Bos BI Ungkap Penyebab Derasnya Capital Outflow dari RI

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
24 June 2024 12:19
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan penyebab derasnya arus modal keluar atau outflow yang dialami aset keuangan Indonesia. Menurut Perry, aliran modal asing keluar meningkat pada Maret 2024, saat itu pasar uang RI libur panjang selama 10 hari dalam rangka Idul Fitri 2024.

Saat itu, kata Perry, pasar berekspektasi Fed Fund Rate (FFR) akan turun sebanyak 2-4 kali. Namun, hal ini tidak terjadi, karena FFR hanya akan turun sebanyak satu kali pada akhir tahun. Ini seiring dengan perkembangan ekonomi AS.

"Waktu itu terjadi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," papar Perry Warjiyo, di Raker Komisi XI, Senin (24/6/2024).

Menurut Perry, SBN mengalami outflow sebesar Rp 15,60 triliun dan SRBI juga mengalami arus keluar mencapai Rp 3,56 triliun.

"Itu yang menyebabkan kami harus memperkuat langkah-langkah moneter untuk memperkuat rupiah," kata Perry.

BI melakukan tiga cara untuk melakukan stabilitas rupiah. Pertama, intervensi dengan cadangan devisa. "Sehingga cadangan devisa yang semua di atas US$ 140 miliar, menjadi US$ 139 miliar," ujar Perry.

Sampai sekarang pun, ungkap Perry, BI terus melakukan intervensi. Namun, tidak hanya dengan intervensi cadangan devisa, BI juga melakukan intervensi melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan underlying SBN. BI menawarkan SRBI kepada investor. Tenor yang ditawarkan yakni 3, 6, dan 12 bulan.

"Oleh karena itu, supaya laku ya suku bunga SRBI-nya kami naikkan," kata Perry.

Jika kondisinya membaik, dia memastikan suku bunganya bisa kembali diturunkan. Pada saat gejolak di Maret dan April, BI melakukan lelang SRBI dan menaikkan suku bunga dalam rangka menekan outflow.

Ketiga, BI menaikkan suku bunga pada April 2024. Ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

"Kami memastikan inflasi 2024-2025 cukup rendah. Oleh karena itu, pada bulan April, BI menggunakan 3 instrumen," tegasnya.

Alhasil, rupiah pun menguat ke kisaran Rp 15.800 - Rp 16.000 per dolar AS. Namun, rupiah kembali tertekan pada Juni 2024. Selain kondisi global mulai dari FFR, US Treasury hingga kebijakan ECB, BI mencatat ada dua penyebab pelemahan rupiah dari domestik.

Faktor domestik pertama, permintaan dolar dari korporasi tinggu untuk repatriasi dividen dan pembayaran utang. Kedua adalah adanya persepsi pasar terkait dengan kesinambungan fiskal ke depan.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Sah! BI Rate Ditahan di Level 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular