Rupiah Melemah 5,7% Sejak Awal Tahun, Ini Sebabnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 July 2018 12:22
Lonjakan Impor Bebani Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Di dalam negeri, ada pula faktor yang membuat rupiah semakin tertekan. Fundamental yang menopang rupiah bisa dibilang rapuh. 

Nilai mata uang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Kala permintaan terhadap suatu mata uang tinggi, maka nilainya naik. Ini yang terjadi terhadap dolar AS. 

Sementara ketika sebuah mata uang banyak dilepas, maka nilainya kian turun. Sialnya, inilah yang terjadi pada rupiah. 

Di sisi perdagangan, rupiah banyak dilepas untuk ditukarkan ke mata uang asing dalam rangka membiayai impor. Indonesia punya 'penyakit' yang belum sembuh sampai saat ini yaitu lonjakan impor kala ekonomi membaik. 

Tahun ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi domestik tumbuh 5,1-5,5%. Lebih baik ketimbang pencapaian 2017 yang sebesar 5,06%. Ini menyebabkan impor melesat karena industri dalam negeri belum mampu menyediakan kebutuhan yang meningkat, khususnya untuk bahan baku dan barang modal.

Sepanjang Januari-Juni 2018, pertumbuhan impor bahan baku mencapai 21,54% year-on-year (YoY) sementara impor barang modal tumbuh 31,84%. Jauh lebih cepat ketimbang Januari-Juni 2017, di mana impor bahan baku tumbuh 2,06% dan barang modal tumbuh 11,26%. 

Derasnya rupiah yang dilepas untuk membiayai impor membuat rupiah semakin tertekan. Devisa di dalam negeri pun terkuras. Sejak akhir 2017, cadangan devisa Indonesia berkurang hingga US$ 10,4 miliar. 

Cadangan devisa Indonesia (Reuters)

Akibat impor yang tinggi, neraca perdagangan Indonesia pun defisit. Pada semester I-2018, neraca perdagangan mencatat defisit US$ 1,02 miliar. 

Defisit di neraca perdagangan akan membebani transaksi berjalan (current account), yang mencerminkan ekspor-impor barang dan jasa. Transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari sisi perdagangan, devisa yang lebih berkelanjutan (sustainable). 

BI

Sejak 2011, transaksi berjalan Indonesia terus mengalami defisit. Oleh karena itu, rupiah lebih ditopang oleh aliran modal portofolio di sektor keuangan alias hot money. Devisa dari sektor ini datang dan pergi sesuka hati, tidak seperti dari perdagangan. 

Situasi ini menyebabkan rupiah rentan terhadap depresiasi ketika aliran modal di sektor keuangan seret. Inilah yang terjadi sekarang. Di pasar modal, investor asing sudah membukukan jual bersih nyaris Rp 50 triliun sejak awal tahun. Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), kepemilikan investor asing berkurang hampir Rp 1,5 triliun dalam periode yang sama. 

Apabila tekanan eksternal dan domestik ini masih menghantui, maka sepertinya akan sulit bagi rupiah untuk menguat. Harapan rupiah hanya aliran modal hot money, yang sebenarnya agak sulit diandalkan... 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular