Newsletter

Banyak Sentimen Positif, Sayang Kalau Tidak Memborong

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 July 2018 05:24
Banyak Sentimen Positif, Sayang Kalau Tidak Memborong
Foto: REUTERS/Aly Song
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melanjutkan reli pada perdagangan kemarin. IHSG bergerak searah dengan bursa saham kawasan yang juga ditutup di teritori positif. 

Kemarin, IHSG ditutup naik 0,25%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,19 triliun dengan volume 8,58 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 374.645 kali. 

Berbagai sentimen positif mewarnai jalannya perdagangan kemarin. Dari dalam negeri, ada pengumuman penjualan barang-barang ritel yang menggembirakan.  

Untuk periode Mei, Bank Indonesia (BI) mencatat indeks penjualan riil tumbuh hingga 8,3% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh mengungguli capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,3% YoY. Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan Juni 2018 diperkirakan 6,8% YoY, mengungguli capaian periode Juni 2017 yang sebesar 6,3% YoY. 

Data ini lantas mengonfirmasi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah mulai menggeliat. Sebelumnya, perbaikan konsumsi masyarakat ditunjukkan oleh derasnya impor barang konsumsi periode Mei, inflasi bulan lalu yang lebih tinggi dari ekspektasi, serta data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terkuat sepanjang sejarah. 

Walaupun tidak direspons positif oleh sektor barang konsumsi (-1,06%), sektor lainnya yang berkaitan erat dengan konsumsi masyarakat, yakni jasa keuangan, menunjukkan kinerja yang positif. Indeks sektor jasa keuangan naik 0,6%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG. Saham-saham sektor jasa keuangan yang diburu oleh investor di antaranya BBCA (+2,24%), BMRI (+1,57%), BTPN (+3,21%), dan AGRO (+5,92%). 

Dari sisi eksternal, risiko perang dagang yang agak mereda juga memberikan suntikan energi bagi IHSG. Kini, muncul pesimisme bahwa rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menerapkan bea masuk 10% kepada importasi produksi China senilai US$ 200 miliar bisa terwujud. 

Sebab, rencana ini masih perlu digodok dan dibicarakan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Sepertinya proses tersebut tidak akan mulus karena mendapat tentangan dari legislatif, bahkan yang berasal dari Partai Republik pengusung Trump. 

"Pengumuman pemerintah sepertinya sangat gegabah. Lagi pula, sepertinya ini bukan pendekatan yang fokus," ujar Orrin Hatch, Ketua Komite Keuangan Senat AS dari Partai Republik, dikutip dari Reuters. 

"China memang menjalankan praktik perdagangan yang tidak adil. Namun saya rasa bea masuk bukan jalan keluarnya," kata Ketua Kongres AS Paul Ryan yang juga dari Partai Republik. 

Tidak hanya legislatif, dunia usaha pun menyatakan penolakannya. Sebab pengenaan bea masuk akan berdampak terhadap daya beli masyarakat, yang pada akhirnya memukul dunia usaha. 

"Bea masuk intinya adalah pajak. Mengenakan pajak bagi produk-produk senilai US$ 200 miliar akan menaikkan harga kebutuhan sehari-hari keluarga di AS," tegas Blair Latoff Holmes, Juru Bicara Kamar Dagang AS. 

Jadi, masih ada harapan rencana Trump untuk menggolkan bea masuk tambahan kandas. Jika tidak disetujui oleh legislatif, maka rencana ini tidak akan terwujud. Dengan begitu, ada kemungkinan perang dagang AS-China tidak bertambah panas. 

Selain itu, AS akhirnya secara resmi kembali mengizinkan ZTE (perusahaan telekomunikasi asal China) untuk melanjutkan operasinya. Sebelumnya, ZTE dijatuhi sanksi tidak boleh menjual produknya di AS selama 7 tahun karena terbukti mengirimkan barang secara ilegal ke Korea Utara dan Iran. 

Berbagai sentimen positif tersebut mampu mengangkat kinerja bursa saham Asia. Indeks Nikkei 225 melesat 1,17%, Shanghai Composite meroket 2,18%, Hang Seng naik 0,6%, Kospi surplus 0,19%, dan Straits Times bertambah 0,12%. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil bangkit setelah kemarin terkoreksi. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,91%, S&P 500 menguat 0,87%, dan Nasdaq melesat 1,69%. 

Saham-saham teknologi menjadi pendorong penguatan Wall Street. Indeks teknologi di DJIA melejit dengan penguatan 1,85%. Saham-saham teknologi yang menguat signifikan antara lain Cisco Systems (+2.37%), Intel (+2,25%), dan Microsoft (2,17%). 

Kekhawatiran perang dagang yang mereda membuat investor di Wall Street bergairah. Dicabutnya sanksi kepada ZTE juga memberikan optimisme bagi industri teknologi dan komunikasi untuk tetap bisa bermitra dengan pihak China. Selama ini, perusahaan-perusahaan teknologi dan komunikasi AS mengandalkan China sebagai salah satu tujuan ekspor utama. 

Investor juga sepertinya menyambut positif rilis data ekonomi terbaru. Inflasi AS pada periode Juni 2018 tercatat sebesar 0,1% MtM. Angka ini lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 0,2%. Inflasi Juni juga melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,2% MtM. 

Sementara itu, inflasi inti (mengeluarkan komponen makanan bergejolak/volatile food dan energi) tercatat 0,2% MtM pada bulan Juni. Angka ini sama dengan capaian bulan sebelumnya maupun ekspektasi pasar. 

Data ini menunjukkan inflasi di Negeri Paman Sam masih terkenali, masih sesuai dengan kalkulasi pasar. Oleh karena itu, sepertinya The Federal Reserve/The Fed tidak akan memberi kejutan dengan menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif. 

Kemudian, investor di bursa saham New York juga menantikan hasil laporan keuangan sejumlah bank besar yang akan diumumkan besok akhir pekan ini. investor bersemangat karena kinerja emiten-emiten kelas kakap itu diperkirakan membaik. 

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan rata-rata pertumbuhan laba emiten yang tercatat di indeks S&P 500 adalah 21% pada kuartal II-2018. Jika ini terwujud, atau bahkan terlampaui, maka akan menjadi mesin jet yang membuat Wall Street terbang tinggi. Mungkin saja kekhawatiran perang dagang tertutup oleh solidnya kinerja emiten. 


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah faktor. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang kinclong. Ini diharapkan bisa menular ke Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua, pelaku pasar juga perlu mencermati perkembangan isu utama akhir-akhir ini yaitu perang dagang. Namun sepertinya sekarang mulai mengarah ke perbaikan. 

Steve Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengatakan Washington siap kembali membuka negosiasi perdagangan dengan China. Syaratnya, Negeri Tirai Bambu harus melakukan perubahan struktural dalam perekonomiannya. 

"Apabila China berkomitmen melakukan perubahan struktural, maka pemerintah siap setiap saat untuk berdiskusi," ujarnya, mengutip Reuters. 

Menjawab pernyataan mengenai bea masuk, Mengenai tidak memberikan penyataan tegas. Dia hanya menyebutkan pemerintah AS terus mengkaji dampak dari penerapan bea masuk. 

"Kami memonitor dampak negatif dari bea masuk dengan seksama. Kami terus melakukan itu," kata Mnuchin.  

Pernyataan Mnuchin mengandung makna bahwa AS menyadari bahwa ada konsekuensi negatif yang harus ditanggung kala menerapkan bea masuk bagi produk-produk China. Jika mudarat ini dinilai lebih besar ketimbang manfaatnya, maka bukan tidak mungkin Trump berpikir ulang dan membatalkan rencananya. 

Isu perang dagang yang semakin mereda bisa menjadi katalis penguatan bursa saham Asia, termasuk IHSG. Seperti kemarin, diharapkan meredanya isu perang dagang mampu mendongkrak kinerja bursa saham Benua Kuning. 

Ketiga adalah harga minyak, di mana untuk jenis brent menguat signifikan lebih dari 1%. Penyebabnya adalah laporan Internasional Energi Agency (IEA) yang menyatakan cadangan minyak dunia bisa terpakai sampai ke batas maksimal karena penurunan pasokan di beberapa negara. 

"Memang terdapat kenaikan produksi di negara-negara Timur Tengah dan Rusia. Namun pada saat yang sama, cadangan minyak dunia bisa tertarik sampai ke batas maksimalnya. Kerentanan ini dapat mempengaruhi harga minyak," sebut laporan IEA. 

Beberapa negara memang tengah mengalami hambatan produksi minyak. Kanada tengah dihadapkan pada kerusakan fasilitas milik Syncrude yang memproduksi sekitar 350.000 barel/hari. Di Libya, produksi minyak turun 50% dalam 5 bulan terakhir menjadi 527.000 barel/hari karena dua pelabuhan utama yang tidak beroperasi setelah dikuasai kelompok separatis National Libyan Army. 

Di Venezuela, produksi si emas hitam turun draastis karena krisis ekonomi-sosial-politik. Caracas juga di ambang penerapan sanksi ekonomi dari negara-negara Barat setelah Presiden Nicolas Maduro kembali terpilih dalam pemilu beberapa waktu lalu. Padahal Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar dunia. 

Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif kepada IHSG. Biasanya emiten migas dan pertambangan lebih mendapat apresiasi kala harga minyak naik. 


Namun, investor juga perlu mencermati risiko perdagangan hari ini. Pertama, nilai tukar dolar AS tampaknya masih dalam tren menguat. Pada pukul 04:36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama) menguat 0,12%. 

Data inflasi AS periode Juni menjadi dasar penguatan greenback. Meski secara bulanan masih sesuai ekspektasi, tetapi sejatinya laju inflasi secara tahunan terakselerasi cukup cepat. Inflasi Juni tercatat sebesar 2,9% secara YoY, atau merupakan laju tercepat sejak Februari 2012. 

Kemudian, data ketenagakerjaan juga positif. Jumlah warga yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran juga menurun 18.000 orang ke 214.000 orang pada pekan lalu. Lebih rendah dari ekspektasi pasar yaitu 226.000 orang.

Oleh karena itu, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi menjadi empat kali sepanjang 2018 masih ada, bahkan cukup besar. Situasi ini mampu dimanfaatkan oleh dolar AS.  

Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Hasilnya adalah penguatan dolar AS yang kemudian menekan mata uang lain, termasuk rupiah. 

Jika rupiah sampai melemah, maka bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Rupiah yang terdepresiasi membuat aset-aset berbasis mata uang tersebut menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Ini bisa membuat investor asing kurang nyaman dan melakukan aksi jual, yang tentunya bisa menggerus IHSG. 

Kedua adalah penguatan IHSG yang sudah terjadi sejak awal pekan tanpa jeda. Sejak awal pekan ini, IHSG sudah menguat 1,73%. Kemudian sejak awal Juli, penguatannya mencapai 1,87%.

Angka-angka ini bisa membuat investor tergiur untuk melakukan ambil untung (profit taking). Jika aksi jual demi mencairkan cuan terjadi, maka IHSG bisa saja terseret ke zona merah.

Namun sepertinya jika profit taking tidak terjadi, maka IHSG masih berpotensi melanjutkan reli. Terlalu banyak sentimen positif yang sayang bila tidak dimanfaatkan untuk melakukan aksi borong.


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat koordinasi membahas pengembangan ekspor dan investasi (09:00 WIB).
  • Gubernur BI Perry Warjiyo menggelar temu media untuk membahas perkembangan isu-isu terkini (14:00 WIB).
  • Rilis data neraca perdagangan China periode Juni 2018 (tentatif).
  • Rilis data indeks harga impor AS bulan Juni 2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data pendahuluan sentimen konsumen versi University of Michigan periode Juli 2018 (21:00).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (Juni 2018 YoY)3.12%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (Juni 2018)US$ 119.8 miliar

Untuk data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular