Ekspektasi Suku Bunga Acuan Naik, IHSG Anjlok 1,64%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 June 2018 12:29
Sampai dengan akhir sesi 1, IHSG anjlok 1,64% ke level 5.692,87.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Sampai dengan akhir sesi 1, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,64% ke level 5.692,87. IHSG bahkan sempat menyentuh level terendahnya di level 5.662,93.

Nilai transaksi tercatat sebesar 3,86 triliun dengan volume sebanyak 5,12 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 260.229 kali.

Anjloknya IHSG disebabkan oleh sentimen domestik dan eksternal. Dari dalam negeri, pelaku pasar melakukan aksi jual atas saham-saham perbankan seiring dengan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang rencananya akan diumumkan besok; sektor jasa keuangan melemah 1,32%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.

Kenaikan suku bunga acuan memang berpotensi mengancam profitabilitas perbankan. Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank CIMB Niaga Tbk/BNGA (-2,55%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-2,11%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,06%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,05%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-0,76%).

Lebih lanjut, objektif dari kebijakan tersebut yakni menstabilisasi nilai tukar nampak gagal total. Sampai dengan siang hari ini, rupiah melemah 0,75% di pasar spot ke level Rp 14.280/dolar AS. Bahkan, rupiah sempat melemah sampai ke level Rp 14.285/dolar AS.

Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 225,5 miliar.

AS Kembali Protektif
Dari sisi eksternal, kebijakan pemerintahan AS untuk memperketat investasi perusahaan asal China pada perusahaan teknologi AS telah memantik aksi jual di pasar saham. Pemerintah AS memutuskan untuk memperkuat Committee on Foreign Investment in the United States guna melindungi teknologi sensitif yang dimiliki perusahaan-perusahaan disana.

Menggunakan kerangka baru yang diperkuat, kini komite tersebut bisa memblokir joint venture antara perusahaan asal China dengan AS jika menyangkut teknologi yang dianggap penting.

Sebelumnya, komite bisa memblokir rencana akuisisi oleh pihak China namun tak bisa memblokir joint venture antar keduanya.

"Kami akan memiliki sarana-sarana yang dibutuhkan untuk membatasi investasi, baik itu dari China maupun negara lainnya," papar Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin. "Kami tidak sedang menargetkan China, tapi kami akan melindungi transfer teknologi ke China serta (transfer) pada bidang-bidang penting lainnya."

Walaupun pendekatan yang digunakan lebih halus dari yang diisukan sebelumnya yakni mendeklarasikan kondisi darurat ekonomi dan menerapkan International Emergency Economic Powers Act, kebijakan AS sangat mungkin untuk memantik reaksi balasan dari pihak China.

Korea Utara Berkhianat?
Masih berbicara mengenai sentimen eksternal, kondisi geopolitik juga bisa dikatakan penuh dengan ketidakpastian. Terlepas dari perjanjiannya dengan AS untuk melakukan denuklirisasi, terdapat indikasi bahwa Korea Utara justru meningkatkan kapasitas dari fasilitas penelitian nuklir yang dimilikinya secara signifikan.

Informasi ini diketahui dari foto satelit yang didapatkan oleh 38 North, sebuah proyek asal AS yang bertugas mengumpulkan informasi dari berbagai pihak yang sudah lama mengamati Korea Utara.

"Pembangunan infrastruktur berlanjut di Yongbyon (satu-satunya fasilitas penelitian nuklir milik Korea Utara yang diketahui)," papar Redaktur Pelaksana 38 North Jenny Town melalui akun Twitter.
(ank/hps) Next Article Investor Asing Masih Ogah Sentuh Saham Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular