Tertolong Saham Emiten Batu Bara, IHSG menguat 0,2%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 July 2018 16:39
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,2% pada perdagangan hari ini ke level 5.893,36
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,2% pada perdagangan hari ini ke level 5.893,36, setelah menghabiskan mayoritas waktunya di zona merah. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan melemah: indeks Nikkei melemah 1,19%, indeks Strait Times melemah 0,88%, indeks Kospi melemah 0,59%, indeks Hang Seng anjlok 1,29%, dan indeks Shanghai anjlok 1,78%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,3 triliun dengan volume sebanyak 9,17 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 375.647 kali.

Sentimen negatif bagi IHSG datang dari kembali memanasnya hubungan antara AS dengan China di bidang perdagangan. Pemerintahan Amerika Serikat (AS) pada hari Selasa waktu setempat (10/7/2018) mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.

Hal tersebut merupakan respon AS terhadap tarif balasan dari China yang efektif berlaku pasca AS memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal Negeri Panda pada Jumat lalu (6/7/2018).

Beberapa produk yang kini disasar AS adalah barang-barang yang masuk dalam program Made in China 2025, sebuah rencana strategis Beijing untuk membuat China menjadi pemimpin industri-industri penting dunia, termasuk teknologi.

Bea masuk tersebut tidak akan segera berlaku namun akan melewati proses kajian selama dua bulan ke depan. Dengar pendapat dijadwalkan pada 20 Agustus hingga 23 Agustus.

Namun, sektor pertambangan tampil menjadi penyelamat bagi IHSG; sektor ini menguat 1,53%, menjadikannya kontributor terbesar kedua bagi penguatan IHSG. Penguatan di sektor ini utamanya ditopang oleh saham-saham emiten pertambangan batu bara, seiring dengan melesatnya harga si batu hitam.

Pada perdagangan kemarin (10/7/2018), harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan melesat 1,16% ke level US$117,45/ton, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak Februari 2012. Harga batu bara memang sedang berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan dari China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya.

Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.

Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Permintaan batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya. Hal ini kemudian menjadi bahan bakar bagi meroketnya harga batu bara.

Saham-saham emiten pertambangan batu bara yang diborong investor diantaranya: PT Bayan Resources Tbk/BYAN (+3,85%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+1,88%), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (+2,01%), PT Bumi Resources Tbk/BUMI (+2,73%), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk/ITMG (+1,2%).

Selain itu, aksi beli investor asing dengan nilai bersih yang cukup fantastis (Rp 431,6 miliar) ikut memotori laju IHSG hingga dapat mengakhiri hari di teritori positif.

Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 190,7 miliar), PT Bank Central Asia Tbk Tbk/BBCA (Rp 106,1 miliar), PT Astra International Tbk Tbk/ASII (Rp 105,2 miliar), PT Bukit Asam Tbk Tbk/PTBA (Rp 69,8 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 34,1 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/hps) Next Article Surplus Dagang dengan AS Anjlok, China Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular