Harga Minyak Melesat, Sektor Pertambangan Malah Anjlok

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 June 2018 11:07
Terlepas dari meroketnya harga minyak mentah dunia, nyatanya sektor pertambangan menjadi sektor dengan kinerja terburuk pada hari ini.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Terlepas dari meroketnya harga minyak mentah dunia, nyatanya sektor pertambangan menjadi sektor dengan kinerja terburuk pada hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor pertambangan melemah hingga 2,76%.

Saham-saham sektor pertambangan yang dilepas oleh investor diantaranya: PT Bukit Asam Tbk/PTBA (-6,19%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (-2,35%), PT Vale Indonesia Tbk/INCO (-3,28%), PT Bumi Resources Tbk/BUMI (-5,29%), dan PT Medco Energi Internasional Tbk/MEDC (-2,93%).

Padahal pada pagi hari tadi, sektor ini sempat menguat sebesar 0,56% dan menjadikannya kontributor terbesar ketiga bagi penguatan IHSG.

Kemarin (27/6/2018), harga minyak mentah WTI naik 2,59%, sementara minyak brent naik 1,19%. Anjloknya cadangan minyak AS menjadi motor utama yang mendorong harga naik. Kemarin, cadangan minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 22 Juni diumumkan turun sebanyak 9,9 juta barel, jauh melebihi konsensus yang memproyeksikan penurunan sebesar 2,4 juta barel saja.

Namun, penguatan harganya minyak mentah kemarin terbukti tak mampu menopang kenaikan harga saham-saham emiten pertambangan dalam waktu yang lama. Pasalnya, prospek harga minyak sejatinya tak bagus-bagus amat. Hal ini terlihat dari harganya yang tergelincir ke zona merah pada hari ini: harga minyak mentah WTI turun 0,36%, sementara minyak brent turun 0,22%.

Pemerintahan AS kini telah resmi memperketat investasi perusahaan asal China pada perusahaan teknologi AS dengan memperkuat Committee on Foreign Investment in the United States. Menggunakan kerangka baru yang diperkuat, kini komite tersebut bisa memblokir joint ventures antara perusahaan asal China dengan AS jika menyangkut teknologi yang dianggap penting. Sebelumnya, komite bisa memblokir rencana akuisisi oleh pihak China namun tak bisa memblokir joint venture antar keduanya.

Walaupun pendekatan yang digunakan lebih halus dari yang diisukan sebelumnya yakni mendeklarasikan kondisi darurat ekonomi dan menerapkan International Emergency Economic Powers Act, kebijakan AS sangat mungkin untuk memantik reaksi balasan dari pihak China.

Jika perang di sektor investasi terjadi, tentu permintaan minyak mentah akan tertekan.

Kemudian, produksi minyak mentah AS yang stabil di angka 10,9 juta barel/hari juga ikut membebani harga. Meski tingkat pertumbuhannya melambat, saat ini produksi minyak sang negeri adidaya sudah mendekati tingkat produksi 11 juta barel/hari. Kapasitas sebesar itu sebelumnya hanya dapat dicapai oleh Rusia.

Perkembangan tersebut pada akhirnya membuat pelaku pasar meragukan prospek harga minyak dan komoditas lainnya di masa depan. Saham-saham emiten pertambangan pun menjadi bulan-bulanan investor.
(ank/hps) Next Article PP Harga Khusus Terbit, Saham Batu Bara Tertekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular