Penjelasan Lengkap Joko Mogoginta Cs Soal Kisruh RUPS AISA
Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 July 2018 12:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) kisruh karena aksi penolakan sejumlah investor dan walk out Joko Mogoginta, direktur utama AISA bersama dengan koleganya.
Kekisruhan awalnya terjadi karena sejumlah investor menolak laporan keuangan 2017 yang sudah diaudit. Seorang investor yang menghadiri rapat tersebut menyatakan 61% pemegang saham menolak laporan tersebut.
Dalam RUPST ini juga terjadi terjadi friksi antara jajaran manajemen. Dia ada agenda pergantian seluruh direksi yang dianggap tanpa persetujuan semua pihak.
Joko Mogoginta menuding dalam RUPS tersebut terjadi aksi pengambilalihan perusahaan secara paksa oleh pemegang saham lainnya, KKR Asset Management LLC.
Komisaris Utama perusahaan Anton Apriyantono mengatakan masalahnya dimulai pada pertemuan 25 Juli lalu yang diagendakan untuk membicarakan persiapan RUPST di 27 Juli. Termasuk menandatangani laporan keuangan perusahaan yang berakhir pada Desember 2017.
Namun dalam pertemuan tersebut ia tak menyangka bahwa dua komisaris lainnya, Jaka Prasetya dan Hengki Koestanto, justru membawa pengacara. Keberadaan pengacara tersebut ditujukan untuk menjelaskan detil kondisi keuangan perusahaan yang dinilai telah terjadi penyelewengan dana oleh direktur utama perusahaan ke perusahaan yang tak terafiliasi dengan TPS Food.
Pengacara komisaris menjelaskan bahwa jika komisaris menandatangani laporan keuangan tersebut bisa berdampak pada hukuman pidana, hal ini membuat Anton surut dan memutuskan untuk menarik kembali tanda tangan tersebut.
"Saat itu saya sudah tanda tangan (laporan keuangan), tidak perlu dicurigai karena prosesnya berjalan baik dari komite audit internal dan eksternal jadi tidak ada masalah," jelas dia.
Anton mengakui untuk mencabut tanda tangan tersebut dia membutuhkan waktu berjam-jam dan berakhir dengan pencabutan tanda tangan tersebut dari laporan keuangan.
Di samping itu, Anton tak menyangka bahwa Jaka juga mengagendakan untuk melakukan penggantian direksi tanpa melalukan voting kepada para pemegang saham.
Kemudian pada hari selanjutnya Anton kembali mengadakan pertemuan dengan komisaris lainnya namun pertemuan ini tak didatangi oleh Jaka Prasetya dan Hengki Koestanto.
Joko Mogoginta mengatakan dari awal pelaksanaan RUPST masih berlangsung lancar, namun saat agenda kedua yakni penetapan laporan keuangan 2017 ruangan mulai ramai.
"Waktu agenda kedua itu mulai banyak yang bertanya sampai dengan notaris bingung jadi akhirnya dicatat. Ramai sekali itu. Saya mengamati saja, tidak banyak omong," kata Joko Mogoginta di Kawasan SCBD, Jakarta, Jumat (27/7).
Dia menilai untuk agenda kedua ini masih belum ada keputusan yang jelas, meski sebagian besar pemegang saham keberatan dengan hasil audit keuangan perusahaan sepanjang 2017 lalu. Namun agenda terus dilanjutkan untuk menentukan kantor akuntan publik untuk tahun buku 2018.
"[Agenda] keempat mulai, kami siapkan itu skenario memberhentikan direksi yang lama kemudian mengangkat yang baru. Di situ memang kami ikuti aturan kalau komisaris ada sepertiga suara dan direksi juga begitu," sambung dia.
Namun hal ini dinilai menjadi sumber kericuhan lagi dalam RUPST tesebut.
"Tapi Pak Anton dari agenda kedua sudah meminta untuk menunda tapi Pak Jaka [Prasetya] ngomong terus dan ingin divoting. Sedangkan kami sudah menyarankan dengan dasar dari pilihan pemegang saham sesuai aturan. Di situ jadi ricuh," tambah Joko Mogoginta.
Menurut dia terdapat beberapa kesepakatan antara BoC yang membuat komisaris utama perusahaan tertekan. Namun tetap melangsungkan agenda penunjukan direksi baru.
"Di situ mulai panas dan teriak-teriak dan saya masih diam," imbuh Joko Mogoginta.
Pilihan Joko Cs akhirnya keluar dari ruangan RUPST tersebut karena adanya perdebatan antara komisaris perusahaan perihal kesepakatan yang dibuat jelang RUPST berlangsung.
"Ya kalau RUPST sekarang masih berjalan pasti karena ada tekanan dari mana-mana," kata dia.
(roy/roy) Next Article Uji Prospek Saham Baru Anggota LQ45 & IDX30
Kekisruhan awalnya terjadi karena sejumlah investor menolak laporan keuangan 2017 yang sudah diaudit. Seorang investor yang menghadiri rapat tersebut menyatakan 61% pemegang saham menolak laporan tersebut.
Dalam RUPST ini juga terjadi terjadi friksi antara jajaran manajemen. Dia ada agenda pergantian seluruh direksi yang dianggap tanpa persetujuan semua pihak.
Namun dalam pertemuan tersebut ia tak menyangka bahwa dua komisaris lainnya, Jaka Prasetya dan Hengki Koestanto, justru membawa pengacara. Keberadaan pengacara tersebut ditujukan untuk menjelaskan detil kondisi keuangan perusahaan yang dinilai telah terjadi penyelewengan dana oleh direktur utama perusahaan ke perusahaan yang tak terafiliasi dengan TPS Food.
Pengacara komisaris menjelaskan bahwa jika komisaris menandatangani laporan keuangan tersebut bisa berdampak pada hukuman pidana, hal ini membuat Anton surut dan memutuskan untuk menarik kembali tanda tangan tersebut.
"Saat itu saya sudah tanda tangan (laporan keuangan), tidak perlu dicurigai karena prosesnya berjalan baik dari komite audit internal dan eksternal jadi tidak ada masalah," jelas dia.
Anton mengakui untuk mencabut tanda tangan tersebut dia membutuhkan waktu berjam-jam dan berakhir dengan pencabutan tanda tangan tersebut dari laporan keuangan.
Di samping itu, Anton tak menyangka bahwa Jaka juga mengagendakan untuk melakukan penggantian direksi tanpa melalukan voting kepada para pemegang saham.
Kemudian pada hari selanjutnya Anton kembali mengadakan pertemuan dengan komisaris lainnya namun pertemuan ini tak didatangi oleh Jaka Prasetya dan Hengki Koestanto.
Joko Mogoginta mengatakan dari awal pelaksanaan RUPST masih berlangsung lancar, namun saat agenda kedua yakni penetapan laporan keuangan 2017 ruangan mulai ramai.
"Waktu agenda kedua itu mulai banyak yang bertanya sampai dengan notaris bingung jadi akhirnya dicatat. Ramai sekali itu. Saya mengamati saja, tidak banyak omong," kata Joko Mogoginta di Kawasan SCBD, Jakarta, Jumat (27/7).
Dia menilai untuk agenda kedua ini masih belum ada keputusan yang jelas, meski sebagian besar pemegang saham keberatan dengan hasil audit keuangan perusahaan sepanjang 2017 lalu. Namun agenda terus dilanjutkan untuk menentukan kantor akuntan publik untuk tahun buku 2018.
"[Agenda] keempat mulai, kami siapkan itu skenario memberhentikan direksi yang lama kemudian mengangkat yang baru. Di situ memang kami ikuti aturan kalau komisaris ada sepertiga suara dan direksi juga begitu," sambung dia.
Namun hal ini dinilai menjadi sumber kericuhan lagi dalam RUPST tesebut.
"Tapi Pak Anton dari agenda kedua sudah meminta untuk menunda tapi Pak Jaka [Prasetya] ngomong terus dan ingin divoting. Sedangkan kami sudah menyarankan dengan dasar dari pilihan pemegang saham sesuai aturan. Di situ jadi ricuh," tambah Joko Mogoginta.
Menurut dia terdapat beberapa kesepakatan antara BoC yang membuat komisaris utama perusahaan tertekan. Namun tetap melangsungkan agenda penunjukan direksi baru.
"Di situ mulai panas dan teriak-teriak dan saya masih diam," imbuh Joko Mogoginta.
Pilihan Joko Cs akhirnya keluar dari ruangan RUPST tersebut karena adanya perdebatan antara komisaris perusahaan perihal kesepakatan yang dibuat jelang RUPST berlangsung.
"Ya kalau RUPST sekarang masih berjalan pasti karena ada tekanan dari mana-mana," kata dia.
(roy/roy) Next Article Uji Prospek Saham Baru Anggota LQ45 & IDX30
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular