Harga Batu Bara Terancam Kebijakan Lingkungan China

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
10 July 2018 11:41
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka diperdagangkan tidak mengalami perubahan di level US$116,1/ton pada perdagangan hari Senin (04/07/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka diperdagangkan tidak mengalami perubahan di level US$116,1/ton pada perdagangan hari Senin (04/07/2018).

Harga si batu hitam masih mampu stabil di dekat rekor tertinggi sejak akhir Februari 2012 yang dicapai pada perdagangan tanggal 5 Juli 2018 lalu, di level US$116,6/barel.

Harga batu bara masih berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan batu bara China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.

Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Permintaan batu bara, khususnya untuk pembangkitan listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya. Hal ini kemudian menjadi bahan bakar bagi meroketnya harga batu bara.

Harga Batu Bara Terancam Kebijakan Lingkungan ChinaFoto: Raditya Hanung


Sementara itu, disrupsi pasokan dari Afrika Selatan juga membantu mengangkat harga batu bara Newcastle. Tuan rumah Piala Dunia 2010 tersebut sedang mengalami hambatan infrastruktur utamanya pada sistem rel kereta pengiriman.

Selain itu, pasokan batu bara di Afrika Selatan kini sedang difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi fasilitas pembangkit listrik, sehingga berdampak pada menurunnya volume ekspor batu bara dari Cape Town. Akhirnya, untuk memenuhi permintaannya, konsumen batu bara di Asia beralih ke batu bara asal Australia.

"Pasokan sedang ketat di luar Australia. Apa yang juga terjadi adalah ekspor dari Afrika Selatan menurun. Hal itu membuka kesempatan bagi lebih banyak batu bara asal Australia masuk ke Asia," ujar Shane Stephan, Managing Director di New Hope, produsen batu bara independen terbesar ketiga di Benua Kanguru, seperti dikutip dari Reuters.

Sebagai informasi, ekspor batu bara dari pelabuhan Newcastle, Australia, pada bulan Juni 2018, tercatat meningkat sebesar 18,2% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 14,39 juta ton.

Meski demikian, secara jangka panjang, harga batu bara mendapatkan ancaman dari China yang akan memangkas penggunaan batu bara selama 3 tahun ke depan, sesuai dengan rencana aksi pengurangan polusi 2018-2020, seperti diungkapkan oleh Dewan Negara China pada Selasa (3/7/2018), seperti dikutip dari Reuters.

Negeri Panda memang sudah "berperang dengan polusi" dalam lima tahun terakhir, dengan tujuan mengurangi dampak negatif polusi terhadap lingkungan. Presiden Xi Jinping bahkan menjanjikan akan menggunakan kekuatan penuh dari Partai Komunis China untuk mencapai tujuan tersebut.

Dengan rencana aksi 2018-2020 yang baru saja diluncurkan, China akan memperluas cakupan wilayah pengurangan polusi ke 82 kota, dan mengonfirmasi bahwa provinsi produsen utama batu bara Shanxi  dan Shaanxi juga termasuk di dalam daftar wilayah yang akan menjadi fokus pengendalian polusi.

Dokumen tersebut menyatakan bahwa wilayah Beijing, Tianjin, Hebei, Shandong, dan Henan akan diperintahkan untuk memangkas konsumsi batu bara hingga 10% di periode 2016-2020, sementara wilayah delta Yangtze harus memotong konsumsi penggunaan batu bara sebanyak 5% di periode yang sama.

Sebagai tambahan, penambahan kapasitas produksi baja dan aluminium tidak lagi diizinkan hingga 2020. Di provinsi penghasil baja terbesar di China, Hebei, kapasitas produksi baja akan dibatasi sebanyak 200 juta ton di 2020, turun dari 286 juta ton di tahun 2013. 


(RHG/gus) Next Article China Ingin Ramah Lingkungan, Harga Batu Bara Turun 0,3%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular