Gagal Bayar, Ini Daftar Tumpukan Utang Produsen Taro
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
19 July 2018 15:26

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) pada awal Juli 2018 menyatakan bahwa pihaknya tidak mampu untuk membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah TPS Food I yang jatuh tempo hari ini, Kamir 19 Juli 2018.
Total utang tersebut masing-masing senilai Rp 600 miliar dan Rp 300 miliar dengan tingkat suku bunga tetap 10,25% dan fee ijarah sebesar Rp 30,75 miliar per tahun. Jatuh tempo dari utang tersebut juga diperpanjang dari sebelumnya pada 5 April 2018 menjadi tanggal 5 April 2019.
Dalam skema sukuk ijarah tersebut, perseroan menjaminkan aset kedua anak usahanya yaitu PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) dan PT Poly Meditra Indonesia (PMI).
Selain kedua utang tersebut, perseroan juga memiliki utang suku ijarah TPS Food II senilai Rp 1,2 triliun. Utang tersebut juga jatuh tempo pada 5 April 2019 mendatang dengan fee ijarah sebesar Rp 126,6 miliar per tahun.
Sedangkan dalam skema sukuk ijarah II tersbeut, perseroan melakukan penjaminan aset anak usahnya yaitu PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI).
Sementara itu, perseroan juga memiliki utang bank jangka pendek senilai Rp 2,19 triliun dalam buku laporan keuangan AISA 2017.
Utang bank jangka pendek tersebut diantaranya utang bank denominasi rupiah senilai Rp 2,17 triliun dengan utang terbesar berasal dari pinjaman sindikasi Rabobank Internasional senilai Rp 1,27 triliun. Lalu utang bank jangka pendek denominasi Dollar AS dengan Citi Bank senilai Rp 12,7 miliar.
Selain itu, pada buku tahun 2017 tersebut perseroan masih memiliki utang sewa pembiayaan berupa fasilitas sewa pembiayaan untuk pengadaan mesin pabrik, alat berat dan kendaraan dengan beberapa perusahaan sebesar Rp 105,75 miliar.
Namun, utang jangka panjang perseroan pada periode tersebut setelah dikurangi jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp 578 juta atau turun signifikan dari utang jangka panjang pada 2016 sebesar Rp 189,75 miliar.
Utang-utang perseroan pada tahun buku 2017 jika dijumlahkan mencapai lebih dari Rp 4 triliun. Rasio jumlah utang perseroan pada 2017 juga sangat tinggi dengan aset AISA yang dimiliki pada 2017 yaitu sebesar Rp 8,72 triliun.
Pada 2017, AISA mengalami kerugian sebesar Rp 551,9 miliar dibandingkan dengan keuntungan pada tahun sebelumnya (2016) sebesar Rp 719,22 miliar.
Ruginya perseroan didorong oleh pendapatan penjualan pada 2017 yang anjlok menjadi Rp 4,92 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,54 triliun.
Karena tak mampu bayar utang, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat TPS Food dari sebelumnya idCCC menjadi isSD (selective default).
Pefindo memberikan sertifikat pemantauan khusus (special review) pemeringkatan perseroan untuk periode 5 Juli 2018 hingga 1 Mei 2019 mendatang.
Obligor dengan peringkat selective default menandakan bahwa perseroan tercatat gagal membayar satu atau lebih kewajiban finansialnya yang jatuh tempo, baik atas kewajiban yang telah diperingkat atau tidak diperingkat.
Alasan penurunan peringkat tersebut menyusul dengan ketidakmampuan perseroan untuk membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah yang jatuh tempo pada 19 Juli 2018.
Keputusan tersebut juga membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham AISA di seluruh pasar perdagangan.
Saat ini, perseroan sedang merencanakan proses restrukturisasi atas obligasi dan sukuk yang telah diterbitkan.
TPS Food sudah beberapa kali menjelaskan bahwa perseroan tengah melakukan komunikasi dengan pemegang obligasi TPS Food I Tahun 2013 dan Sukuk Ijarah TPS Food I 2013 mengenai rencana tersebut. Total utang yang akan jatuh tempo obligasi dan sukuk Rp 900 miliar, yang diterbitkan perseroan pada 2013.
Namun, hingga saat ini perseroan masih belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait skema restrukturisasi utang yang akan dijalankan tersebut.
Pada 2017, AISA mengalami kerugian sebesar Rp 551,9 miliar dibandingkan dengan keuntungan pada tahun sebelumnya (2016) sebesar Rp 719,22 miliar.
Ruginya perseroan didorong oleh pendapatan penjualan pada 2017 yang anjlok menjadi Rp 4,92 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,54 triliun.
Sedangkan bisnis utama perseroan yaitu pengolahan dan penjualan produk beras turun signifikan sebesar 39,15% pada periode tersebut menjadi Rp 2,49 triliun.
(Tito Bosnia/hps) Next Article AISA Cari Investor Baru Lewat Private Placement
Total utang tersebut masing-masing senilai Rp 600 miliar dan Rp 300 miliar dengan tingkat suku bunga tetap 10,25% dan fee ijarah sebesar Rp 30,75 miliar per tahun. Jatuh tempo dari utang tersebut juga diperpanjang dari sebelumnya pada 5 April 2018 menjadi tanggal 5 April 2019.
Dalam skema sukuk ijarah tersebut, perseroan menjaminkan aset kedua anak usahanya yaitu PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) dan PT Poly Meditra Indonesia (PMI).
Sedangkan dalam skema sukuk ijarah II tersbeut, perseroan melakukan penjaminan aset anak usahnya yaitu PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI).
Sementara itu, perseroan juga memiliki utang bank jangka pendek senilai Rp 2,19 triliun dalam buku laporan keuangan AISA 2017.
Utang bank jangka pendek tersebut diantaranya utang bank denominasi rupiah senilai Rp 2,17 triliun dengan utang terbesar berasal dari pinjaman sindikasi Rabobank Internasional senilai Rp 1,27 triliun. Lalu utang bank jangka pendek denominasi Dollar AS dengan Citi Bank senilai Rp 12,7 miliar.
Selain itu, pada buku tahun 2017 tersebut perseroan masih memiliki utang sewa pembiayaan berupa fasilitas sewa pembiayaan untuk pengadaan mesin pabrik, alat berat dan kendaraan dengan beberapa perusahaan sebesar Rp 105,75 miliar.
Namun, utang jangka panjang perseroan pada periode tersebut setelah dikurangi jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp 578 juta atau turun signifikan dari utang jangka panjang pada 2016 sebesar Rp 189,75 miliar.
Utang-utang perseroan pada tahun buku 2017 jika dijumlahkan mencapai lebih dari Rp 4 triliun. Rasio jumlah utang perseroan pada 2017 juga sangat tinggi dengan aset AISA yang dimiliki pada 2017 yaitu sebesar Rp 8,72 triliun.
Pada 2017, AISA mengalami kerugian sebesar Rp 551,9 miliar dibandingkan dengan keuntungan pada tahun sebelumnya (2016) sebesar Rp 719,22 miliar.
Ruginya perseroan didorong oleh pendapatan penjualan pada 2017 yang anjlok menjadi Rp 4,92 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,54 triliun.
Karena tak mampu bayar utang, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat TPS Food dari sebelumnya idCCC menjadi isSD (selective default).
Pefindo memberikan sertifikat pemantauan khusus (special review) pemeringkatan perseroan untuk periode 5 Juli 2018 hingga 1 Mei 2019 mendatang.
Obligor dengan peringkat selective default menandakan bahwa perseroan tercatat gagal membayar satu atau lebih kewajiban finansialnya yang jatuh tempo, baik atas kewajiban yang telah diperingkat atau tidak diperingkat.
Alasan penurunan peringkat tersebut menyusul dengan ketidakmampuan perseroan untuk membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah yang jatuh tempo pada 19 Juli 2018.
Keputusan tersebut juga membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham AISA di seluruh pasar perdagangan.
Saat ini, perseroan sedang merencanakan proses restrukturisasi atas obligasi dan sukuk yang telah diterbitkan.
TPS Food sudah beberapa kali menjelaskan bahwa perseroan tengah melakukan komunikasi dengan pemegang obligasi TPS Food I Tahun 2013 dan Sukuk Ijarah TPS Food I 2013 mengenai rencana tersebut. Total utang yang akan jatuh tempo obligasi dan sukuk Rp 900 miliar, yang diterbitkan perseroan pada 2013.
Namun, hingga saat ini perseroan masih belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait skema restrukturisasi utang yang akan dijalankan tersebut.
Pada 2017, AISA mengalami kerugian sebesar Rp 551,9 miliar dibandingkan dengan keuntungan pada tahun sebelumnya (2016) sebesar Rp 719,22 miliar.
Ruginya perseroan didorong oleh pendapatan penjualan pada 2017 yang anjlok menjadi Rp 4,92 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,54 triliun.
Sedangkan bisnis utama perseroan yaitu pengolahan dan penjualan produk beras turun signifikan sebesar 39,15% pada periode tersebut menjadi Rp 2,49 triliun.
(Tito Bosnia/hps) Next Article AISA Cari Investor Baru Lewat Private Placement
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular