informasi orang dalam tentang laporan kuartal II-2018 yang buruk yang menyebabkan harga saham Facebook anjlok nyaris 20% di hari Kamis (26/7/2018).
Meskipun begitu, pemilihan waktu mereka ternyata cukup baik.
Dari 13,6 juta lembar saham yang dijual oleh para eksekutif, sebagian besar berasal dari pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg. Menurut data, dia menjual 13 juta lembar saham di kuartal kedua, dua kali lipat dari saham yang dia jual di kuartal pertama tahun ini dan 10 kali lipat dari saham yang dijual di kuartal keempat tahun lalu.
Tiga tahun lalu, Zuckerberg mengumumkan lewat postingan Facebook bahwa dia akan menjual 99% sahamnya untuk membiayai usaha filantropinya. Dalam keterbukaan informasi SEC di bulan September, Zuckerberg menguraikan rencana untuk menjual US$6 miliar (Rp 86,2 triliun) saham di Facebook selama 18 bulan ke depan guna membiayai Chan -Zuckerberg Initiative.
Perusahaan melaporkan keuangan kuartal kedua pada hari Rabu (25/7/2018) yang meleset dari prediksi Wall Street dan membuat sahamnya tersungkur setelah penutupan bursa. Kapitalisasi pasar raksasa media sosial itu anjlok $119 juta seraya harga sahamnya merosot 19%.
Facebook menolak untuk berkomentar tentang penjualan saham ini.
Sebelumnya, Zuckerberg menjual ratusan ribu saham seharga US$30 sebelum diperdagangkan hari Kamis. CEO itu menjual 240.000 lembar sahamnya dalam periode perdagangan hari rabu, di hari yang sama dengan laporan pendapatan perusahaan, dan 524.000 lembar saham sehari setelahnya, menurut data dari InsiderScore.com yang berdasarkan keterbukaan SEC.
Pengacara perusahaan Colin Stretchm yang pekan ini mengumumkan pengunduran dirinya dari Facebook pada akhir tahun ini, ada diantara penjual tertinggi pekan lalu dan melepaskan saham senilai $157.000. Sementara itu, Direktur Operasional Sheryl Sandberg menjual saham senilai $11,5 juta dan Direktur Produk Christopher Cox menjual saham senilai $2 juta.
John Coffee, profesor hukum dan direktur di Center on Corporate Governance di Columbia Law School, mengatakan tidak semua penjualan yang sesuai dengan Peraturan 10b5-1 sah, "meski pengecualiannya rendah". Dia menekankan estimasi kekayaan bersih Zuckerberg senilai $80 miliar.
Penjualan saham Facebook tidak akan terlalu berdampak, khususnya ketika sebagian besar hasilnya tidak masuk ke kantongnya. "Itu tidak akan sepadan dengan risiko hukum," kata Coffee.
Rencana-rencana ini tidak akan bisa digunakan untuk berjualan dengan alasan-alasan valid seperti hadiah, amal atau pajak. Meskipun begitu, Coffee menyebutkan kenaikan penjualan terkait pajak yang biasanya terjadi di kuartal keempat.
Meskipun begitu, pemilihan waktu mereka ternyata cukup baik.
![]() |
Dari 13,6 juta lembar saham yang dijual oleh para eksekutif, sebagian besar berasal dari pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg. Menurut data, dia menjual 13 juta lembar saham di kuartal kedua, dua kali lipat dari saham yang dia jual di kuartal pertama tahun ini dan 10 kali lipat dari saham yang dijual di kuartal keempat tahun lalu.
Tiga tahun lalu, Zuckerberg mengumumkan lewat postingan Facebook bahwa dia akan menjual 99% sahamnya untuk membiayai usaha filantropinya. Dalam keterbukaan informasi SEC di bulan September, Zuckerberg menguraikan rencana untuk menjual US$6 miliar (Rp 86,2 triliun) saham di Facebook selama 18 bulan ke depan guna membiayai Chan -Zuckerberg Initiative.
![]() |
Perusahaan melaporkan keuangan kuartal kedua pada hari Rabu (25/7/2018) yang meleset dari prediksi Wall Street dan membuat sahamnya tersungkur setelah penutupan bursa. Kapitalisasi pasar raksasa media sosial itu anjlok $119 juta seraya harga sahamnya merosot 19%.
Facebook menolak untuk berkomentar tentang penjualan saham ini.
Sebelumnya, Zuckerberg menjual ratusan ribu saham seharga US$30 sebelum diperdagangkan hari Kamis. CEO itu menjual 240.000 lembar sahamnya dalam periode perdagangan hari rabu, di hari yang sama dengan laporan pendapatan perusahaan, dan 524.000 lembar saham sehari setelahnya, menurut data dari InsiderScore.com yang berdasarkan keterbukaan SEC.
Pengacara perusahaan Colin Stretchm yang pekan ini mengumumkan pengunduran dirinya dari Facebook pada akhir tahun ini, ada diantara penjual tertinggi pekan lalu dan melepaskan saham senilai $157.000. Sementara itu, Direktur Operasional Sheryl Sandberg menjual saham senilai $11,5 juta dan Direktur Produk Christopher Cox menjual saham senilai $2 juta.
John Coffee, profesor hukum dan direktur di Center on Corporate Governance di Columbia Law School, mengatakan tidak semua penjualan yang sesuai dengan Peraturan 10b5-1 sah, "meski pengecualiannya rendah". Dia menekankan estimasi kekayaan bersih Zuckerberg senilai $80 miliar.
Penjualan saham Facebook tidak akan terlalu berdampak, khususnya ketika sebagian besar hasilnya tidak masuk ke kantongnya. "Itu tidak akan sepadan dengan risiko hukum," kata Coffee.
Rencana-rencana ini tidak akan bisa digunakan untuk berjualan dengan alasan-alasan valid seperti hadiah, amal atau pajak. Meskipun begitu, Coffee menyebutkan kenaikan penjualan terkait pajak yang biasanya terjadi di kuartal keempat.
(roy/roy) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Most Popular