
Cadangan AS Makin Langka, Harga Minyak Naik 0,7%
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
04 July 2018 10:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) bergerak menguat 0,70% ke US$74,66/barel, sementara Brent yang menjadi acuan di Benua Eropa juga naik 0,53% ke US$78,17/barel, pada perdagangan hari ini Rabu (04/07/2108) hingga pukul 10.00 WIB.
Pada perdagangan kemarin, light sweet bahkan sempat melebihi angka US$75/barel, pertama kalinya sejak November 2014. Meski demikian, harga minyak AS berangsur-angsur menurun hingga akhirnya ditutup menguat hanya 0,27%. Hari ini reli harga sang emas hitam nampaknya berlanjut disokong oleh cadangan minyak AS yang kembali diestimasikan anjlok.
American Petroleum Institute (API) melaporkan cadangan minyak pada pekan yang berakhir 29 Juni sebesar 416,9 juta barel atau turun 4,5 juta barel dibandingkan pekan sebelumnya. Penurunan ini lebih tajam dibandingkan konsensus pasar yaitu 3,5 juta barel.
Salah satu penyebab merosotnya cadangan minyak AS adalah pasokan dari Kanada. Fasilitas minyak milik Syncrude mengalami kerusakan dan harus diperbaiki sehingga menurunkan pasokan sebanyak 350.000 barel/hari. Fasilitas ini diperkirakan baru mulai beroperasi kembali selepas Juli.
Data resmi cadangan minyak mentah AS akan diumumkan oleh US Energy Information Administration pada hari Kamis, 5 Juli 2018 pukul 22.00 WIB.
Selain itu, sentimen positif lainnya bagi harga minyak datang dari rencana pemerintah AS untuk menghentikan ekspor minyak Iran, dengan cara mengajak seluruh negara untuk membeli minyak asal Negeri Persia.
Meski demikian, Iran tidak gentar. Presiden Hassan Rouhani menegaskan Iran tidak segan untuk menganggu pengiriman minyak dari negara-negara tetangganya.
"AS mengklaim mereka akan menghentikan ekspor minyak Iran. Tidak mungkin Iran tidak bisa mengekspor sementara negara lain di kawasan ini tetap bisa mengekspor. Mengasumsikan Iran menjadi satu-satunya produsen minyak yang tidak bisa mengekspor adalah sebuah kesalahan. AS tidak akan bisa menghambat pendapatan Iran dari minyak," papar Rouhani dalam sebuah video di situs kepresidenan seperti dikutip Reuters.
Sejumlah pejabat teras di Iran sebelumnya mengancam akan memblokade Selat Hormuz jika AS masih bertindak semena-mena. Selat Hormuz merupakan salah satu rute pengiriman utama.
Dua perkembangan ini memicu persepsi bahwa pasokan minyak dunia akan seret. Ketika pasokan berkurang, maka lumrah jika harga naik. Terlebih, kisruh politik dan ekonomi di Libya dan Venezuela juga telah menghambat pasokan dari kedua anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tersebut.
Di sisi lain, dalam merespon potensi kelangkaan pasokan minyak global ini, OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) telah sepakat untuk meningkatkan produksi minyak mentah sekitar 1 juta barel per hari (bph), sejak Bulan Juli 2018.
Sentimen ini kemudian diperkuat oleh Raja Salman dari Arab Saudi yang menjanjikan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan produksi minyak jika dibutuhkan. Saudi juga disebutkan mengklaim bisa melonggarkan ruang peningkatan hingga 2 juta bph.
Kemudian, pada hari Selasa (3/7/2018), perusahaan Abu Dhabi National Oil Co. (ADNOC) asal Uni Emirat Arab juga menyampaikan bahwa mereka data menggenjot produksi beberapa ratus ribu barel per hari jika diperlukan.
Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters, produksi OPEC malah sudah akan meningkat pada Bulan Juni ini. Organisasi kartel minyak tersebut diperkirakan akan memproduksi minyak sebesar 32,32 juta bph pada Juni 2018, atau naik 320.000 bph dari Bulan Mei. Jika terealisasikan, maka produksi OPEC Bulan Juni akan menjadi yang tertinggi di tahun ini.
Serangkaian sentimen negatif inilah yang menipiskan penguatan harga minyak kemarin, dan juga berpotensi menahan penguatan harga sang emas hitam hari ini.
(RHG/RHG) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Pada perdagangan kemarin, light sweet bahkan sempat melebihi angka US$75/barel, pertama kalinya sejak November 2014. Meski demikian, harga minyak AS berangsur-angsur menurun hingga akhirnya ditutup menguat hanya 0,27%. Hari ini reli harga sang emas hitam nampaknya berlanjut disokong oleh cadangan minyak AS yang kembali diestimasikan anjlok.
![]() |
American Petroleum Institute (API) melaporkan cadangan minyak pada pekan yang berakhir 29 Juni sebesar 416,9 juta barel atau turun 4,5 juta barel dibandingkan pekan sebelumnya. Penurunan ini lebih tajam dibandingkan konsensus pasar yaitu 3,5 juta barel.
Data resmi cadangan minyak mentah AS akan diumumkan oleh US Energy Information Administration pada hari Kamis, 5 Juli 2018 pukul 22.00 WIB.
Selain itu, sentimen positif lainnya bagi harga minyak datang dari rencana pemerintah AS untuk menghentikan ekspor minyak Iran, dengan cara mengajak seluruh negara untuk membeli minyak asal Negeri Persia.
Meski demikian, Iran tidak gentar. Presiden Hassan Rouhani menegaskan Iran tidak segan untuk menganggu pengiriman minyak dari negara-negara tetangganya.
"AS mengklaim mereka akan menghentikan ekspor minyak Iran. Tidak mungkin Iran tidak bisa mengekspor sementara negara lain di kawasan ini tetap bisa mengekspor. Mengasumsikan Iran menjadi satu-satunya produsen minyak yang tidak bisa mengekspor adalah sebuah kesalahan. AS tidak akan bisa menghambat pendapatan Iran dari minyak," papar Rouhani dalam sebuah video di situs kepresidenan seperti dikutip Reuters.
Sejumlah pejabat teras di Iran sebelumnya mengancam akan memblokade Selat Hormuz jika AS masih bertindak semena-mena. Selat Hormuz merupakan salah satu rute pengiriman utama.
Dua perkembangan ini memicu persepsi bahwa pasokan minyak dunia akan seret. Ketika pasokan berkurang, maka lumrah jika harga naik. Terlebih, kisruh politik dan ekonomi di Libya dan Venezuela juga telah menghambat pasokan dari kedua anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tersebut.
Di sisi lain, dalam merespon potensi kelangkaan pasokan minyak global ini, OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) telah sepakat untuk meningkatkan produksi minyak mentah sekitar 1 juta barel per hari (bph), sejak Bulan Juli 2018.
Sentimen ini kemudian diperkuat oleh Raja Salman dari Arab Saudi yang menjanjikan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan produksi minyak jika dibutuhkan. Saudi juga disebutkan mengklaim bisa melonggarkan ruang peningkatan hingga 2 juta bph.
Kemudian, pada hari Selasa (3/7/2018), perusahaan Abu Dhabi National Oil Co. (ADNOC) asal Uni Emirat Arab juga menyampaikan bahwa mereka data menggenjot produksi beberapa ratus ribu barel per hari jika diperlukan.
Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters, produksi OPEC malah sudah akan meningkat pada Bulan Juni ini. Organisasi kartel minyak tersebut diperkirakan akan memproduksi minyak sebesar 32,32 juta bph pada Juni 2018, atau naik 320.000 bph dari Bulan Mei. Jika terealisasikan, maka produksi OPEC Bulan Juni akan menjadi yang tertinggi di tahun ini.
Serangkaian sentimen negatif inilah yang menipiskan penguatan harga minyak kemarin, dan juga berpotensi menahan penguatan harga sang emas hitam hari ini.
(RHG/RHG) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular