
Prediksi BI soal Rupiah Sulit Lewati 14.000 Tekan Pasar SUN
Irvin Avriano, CNBC Indonesia
17 July 2018 17:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi ditutup terkoreksi pada perdagangan hari ini, bersamaan dengan koreksi bursa saham dan nilai tukar rupiah, menyusul prediksi bank sentral bahwa rupiah sulit menguat lebih dari Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) akhir tahun ini.
Hari ini, data Reuters menunjukkan tiga seri dari total empat seri acuan surat berharga negara (SBN) mengalami penurunan harga sehingga mendongkrak tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield obligasi 5 tahun naik 5 basis poin (bps) menjadi 7,52%, obligasi 10 tahun naik 5 bps menjadi 7,56%, dan obligasi 20 tahun naik 1 bps menjadi 8,01%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Satu-satunya seri acuan (benchmark) yang harganya menguat dan koreksi yield adalah FR0065 (15 tahun).
Yield seri tersebut turun 0,4 bps menjadi 7,83%. Terdapat katalis positif yang terjadi hari ini, yaitu jumlah penerbitan obligasi pemerintah dalam lelang yang maksimal tadi siang.
Pemerintah berhasil menerbitkan Rp 20 triliun surat berharga negara (SBN) dalam lelang rutin, sesuai dengan target maksimal yang ditetapkan di awal. Permintaan yang masuk dari pelaku pasar juga tinggi, yaitu Rp38,16 triliun.
Namun, sentimen positif tersebut tertutup oleh masih kentalnya sentimen negatif dari pengumuman prediksi nilai tukar Bank Indonesia hari ini dan angka neraca perdagangan yang diumumkan BPS kemarin.
Koreksi terjadi di pasar obligasi setelah sentimen negatif mengemuka sejak bank sentral memprediksi nilai tukar rupiah sulit menguat hingga ke bawah Rp 14.000 per dolar AS hingga akhir tahun, ditambah faktor data ekspor-impor yang diumumkan BPS kemarin.
Data neraca perdagangan menunjukkan pertumbuhan ekspor sekaligus impor yang jauh di bawah prediksi, yang meskipun memunculkan angka surplus tetapi justru menimbulkan kekhawatiran terhadap aktivitas ekonomi Indonesia.
Selain koreksi di pasar obligasi negara, penurunan juga dialami rupiah di pasar valas dan pasar saham. Rupiah terkoreksi 8 poin (-0,06%) menjadi Rp 14.385 per dolar AS, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 43 poin (-0,74%) menjadi 5.861.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Hari ini, data Reuters menunjukkan tiga seri dari total empat seri acuan surat berharga negara (SBN) mengalami penurunan harga sehingga mendongkrak tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield obligasi 5 tahun naik 5 basis poin (bps) menjadi 7,52%, obligasi 10 tahun naik 5 bps menjadi 7,56%, dan obligasi 20 tahun naik 1 bps menjadi 8,01%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Satu-satunya seri acuan (benchmark) yang harganya menguat dan koreksi yield adalah FR0065 (15 tahun).
Pemerintah berhasil menerbitkan Rp 20 triliun surat berharga negara (SBN) dalam lelang rutin, sesuai dengan target maksimal yang ditetapkan di awal. Permintaan yang masuk dari pelaku pasar juga tinggi, yaitu Rp38,16 triliun.
Namun, sentimen positif tersebut tertutup oleh masih kentalnya sentimen negatif dari pengumuman prediksi nilai tukar Bank Indonesia hari ini dan angka neraca perdagangan yang diumumkan BPS kemarin.
Koreksi terjadi di pasar obligasi setelah sentimen negatif mengemuka sejak bank sentral memprediksi nilai tukar rupiah sulit menguat hingga ke bawah Rp 14.000 per dolar AS hingga akhir tahun, ditambah faktor data ekspor-impor yang diumumkan BPS kemarin.
Data neraca perdagangan menunjukkan pertumbuhan ekspor sekaligus impor yang jauh di bawah prediksi, yang meskipun memunculkan angka surplus tetapi justru menimbulkan kekhawatiran terhadap aktivitas ekonomi Indonesia.
Selain koreksi di pasar obligasi negara, penurunan juga dialami rupiah di pasar valas dan pasar saham. Rupiah terkoreksi 8 poin (-0,06%) menjadi Rp 14.385 per dolar AS, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 43 poin (-0,74%) menjadi 5.861.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular