Naiknya Suku Bunga BI Menahan Kejatuhan Rupiah, Kok Bisa?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 June 2018 20:24
Naiknya Suku Bunga BI Menahan Kejatuhan Rupiah, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Hampir sepekan ini, Rupiah tertekan. Sentimen yang membuat rupiah meradang sebagian besar asalnya dari global, bukan dari dalam negeri.
 
Lalu, tetiba Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 7-day Reverse Repo Rate. Rupiah langsung adem. Nilai mata uang Garuda menguat, diikuti instrumen investasi lain yaitu pasar saham dan obligasi.
 
Seharusnya, secara ilmu ekonomi, kenaikan suku bunga acuan justru membuat pasar surat utang terkapar. Namun, kali ini angin sentimen dari luar negeri lebih kencang datang, yaitu dari AS.
 
Saat terkena imbas sentimen negatif pasar global itulah, rupiah dan pasar investasi tertekan.
 
Biasanya, investor asing yang menjadi kunci dan jangkar dari investasi di dalam negeri akan mencari instrumen investasi yang lebih aman, yaitu membeli dolar AS atau membeli obligasi negara AS (US Treasury).
 
Keluarlah mereka dari instrumen investasi dalam negeri seperti di pasar saham dan pasar surat utang (obligasi).
 
Adanya arus dana keluar (outflow) investor asing yang besar, berpotensi menurunkan nilai tukar rupiah karena investor asing akan melepas rupiah di pasar dan menukarnya dengan cara membeli dolar AS.
 
Setiap terjadi tekanan jual rupiah yang besar akan membuat nilai tukar mata uang Garuda terkoreksi, dan pembelian masif dolar AS akan membuat posisi dolar terapresiasi (naik).
 
TIM RISET CNBC INDONESIA



Karena level Indonesia adalah negara berkembang. Investasi di negara berkembang dianggap sebagai aset lebih berisiko (riskier asset) dibandingkan dengan instrumen dari negara maju, khususnya dari AS.
 
Yield US Treasury dan mata uang dolar AS menjadi acuan khususnya untuk investasi global, yang biasa dianggap sebagai instrumen yang bebas risiko (risk free rate) bagi investor global. 
 
Investor tentu berharap dari kenaikan dari suku bunga The Fed, yang nantinya akan mengangkat yield US Treasury di pasar sekunder. 
 
Ketika isu perang dagang memanas, apalagi ditambah faktor rencana kenaikan suku bunga The Fed, maka akan menjadi momentum investor global menjual investasinya di negara berkembang salah satunya Indonesia.
 
Untuk itu, Bank Indonesia merasa perlu menaikkan suku bunga acuannya di dalam negeri. 
 
Gunanya adalah untuk menjadikan instrumen investasi di dalam negeri terutama di sektor keuangan seperti pasar saham dan pasar obligasi lebih menarik lagi bagi investor asing, khususnya obligasi negara.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Surat berharga negara (SBN) adalah instrumen utang yang diterbitkan pemerintah, umumnya memiliki suku bunga tetap (di luar seri berbunga mengambang dan non-bunga). 
 
Pembagian kupon, atau istilahnya 'bagi hasil' bagi surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara), dilakukan berkala yaitu setiap 6 bulan sekali, meskipun seri ORI dan Sukri dibagian setiap bulan sekali.
 
Misalnya, pemerintah menerbitkan seri FRX0099 bertenor 5 tahun yang berbunga 6% pada Januari 2018 senilai total Rp10 triliun. Saat itu, suku bunga acuan 4,25%.
 
Setiap tahunnya, pemerintah harus membayar kupon bunga Rp 600 miliar (belum dikurangi pajak) kepada investor dalam 2 kali pembayaran, masing-masing Rp 300 miliar yaitu setiap Juni dan Januari tahun depannya lagi. 
 
Lalu pada 29 Juni 2018 suku bunga ditetapkan naik menjadi 5,25%.
 
Di sisi lain, pemerintah berniat menerbitkan obligasi seri FRX0100 bertenor 5 tahun pada Juli 2018. 
 
Kupon bunga FRX0100 yang diterbitkan ketika suku bunga acuan sudah naik ke 5,25% tentunya akan lebih tinggi dibandingkan dengan FRX0099, karena bunga acuannya hanya 4,25% ketika FRX0099 diterbitkan. Katakanlah, kupon bunga FRX0100 diprediksi akan berkisar pada 6,5%.
 
Karena itulah, investor asing yang tadinya berniat melepaskan investasinya di SBN akan berpikir lagi untuk bertahan dan/atau kembali masuk ke pasar.
 
Masuk ke pasar Indonesia bisa berarti membeli rupiah kembali, yang membuat nilai tukar rupiah turut menguat.
 
Karena itu, sebagai orang Indonesia, berinvestasi di dalam negeri haruslah dimulai. Semakin banyak orang Indonesia berinvestasi, maka dapat mengurangi ketergantungan pasar keuangan dari investor asing.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular