
Euforia Rapat The Fed Masih Terasa, Yield Obligasi AS Turun
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 June 2018 10:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan tren penurunan. Pasar obligasi Negeri Paman Sam sepertinya masih menikmati hasil rapat The Federal Reserve/The Fed pekan lalu.
Pada Senin (18/6/2018) pukul 09:40 WIB, yield obligasi AS tenor 10 tahun berada di 2,9114%. Turun dibandingkan akhir pekan lalu yaitu 2,924%.
Yield obligasi AS turun selepas 13 Juni. Penurunan yield berarti harga instrumen ini sedang naik, yang menandakan tingginya permintaan.
Pada 13 Juni waktu setempat, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Tidak hanya itu, The Fed juga membuat pasar sedikit terkejut karena peluang pengetatan moneter ekstra kian terbuka.
Ini terlihat dari dot plot (proyeksi suku bunga dari The Fed negara bagian) yang semakin bergerak ke atas. Pada pertemuan Maret, median dot plot masih menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2018 ada di 2-2,5%. Artinya tinggal butuh sekali kenaikan 25 basis poin lagi, atau menjadi tiga kali kenaikan selama 2018.
Namun pada rapat edisi Juni, median sudah bergerak ke 2,25-2,5%. Ini berarti butuh dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin, sehingga sepanjang 2018 kemungkinan terjadi empat kali kenaikan suku bunga.
Pasar sempat tidak merespons kejutan ini karena menantikan hasil rapat European Central Bank (ECB). Namun hasil pertemuan ECB agak mengecewakan.
ECB memang akan mengurangi dosis stimulus moneter melalui pembelian surat-surat berharga (quantitative easing). Hingga sekarang, ECB masih memborong surat berharga senilai 30 miliar euro (Rp 490,62 triliun) setiap bulannya. Mulai September, nilainya akan dikurangi setengahnya sebelum selesai pada akhir tahun.
Namun untuk menuju ke kenaikan suku bunga acuan, ECB masih memberikan gambaran yang abu-abu. ECB memang memberi sinyal akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga pada pertengahan 2019, tetapi pasar kurang yakin dengan hal itu.
"(Kenaikan suku bunga) pada musim panas 2019 tidak sepenuhnya tepat. Masih ada keinginan untuk melihat seluruh kemungkinan dalam pengambilan keputusan," ujar Mario Draghi, Presiden ECB, dalam konferensi pers sesuai pengumuman hasil rapat edisi Juni, seperti dikutip dari Reuters.
Akibatnya, pelaku pasar memperkirakan ECB baru mengeksekusi kenaikan suku bunga pada September 2019, atau mundur tiga bulan dari proyeksi awal. Saat ini, suku bunga ECB masih dipertahankan di 0,00% untuk refinancing operations, 0,25% untuk lending facility, dan -0,4% untuk deposit facility.
Hasil rapat ECB yang agak mengecewakan membuat investor kembali ke pelukan The Fed, yang dirasa lebih menjanjikan. Aliran modal yang mengarah ke AS membuat aset-aset yang berbasis greenback mendapat momentum penguatan, termasuk obligasi. Tren ini belum terhenti, setidaknya sampai sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Investor Mencari Kenyamanan, Surat Utang RI Ditinggalkan
Pada Senin (18/6/2018) pukul 09:40 WIB, yield obligasi AS tenor 10 tahun berada di 2,9114%. Turun dibandingkan akhir pekan lalu yaitu 2,924%.
![]() |
Yield obligasi AS turun selepas 13 Juni. Penurunan yield berarti harga instrumen ini sedang naik, yang menandakan tingginya permintaan.
Ini terlihat dari dot plot (proyeksi suku bunga dari The Fed negara bagian) yang semakin bergerak ke atas. Pada pertemuan Maret, median dot plot masih menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2018 ada di 2-2,5%. Artinya tinggal butuh sekali kenaikan 25 basis poin lagi, atau menjadi tiga kali kenaikan selama 2018.
Namun pada rapat edisi Juni, median sudah bergerak ke 2,25-2,5%. Ini berarti butuh dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin, sehingga sepanjang 2018 kemungkinan terjadi empat kali kenaikan suku bunga.
Pasar sempat tidak merespons kejutan ini karena menantikan hasil rapat European Central Bank (ECB). Namun hasil pertemuan ECB agak mengecewakan.
ECB memang akan mengurangi dosis stimulus moneter melalui pembelian surat-surat berharga (quantitative easing). Hingga sekarang, ECB masih memborong surat berharga senilai 30 miliar euro (Rp 490,62 triliun) setiap bulannya. Mulai September, nilainya akan dikurangi setengahnya sebelum selesai pada akhir tahun.
Namun untuk menuju ke kenaikan suku bunga acuan, ECB masih memberikan gambaran yang abu-abu. ECB memang memberi sinyal akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga pada pertengahan 2019, tetapi pasar kurang yakin dengan hal itu.
"(Kenaikan suku bunga) pada musim panas 2019 tidak sepenuhnya tepat. Masih ada keinginan untuk melihat seluruh kemungkinan dalam pengambilan keputusan," ujar Mario Draghi, Presiden ECB, dalam konferensi pers sesuai pengumuman hasil rapat edisi Juni, seperti dikutip dari Reuters.
Akibatnya, pelaku pasar memperkirakan ECB baru mengeksekusi kenaikan suku bunga pada September 2019, atau mundur tiga bulan dari proyeksi awal. Saat ini, suku bunga ECB masih dipertahankan di 0,00% untuk refinancing operations, 0,25% untuk lending facility, dan -0,4% untuk deposit facility.
Hasil rapat ECB yang agak mengecewakan membuat investor kembali ke pelukan The Fed, yang dirasa lebih menjanjikan. Aliran modal yang mengarah ke AS membuat aset-aset yang berbasis greenback mendapat momentum penguatan, termasuk obligasi. Tren ini belum terhenti, setidaknya sampai sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Investor Mencari Kenyamanan, Surat Utang RI Ditinggalkan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular