BI Siap Naikkan Bunga, Pelemahan Rupiah Terdalam di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2018 16:46

Dari dalam negeri, sebenarnya Bank Indonesia (BI) juga memberi kode siap menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate. Namun kurang dihiraukan oleh pasar.
"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) 27-28 Juni 2018 yang akan datang," sebut pernyataan BI beberapa hari lalu.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengatakan kebijakan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga acuan, yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan.
Wacana kenaikan suku bunga ternyata kalah saing dengan sentimen dari luar negeri, yaitu keperkasaan dolar AS. Padahal, semestinya hawa kenaikan suku bunga bisa positif bagi rupiah.
Kenaikan suku bunga membuat berinvestasi di Indonesia semakin menguntungkan karena memberikan imbalan yang lebih. Ini bisa menjadi pemanis (sweetener) bagi investor asing untuk masuk ke Indonesia, sehingga pada akhirnya aliran modal ini bisa membuat nilai tukar rupiah lebih stabil.
Namun ini tidak terjadi, karena penguatan dolar AS begitu kuat dan tidak terbendung. Malah investor asing hari ini keluar dari pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 833,78 miliar.
Sementara di pasar obligasi, arus modal keluar terlihat dari kenaikan imbal hasil. Pada pukul 16:31 WIB, imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di 7,445%. Naik dibandingkan penutupan kemarin yaitu 7,31%.
Kenaikan imbal hasil adalah pertanda harga obligasi sedang turun. Saat harga turun, artinya ada indikasi terjadi tekanan jual.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) 27-28 Juni 2018 yang akan datang," sebut pernyataan BI beberapa hari lalu.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengatakan kebijakan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga acuan, yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan.
Kenaikan suku bunga membuat berinvestasi di Indonesia semakin menguntungkan karena memberikan imbalan yang lebih. Ini bisa menjadi pemanis (sweetener) bagi investor asing untuk masuk ke Indonesia, sehingga pada akhirnya aliran modal ini bisa membuat nilai tukar rupiah lebih stabil.
Namun ini tidak terjadi, karena penguatan dolar AS begitu kuat dan tidak terbendung. Malah investor asing hari ini keluar dari pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 833,78 miliar.
Sementara di pasar obligasi, arus modal keluar terlihat dari kenaikan imbal hasil. Pada pukul 16:31 WIB, imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di 7,445%. Naik dibandingkan penutupan kemarin yaitu 7,31%.
Kenaikan imbal hasil adalah pertanda harga obligasi sedang turun. Saat harga turun, artinya ada indikasi terjadi tekanan jual.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular