Bunga Acuan BI Sudah Naik, Kok Rupiah Masih Melemah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 July 2018 17:07
Risiko Masih Bayangi Rupiah
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Ke depan, tekanan terhadap rupiah sepertinya masih akan terus terjadi. Pasalnya, potensi The Fed menaikkan suku bunga secara agresif akan semakin terkonfirmasi menyusul data-data ekonomi AS yang terus membaik. 

Akhir pekan ini, akan ada lagi rilis data yang bisa menggerakkan pasar yaitu kondisi ketenagakerjaan periode Juni 2018. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan perekonomian AS menciptakan 195.000 lapangan kerja pada Juni.  

Ini membuat angka pengangguran berada di 3,8%. Angka pengangguran ini merupakan yang terendah dalam 18 tahun terakhir. 

Membaiknya ekonomi AS membuat kebutuhan untuk mengetatkan kebijakan moneter semakin besar, dalam rangka menghindarkan perekonomian dari bahaya overheating. Ketika suku bunga AS naik, maka arus modal akan semakin tersedot ke Negeri Adidaya sehingga greenback semakin berjaya terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah. 

Kedua adalah harga minyak. Ke depan, ada kemungkinan harga minyak dunia naik akibat sanksi ekonomi terhadap Iran dan Venezuela yang semakin di depan mata. Kenaikan harga minyak akan membuat defisit neraca perdagangan Indonesia semakin dalam.

Sepanjang Januari-Mei 2018, neraca migas Indonesia mencatatkan defisit US$ 5,03 miliar. Jika harga minyak semakin tinggi, maka defisit ini bisa tambah menganga.

Defisit di neraca migas akan menyeret neraca perdagangan secara keseluruhan ke zona negatif. Ketika neraca perdagangan defisit, maka transaksi berjalan (current account) pun terancam.

Apabila defisit transaksi berjalan kian bertambah, maka rupiah akan semakin kehilangan pijakan untuk menguat. Sebab, aliran devisa yang berasal dari perdagangan barang dan jasa menjadi seret, padahal ini merupakan sumber devisa yang bertahan lama (sustain).  

Rupiah akan terus mengandalkan aliran modal portofolio alias hot money untuk menguat. Dengan sifat hot money yang mudah datang dan pergi, penguatan rupiah pun sulit untuk bertahan lama. 

Perang dagang juga bisa menjadi salah satu risiko bagi rupiah. Saat perang dagang memanas, maka investor akan cenderung bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk yang berbasis rupiah. 

Saat pasar keuangan Indonesia ditinggalkan karena investor lari ke pelukan safe haven assets, maka rupiah akan semakin tertekan. Padahal rupiah praktis hanya mengandalkan arus modal di sektor keuangan untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular