Dibayangi Membaiknya Pasokan Global, Harga Minyak Turun

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
16 July 2018 10:09
Harga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) bergerak melemah 0,56% ke US$70,61/barel.
Foto: REUTERS/Andrew Cullen
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) bergerak melemah 0,56% ke  US$ 70,61/barel, sementara harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga terkoreksi 0,61% ke US$ 74,87/barel, pada perdagangan hari ini Senin (16/07/2018) hingga pukul 09.45 WIB.

Harga sang emas hitam masih melanjutkan momentum negatifnya setelah ditutup melemah lebih dari 2% di sepanjang pekan lalu. Harga brent bahkan amblas sampai nyaris 4%. Investor nampaknya masih dibuat ketar-ketir seiring munculnya berbagai sentimen yang mengindikasikan perbaikan pasokan minyak global.
Dibayangi Membaiknya Pasokan Global, Harga Minyak TurunFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung

Pertama, investor menangkap sinyal dari laporan IEA yang menyampaikan adanya kenaikan produksi di negara-negara Timur Tengah dan Rusia, yang berarti masih ada kapasitas minyak yang bisa mengguyur pasar global, dan memulihkan pasokan.

Sentimen ini diperkuat oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang melaporkan peningkatan produksi sebesar 173.000 barel per hari (bph) menjadi 32,3 juta bph, pada bulan Juni 2018. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak akhir 2016.

Pada hari Jumat (13/07/2018), Menteri Energi Rusia Alexander Novak juga menegaskan bahwa Rusia dan produsen minyak utama lainnya dapat meningkatkan produksi lebih jauh seiring dengan kelangkaan pasokan yang terjadi di pasar minyak global.

Kedua, angin negatif dari Libya. Produksi minyak di Libya turun 50% dalam lima bulan terakhir menjadi hanya 527.000 barel/hari. Penyebabnya adalah ditutupnya dua pelabuhan utama yaitu Ras Lanuf dan Es Sider yang dikuasai kelompok separatis Libyan National Army (LNA). Kini, pelabuhan itu siap dibuka kembali. Investor lantas berekpektasi bahwa pasokan minyak dari Libya akan pulih.

Ketiga, pemerintahan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mempertimbangkan untuk menambah pasokan minyak di negeri adidaya, dan akhirnya menurunkan harga komoditas energi utama dunia tersebut. Seperti diketahui, cadangan minyak mentah AS mencapai 660 juta barel, dan sekarang Trump tidak segan-segan untuk menarik keluar cadangan minyak sebesar itu.

"Dengan pemerintahan Trump secara aktif mempertimbangkan untuk menggunakan Cadangan Minyak Strategis negara, hal ini akan menjadi pemberat (harga minyak)," jelas Stephen Innes, kepala perdagangan untuk Asia/Pasifik di OANDA, seperti dikutip dari CNBC International.

Trio sentimen di atas memperkuat sentimen bahwa kondisi pasokan global akan membaik, bahkan saat terjadi disrupsi pasokan di Norwegia dan Irak. Saat pasokan melimpah, harga minyak pun dipastikan akan menurun.

Sebagai informasi, ratusan pekerja di kilang migas lepas pantai Norwegia akan melangsungkan mogok kerja, setelah pembicaraan mengenai upah menemui jalan buntu. Situasi tersebut diperkirakan akan menyebabkan disrupsi produksi yang cukup besar, setidaknya untuk blok Knarr yang dioperasikan Shell.

Dari Baghdad, sekitar 100 orang di Irak melakukan unjuk rasa, menuntut pekerjaan dan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin Irak, Fuad Masum. Akibatnya, akses ke pelabuhan komoditas Umm Qasr pun tertutup, dan menganggu pasokan minyak mentah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(RHG/hps) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular