Rilis Data Inflasi Selamatkan IHSG, Sesi I Menguat 0,12%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 July 2018 12:25
Rilis data inflasi menjadi penyelamat wajah IHSG sampai dengan siang hari ini.
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,12% pada akhir sesi 1 ke level 5.806,10. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,36%, indeks Kospi turun 1,59%, indeks Shanghai turun 1,13%, dan indeks Strait Times turun 0,65%.

Nilai transaksi tercatat sebesar 3,4 triliun dengan volume sebanyak 67,9 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 205.009 kali.

Rilis data inflasi menjadi penyelamat wajah IHSG sampai dengan siang hari ini. Pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi periode Juni, IHSG yang sebelumnya terkoreksi langsung naik ke zona hijau.

BPS mengumumkan inflasi bulanan sebesar 0,59%, sementara inflasi tahunan diumumkan sebesar 3,12%. Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia (0,51% MoM/2,97% YoY).

Kuatnya data inflasi tersebut mengonfirmasi persepsi yang sempat timbul bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah membaik. Sebelumnya, persepsi ini timbul seiring kencangnya impor barang konsumsi pada bulan Mei.

Saham barang-barang konsumsi pun menjadi incaran investor; sektor barang konsumsi menguat hingga 1,74%, menjadikannya kontributor terbesar bagi penguatan IHSG. Saham-saham sektor barang konsumsi yang diburu investor diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+5,59%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+3,87%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+3,28%), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (+3,21%), dan PT Kimia Farma Tbk/KAEF (+0,85%).

Di sisi lain, penguatan IHSG dibatasi oleh pelemahan rupiah. Hingga siang hari ini, rupiah melemah 0,38% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.380. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada hari Jumat kemarin (29/6/2018) terbukti belum ampuh untuk mengangkat kinerja mata uang domestik.

Dari sisi eksternal, sentimen juga kurang kondusif bagi bursa saham. Pada hari Sabtu (30/6/2018), manufacturing PMI periode Juni versi China Federation of Logistics and Purchasing diumumkan di level 51,5, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters di level 51,6.

Kemudian pada hari ini, data yang sama versi Markit diumumkan di level 51, lagi-lagi lebih rendah dari konsensus yang sebesar 51,1.

Sebagai catatan, angka di atas 50 menandakan adanya ekspansi sektor manufaktur jika dibandingkan periode sebelumnya. Namun, angka yang lebih rendah dari konsensus menunjukkan bahwa ekspansinya tak sekencang yang diharapkan pelaku pasar.

Bagi perekonomian seperti China yang sangat mengandalkan sektor manufaktur, lambatnya ekspansi di sektor ini tentu mengancam laju perekonomian yang juga tengah diterpa sentimen negatif dari aktivitas pemerintahnya dalam mengurangi tumpukan utang sektor swasta yang menggunung. Terlebih, risiko perang dagang juga terus mengintai, bahkan sudah meluas menjadi perang di bidang investasi.

Mengingat posisi China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, kabar tersebut tentu bukan berita baik bagi pasar saham.
(ank/hps) Next Article Inflasi di Bawah Ekspektasi, Saham Barang Konsumsi Tertekan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular