
Sulit Bayar Utang, Induk Usaha Sevel Minta Perpanjang Tenor
Monica Wareza, CNBC Indonesia
18 July 2018 12:48

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Modern Internasional Tbk (MDRN) meminta perpanjangan tenor seluruh pinjaman hingga sepuluh tahun ke depan. Langkah ini merupakan skema restrukturisasi yang diambil perusahaan karena masih belum mampu membayar utang-utangnya.
Corporate secretary Modern Internasional Johannis mengatakan seluruh utang yang akan direstrukturisasi berasal dari beberapa kreditur perbankan dan perusahaan keuanga. Utang perseroan paling besar di dapat dari Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan Bank CIMB Niaga (BNGA).
"Kalau yang dari CIMB ini akan kita lunasi di tahun ini, nilainya sekitar Rp 40 miliar," kata Johanis di Gedung Ricoh, Jakarta, Kamis (28/6).
Berdasarkan laporan keuangan perseroan kuartal I-2018 nilai utang jangka panjang perseroan ke Bank Mandiri mencapai Rp 148,02 miliar, Bank CIMB Niaga Rp 43,85 miliar dan Standar Chartered Bank senilai Rp 42,90 miliar.
Johanis menjelaskan perusahaan akan berusaha mencari pinjaman dari sejumlah perusahaan keuangan untuk melunasi utang tersebut. Meski saat ini masih belum ada perusahaan pembiayaan yang memberikan utang, tapi sudah menunjukkan lampu hijau untuk mengguyurkan dana kepada mantan pemilik Seven Eleven (Sevel) ini.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan di akhir kuartal I tahun ini, total liabilitas perusahaan mencapai Rp 1,30 triliun. Sebagian besar dari jumlah ini merupakan liabilitas jangka pendek yang akan jauh tempo di tahun ini.
Utang jangka pendek kepada bank mencapai Rp 241 miliar, sementara jumlah yang akan jatuh tempo dalma wakktu satu tahun mencapai Rp 238,77 miliar. Sementara jumlah utang non bank mencapai Rp 65,94 miliar.
Perusahaan juga memiliki utang senilai Rp 119,37 miliar yang jatuh tempo di Juli lalu kepada PT Bukit Hendama permai (BHP) yang masih merupakan milik direktur utama perusahaan Sungkono Honoris. Adapun utang ini akan direstrukturisasi dengan mengkonversi niai utang menjadi kepemilikan saham di perusahaan.
Langkah konversi utang menjadi sejumlah saham baru ini sudah disetujui oleh pemegang saham perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) kedua yang digelar perusahaan hari ini, setelah sebelumnya pemegang saham menolak untuk memberikan restu dalam RUPSLB bulan lalu.
Setelah ini perusahaan akan berfokus untuk mengembangkan usaha bisnis grafis Ricoh saat ini menjadi satu-satunya sumber pendapatan perusahaan. Meski saat ini masih menanggung rugi, perusahaan menargetkan usahanya ini akan bsia mengantongi laba dalam waktu dua hingga tahun ke depan.
"Nanti bayar utangnya dari cashflow pendapatan dari usaha Ricoh ini," jelas Johannis.
(hps) Next Article Utang Eks Pemegang Lisensi 7-Eleven Lampaui Nilai Aset
Corporate secretary Modern Internasional Johannis mengatakan seluruh utang yang akan direstrukturisasi berasal dari beberapa kreditur perbankan dan perusahaan keuanga. Utang perseroan paling besar di dapat dari Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan Bank CIMB Niaga (BNGA).
"Kalau yang dari CIMB ini akan kita lunasi di tahun ini, nilainya sekitar Rp 40 miliar," kata Johanis di Gedung Ricoh, Jakarta, Kamis (28/6).
Johanis menjelaskan perusahaan akan berusaha mencari pinjaman dari sejumlah perusahaan keuangan untuk melunasi utang tersebut. Meski saat ini masih belum ada perusahaan pembiayaan yang memberikan utang, tapi sudah menunjukkan lampu hijau untuk mengguyurkan dana kepada mantan pemilik Seven Eleven (Sevel) ini.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan di akhir kuartal I tahun ini, total liabilitas perusahaan mencapai Rp 1,30 triliun. Sebagian besar dari jumlah ini merupakan liabilitas jangka pendek yang akan jauh tempo di tahun ini.
Utang jangka pendek kepada bank mencapai Rp 241 miliar, sementara jumlah yang akan jatuh tempo dalma wakktu satu tahun mencapai Rp 238,77 miliar. Sementara jumlah utang non bank mencapai Rp 65,94 miliar.
Perusahaan juga memiliki utang senilai Rp 119,37 miliar yang jatuh tempo di Juli lalu kepada PT Bukit Hendama permai (BHP) yang masih merupakan milik direktur utama perusahaan Sungkono Honoris. Adapun utang ini akan direstrukturisasi dengan mengkonversi niai utang menjadi kepemilikan saham di perusahaan.
Langkah konversi utang menjadi sejumlah saham baru ini sudah disetujui oleh pemegang saham perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) kedua yang digelar perusahaan hari ini, setelah sebelumnya pemegang saham menolak untuk memberikan restu dalam RUPSLB bulan lalu.
Setelah ini perusahaan akan berfokus untuk mengembangkan usaha bisnis grafis Ricoh saat ini menjadi satu-satunya sumber pendapatan perusahaan. Meski saat ini masih menanggung rugi, perusahaan menargetkan usahanya ini akan bsia mengantongi laba dalam waktu dua hingga tahun ke depan.
"Nanti bayar utangnya dari cashflow pendapatan dari usaha Ricoh ini," jelas Johannis.
(hps) Next Article Utang Eks Pemegang Lisensi 7-Eleven Lampaui Nilai Aset
Most Popular