
Kajian Analis
Kebijakan China Pengaruhi Harga Batu Bara
Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 February 2018 08:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah keijakan yang diterapkan pemerintah China akan berdampak pada kinerja saham emiten-emiten dalam negeri, khususnya emiten pertambangan. Analis menilai dampak langsung kebijakan pemerintah China tersebut akan terasa pada harga komoditas batu bara yang mulai mengalami perbaikan sejak pertengahan tahun lalu.
Analis Bahana Sekuritas Andrew Franklin Hotama mengatakan terdapat tiga hal dari China yang memengaruhi kontraksi harga batu bara speanjang tahun ini. Antara lain kebijakan standar energi terbarukan China, relaksasi industri semen dan baja dan perkiraan melemahnya tingkat konsumsi China.
"Kebijakan ini akan berdampak pada pendapatan perusahaan IPP batu bara khususnya para pemain kecil, dimana pada 2017 pemain IPP batubara ini mencetak ROE serendah 3-5% karena kenaikan harga batu bara," kata Andrew dalam siaran persnya, Senin (5/2).
Pertama, aturan baru pemerintah China ini memperkenalkan standar energi terbarukan dan mewajibkan seluruh Produsen Pembangkit Independen Cina atau IPPs buat batu bara untuk menetapkan 15% dari total pembangkit listrik portofolio untuk energi terbarukan hingga 2020.
Kedua, tingkat konsumsi China telah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi tahun lalu, sehingga diperkirakan tahun ini akan mengalami koreksi. Ketiga, mengenai kelebihan kapasitas yang terjadi maka diperkirakan akan terjadi perlambatan pasar properti dan pengetatan kredit sebagai dampak relaksasi industri semen dan baja di China.
"Bahana memperkirakan pemerintah Cina akan berupaya untuk membawa harga batu bara secara bertahap kekisaran harga US$ 64-USU$ 76 per ton NEWC equivalent dengan mulai membatasi impor batubara setelah 15 Februari atau melakukan program penggantian batubara," lanjutnya.
Adapun Andrew menyebutkan tiga emiten batu bara yang layak dipertimbangkan sepanjang tahun ini, meski dengan keadaan harga batu bara yang mungkin akan terkoreksi tahun ini, yakni PT Adaro Energy (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA) dan saham PT United Tractors (UNTR).
Kinerja keuangan ADRO diperkirakan masih akan berlanjut positif sepanjang 2018, setelah tahun lalu diperkirakan bakal mencatatkan kenaikan earning per share (EPS) sebesar 64% secara tahunan.
"Bisnis Adaro lebih beragam dibanding perusahaan lainnya, mulai dari pembangkit listrik hingga bisnis batubara yang menjadi bisnis fokusnya. Perseroan juga mampu menjaga stabilitas produksi meski ada gangguan cuaca seperti hujan deras sepanjang tahun lalu, sehingga target produksi batubara sebesar 52 juta ton masih tercapai," jelas dia.
Sementara untuk PTBA, Andrew menilai akan sedikit berdampak mengenai aturan pemerintah yang konsen menurunkan tarif dasar listik. Hal ini sejalan dengan bisnis perseroan yang lebih banyak bermain di pasar domestik, sehingga kinerjanya tidak akan sebaik ADRO namun akan tetap berada di level yang tinggi.
Andrew menilai, penjualan alat berat UNTR tahun ini akan meningkat hingga 5.000 unit tahun ini dari kisaran 3.700 - 3.800 unit sepanjang 2017. Sehingga perkiraan laba perseroan akan naik 53% dari full year 2017.
(hps) Next Article Harga Batu Bara Menguat, Harga Saham PTBA CS Melesat
Analis Bahana Sekuritas Andrew Franklin Hotama mengatakan terdapat tiga hal dari China yang memengaruhi kontraksi harga batu bara speanjang tahun ini. Antara lain kebijakan standar energi terbarukan China, relaksasi industri semen dan baja dan perkiraan melemahnya tingkat konsumsi China.
"Kebijakan ini akan berdampak pada pendapatan perusahaan IPP batu bara khususnya para pemain kecil, dimana pada 2017 pemain IPP batubara ini mencetak ROE serendah 3-5% karena kenaikan harga batu bara," kata Andrew dalam siaran persnya, Senin (5/2).
Kedua, tingkat konsumsi China telah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi tahun lalu, sehingga diperkirakan tahun ini akan mengalami koreksi. Ketiga, mengenai kelebihan kapasitas yang terjadi maka diperkirakan akan terjadi perlambatan pasar properti dan pengetatan kredit sebagai dampak relaksasi industri semen dan baja di China.
"Bahana memperkirakan pemerintah Cina akan berupaya untuk membawa harga batu bara secara bertahap kekisaran harga US$ 64-USU$ 76 per ton NEWC equivalent dengan mulai membatasi impor batubara setelah 15 Februari atau melakukan program penggantian batubara," lanjutnya.
Adapun Andrew menyebutkan tiga emiten batu bara yang layak dipertimbangkan sepanjang tahun ini, meski dengan keadaan harga batu bara yang mungkin akan terkoreksi tahun ini, yakni PT Adaro Energy (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA) dan saham PT United Tractors (UNTR).
Kinerja keuangan ADRO diperkirakan masih akan berlanjut positif sepanjang 2018, setelah tahun lalu diperkirakan bakal mencatatkan kenaikan earning per share (EPS) sebesar 64% secara tahunan.
"Bisnis Adaro lebih beragam dibanding perusahaan lainnya, mulai dari pembangkit listrik hingga bisnis batubara yang menjadi bisnis fokusnya. Perseroan juga mampu menjaga stabilitas produksi meski ada gangguan cuaca seperti hujan deras sepanjang tahun lalu, sehingga target produksi batubara sebesar 52 juta ton masih tercapai," jelas dia.
Sementara untuk PTBA, Andrew menilai akan sedikit berdampak mengenai aturan pemerintah yang konsen menurunkan tarif dasar listik. Hal ini sejalan dengan bisnis perseroan yang lebih banyak bermain di pasar domestik, sehingga kinerjanya tidak akan sebaik ADRO namun akan tetap berada di level yang tinggi.
Andrew menilai, penjualan alat berat UNTR tahun ini akan meningkat hingga 5.000 unit tahun ini dari kisaran 3.700 - 3.800 unit sepanjang 2017. Sehingga perkiraan laba perseroan akan naik 53% dari full year 2017.
(hps) Next Article Harga Batu Bara Menguat, Harga Saham PTBA CS Melesat
Most Popular