
Selain Faktor Eksternal, Sinyal BI Juga Buat IHSG Anjlok
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 June 2018 09:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,84% pasca libur lebaran ke level 5.883,12. Selain sentimen eksternal seperti normalisasi kebijakan the Federal Reserve yang lebih agresif dan perang dagang, potensi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) terbukti sukses membuat IHSG kocar-kacir.
Hal ini terlihat dari deretan saham-saham yang mendorong IHSG turun. Urutan 4 besar saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG merupakan saham bank BUKU IV, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-4,78%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,32%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-2,7%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-4,97%).
Pasca menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) kembali mengindikasikan normalisasi lanjutan.
"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang," demikian siaran pers BI yang disampaikan Selasa (19/6/2018).
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Masalahnya, ekonomi Indonesia saat ini tengah berjalan lambat, bahkan nampak mustahil untuk menyentuh target pemerintah di level 5,4%. Pada bulan Mei kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2018 di level 5,06% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY.
Kenaikan suku bunga acuan lantas berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit. Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah saja, BI mencatat penyaluran kredit hanya tumbuh sebesar 8,94% YoY per akhir Mei, jauh lebih rendah dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 9,5% YoY serta jauh di bawah target dua-digit yang mereka canangkan.
(ank/hps) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?
Hal ini terlihat dari deretan saham-saham yang mendorong IHSG turun. Urutan 4 besar saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG merupakan saham bank BUKU IV, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-4,78%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,32%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-2,7%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-4,97%).
Pasca menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) kembali mengindikasikan normalisasi lanjutan.
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Masalahnya, ekonomi Indonesia saat ini tengah berjalan lambat, bahkan nampak mustahil untuk menyentuh target pemerintah di level 5,4%. Pada bulan Mei kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2018 di level 5,06% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY.
Kenaikan suku bunga acuan lantas berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit. Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah saja, BI mencatat penyaluran kredit hanya tumbuh sebesar 8,94% YoY per akhir Mei, jauh lebih rendah dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 9,5% YoY serta jauh di bawah target dua-digit yang mereka canangkan.
(ank/hps) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?
Most Popular