PP Harga Khusus Terbit, Saham Batu Bara Tertekan

Anthony Kevin & Tito Bosnia, CNBC Indonesia
07 March 2018 14:10
Selain itu, koreksi harga minyak juga memicu penurunan saham pertambangan, sehingga indeks sektor pertambangan yang anjlok hingga 2,93%.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham-saham emiten batu bara terkoreksi menyusul rencana pemerintah yang dalam waktu dekat akan menerbitkan peraturan terbaru guna mendukung rencananya mengatur harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, koreksi harga minyak juga memicu penurunan saham pertambangan, sehingga indeks sektor pertambangan yang anjlok hingga 2,93%.

Sesuai draft yang diterima CNBC Indonesia, pada PP 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara akan disisipkan satu pasal, yakni Pasal 85A. Isi Pasal 85A itu adalah: Dalam rangka pemenuhan kebutuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1), Menteri menetapkan harga jual batubara tersendiri. Adapun draft tersebut tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Joko Widodo.

Walaupun hal tersebut bisa berdampak positif terhadap daya beli masyarakat dikarenakan tarif listrik tidak akan berfluktuasi secara signifikan, pendapatan dari emiten-emiten batu bara yang menyuplai ke PLN dipastikan akan tertekan.

Menurut Vice President PT Samuel Sekuritas Indonesia Alfatih, aturan tersebut akan mengganggu kinerja perusahaan batu bara karena ada pembatasan harga, sehingga membatasi harga jual ke dalam negeri yang ujung-ujungnya bisa mengurangi potensi pendapatan. Penetapan harga tersebut juga tidak diimbangi dengan peningkatan kebutuhan dari PT PLN (Persero).

"Ada aturan-aturan pemerintah tentang pembatasan harga batu bara yang mempengaruhi harga saham pertambangan batu bara terkoreksi. Lalu ada ketidaksesuaian antara produsen batu bara dengan PLN dalam hal penyerapan produksi batu bara", ujar Alfatih, saat dihubungi CNBC Indonesia (07/03/2018).

Analis Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto menambahkan, aksi ambil untung (profit taking) juga menjadi pemicu terkoreksinya harga-harga saham sektor pertambangan.

"Jadi profit taking salah satu alasannya, apalagi sekarang mulai ada tekanan yang artinya pada menjual saham", tambah David.

Beberapa saham emiten batu bara yang mengalami koreksi signifikan diantaranya: PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terkoreksi 6,01%, PT Darma Henwa Tbk (DEWA) terkoreksi 8,77%, dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terkoreksi sebesar 4,43%.



Harga Minyak
Anjloknya sektor pertambangan tersebut tidak lain disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia. Hingga berita ini diturunkan, harga minyak mentah jenis WTI turun 0,85% ke level US$ 62,07/barel, sementara brent turun 0,84% ke level US$ 65,24/barel.

Beberapa saham sektor pertambangan sub-sektor minyak dan gas yang melemah signifikan diantaranya: PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) turun 7,46%, saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) turun 4,75%, saham PT Elnusa Tbk (ELSA) turun 3,53%, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI) turun 5,43%.

Pelaku pasar nampak terkejut oleh keputusan Gary Cohn selaku penasihat ekonomi dari Presiden AS Donald Trump untuk mengundurkan diri dari posisinya. Mantan petinggi Goldman Sachs tersebut dipaksa angka kaki dari gedung putih pasca Trump bersikukuh untuk menerapkan kebijakan pengenaan bea masuk untuk baja dan aluminium masing-masing sebesar 25% dan 10%.

Seperti diketahui, Cohn merupakan salah satu sosok yang gencar menyuarakan perlawanan terhadap kebijakan proteksionisme. Mundurnya Cohn lantas dianggap pelaku pasar bahwa Trump bukan hanya menggertak ketika mengumumkan kebijakan tersebut minggu lalu; potensi perang dagang dalam skala global lantas menjadi sangat nyata.

Jika hal ini yang pada akhirnya terjadi, pemulihan ekonomi dunia dipastikan terganggu sehingga permintaan atas minyak pun akan turun.

Sentimen negatif bagi harga minyak juga datang dari rilis data cadangan minyak mentah AS oleh American Petroleum Institute pada hari Selasa waktu setempat. Cadangan minyak mentah AS pada minggu lalu diketahui bertambah sebesar 5,67 juta barel untuk minggu yang berakhir pada 2 Maret.

Padahal, kenaikan cadangan pada minggu yang berakhir pada 23 Februari lalu hanya sebesar 3 juta barel. Data resmi dari U.S. Energy Information Administration (EIA) baru akan diumumkan pada malam ini.

Masih pada hari Selasa waktu setempat, EIA menaikkan proyeksinya atas produksi minyak mentah AS menjadi 11,17 juta barel per hari pada kuartal 4 tahun ini. Lantas, AS akan menjadi produsen minyak terbesar dunia, mengalahkan Rusia.

(hps) Next Article Kebijakan China Pengaruhi Harga Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular