
UOB: BI Masih Bisa Naikkan Bunga Acuan Lagi
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
04 July 2018 16:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) boleh jadi satu-satunya otoritas moneter yang paling reaktif terhadap perubahan ekonomi global saat ini. Ini tercermin dari intervensi moneter yang dilakukan, menaikkan suku bunga acuan hingga 100 bps sepanjang 2018.
Enrico Tanuwidjaya, Kepala Ekonom UOB Indonesia, memperkirakan BI masih akan agresif pada tahun ini. BI diproyeksikan akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps, sesuai visi misi Gubernur BI Perry Warjiyo yang lebih pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.
"Proyeksi kenaikan ini memang begitu kuat, mengingat selain faktor suku bunga acuan AS, faktor perang dagang dan harga minyak juga bisa mempengaruhi. Terlebih European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) akan mulai menormalisasi kebijakan moneternya pada 2019," sebut Enrico dalam risetnya yang diterima di Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Dengan kondisi arus modal asing yang sulit dikendalikan, lanjut Enrico, kenaikan suku bunga acuan menjadi harapan dalam jangka pendek untuk mencegah terjadinya arus modal asing. Namun, kenaikan suku bunga acuan memiliki risiko tersendiri yaitu pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan suku bunga acuan akan mendorong bunga kredit naik. Oleh karena itu, kebijakan BI dengan merelaksasi kredit perumahan melalui pelonggaran uang muka merupakan langkah yang tepat.
"BI juga melakukan relaksasi kebijakan lain yaitu instrumen GWM Averaging. Instrumen ini diluncurkan dengan tujuan agar bank-bank tetap mampu menjaga likuiditas tanpa harus menaikkan suku bunga kredit," sebut Enrico.
Oleh karena itu, Enrico menilai tidak alasan bagi bank-bank untuk menaikkan suku bunga terlalu cepat. Kenaikan suku bunga acuan masih bisa diserap oleh pasar.
(aji/aji) Next Article Corona Pengaruhi Pariwisata Hingga Investasi, Ini Respons BI
Enrico Tanuwidjaya, Kepala Ekonom UOB Indonesia, memperkirakan BI masih akan agresif pada tahun ini. BI diproyeksikan akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps, sesuai visi misi Gubernur BI Perry Warjiyo yang lebih pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.
"Proyeksi kenaikan ini memang begitu kuat, mengingat selain faktor suku bunga acuan AS, faktor perang dagang dan harga minyak juga bisa mempengaruhi. Terlebih European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) akan mulai menormalisasi kebijakan moneternya pada 2019," sebut Enrico dalam risetnya yang diterima di Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Kenaikan suku bunga acuan akan mendorong bunga kredit naik. Oleh karena itu, kebijakan BI dengan merelaksasi kredit perumahan melalui pelonggaran uang muka merupakan langkah yang tepat.
"BI juga melakukan relaksasi kebijakan lain yaitu instrumen GWM Averaging. Instrumen ini diluncurkan dengan tujuan agar bank-bank tetap mampu menjaga likuiditas tanpa harus menaikkan suku bunga kredit," sebut Enrico.
Oleh karena itu, Enrico menilai tidak alasan bagi bank-bank untuk menaikkan suku bunga terlalu cepat. Kenaikan suku bunga acuan masih bisa diserap oleh pasar.
(aji/aji) Next Article Corona Pengaruhi Pariwisata Hingga Investasi, Ini Respons BI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular