Istana Pasir Penopang Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 May 2018 17:41
Rupiah Disangga Istana Pasir
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Namun meski hampir semua negara terdampak, rupiah menjadi salah satu mata uang dengan depresiasi terdalam. Jadi, ada sesuatu di dalam negeri yang menjadi beban bagi mata uang kebanggaan Tanah Air. 

Fundamental penyokong nilai tukar adalah neraca pembayaran, yang mengukur arus keluar-masuk devisa suatu negara. Ketika devisa yang masuk lebih besar dari yang keluar, maka neraca pembayaran akan surplus dan bisa menjadi penopang yang kuat bagi nilai tukar rupiah. 

Di dalam neraca pembayaran ada juga komponen penting yaitu transaksi berjalan alias current account. Transaksi berjalan mengukur arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bisa diandalkan, karena berkelanjutan (sustain), tidak seperti yang datang dari portofolio di sektor keuangan yang mudah datang dan pergi. 

Di Indonesia, kondisinya agak memprihatinkan. Pada kuartal I-2018, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit US$ 3,85 miliar. Sementara transaksi berjalan juga tekor US$ 5,5 miliar. 

Transaksi berjalan Indonesia memang terakhir kali menikmati surplus pada kuartal III-2011, dan setelah itu terus membukukan defisit. Oleh karena itu, wajar bila rupiah agak rentan terombang-ambing. Sebab arus devisa yang lebih stabil praktis sangat tipis (kalau tidak mau dibilang minus). 

Istana Pasir Penopang RupiahTransaksi berjalan dalam persentase terhadap PDB (Reuters)
 
Oleh karena itu, tidak heran sejak 2011 rupiah terus bergerak melemah. Kala transaksi berjalan masih surplus, dolar AS masih diperdagangkan di kisaran Rp 8.000. Namun selepas itu, rupiah terus melemah dan saat ini berada di level Rp 14.000. 

Istana Pasir Penopang RupiahUSD vs IDR (Reuters)

Tanpa sokongan devisa yang sustain, rupiah hanya mengandalkan komponen kedua dari neraca pembayaran untuk bergerak menguat, yaitu transaksi modal dan finansial. Pada kuartal I-2018, transaksi modal dan finansial memang masih surplus tetapi hanya US$ 1,81 miliar. Jumlah yang tidak mampu menutup lubang besar di transaksi berjalan, sehingga NPI pun terseret ke teritori negatif. 

Menilik situasi tersebut, rasanya pelemahan rupiah yang cukup dalam sepanjang 2018 menjadi wajar adanya. Sebab, fundamental yang menyokong rupiah pun bisa dikatakan rapuh.  

Fundamental penyokong rupiah bagai istana besar, tetapi terbuat dari pasir. Ketika datang ombak dari seberang lautan, istana tersebut bisa luluh lantak. 

Apa yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan suku bunga acuan hanyalah obat jangka pendek untuk menahan laju depresiasi rupiah. Kenaikan suku bunga bisa menarik arus modal untuk masuk ke Indonesia, dan bisa memperkuat transaksi modal dan finansial. Namun mengingat sifat arus modal portofolio yang mudah keluar-masuk, itu bukanlah solusi permanen untuk memperkuat rupiah. 

Oleh karena itu, kuncinya ada di transaksi berjalan. Untuk memperbaiki transaksi berjalan, kita perlu melihat satu per satu komponen yang menyumbang defisit besar. 

Pertama adalah neraca perdagangan migas, yang mengalami defisit US$ 2,26 miliar. Ini karena impor migas yang US$ 6,5 triliun tidak bisa diimbangi oleh ekspornya. 

Untuk mengatasinya, tentu impor migas harus dikurangi. Caranya adalah menggenjot produksi serta membangun fasilitas pengolahan (kilang) dan penyimpanan (storage). Dengan begitu, impor di sisi ini bisa dikurangi. 

Kemudian di sisi pendapatan primer, yang mengalami defisit cukup dalam yaitu US$ 7,89 miliar. Hal ini karena pendapatan dari investasi langsung justru minus US$ 4,69 miliar, artinya dari investasi di sektor riil justru lebih banyak dana yang keluar untuk pembayaran dividen dan sebagainya. Sementara pendapatan investasi portofolio juga negatif US$ 2,42 miliar, tidak lepas dari apa yang kita bahas sebelumnya yaitu seretnya arus modal asing akibat konsentrasi modal ke AS. 

Neraca jasa juga perlu mendapat perhatian, karena mengalami defisit US$ 1,42 miliar. Paling mencolok adalah pembayaran jasa transportasi, yang defisit US$ 1,71 miliar. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaikinya adalah membangun industri logistik nasional seperti perkapalan. 

Selama ini, sektor perkapalan memang didominasi oleh pemain asing sehingga arus devisa pun mengalir keluar. Ini sudah coba dibenahi oleh pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi XV. 

Daftar pekerjaan rumah tersebut memang cukup panjang dan tidak bisa selesai dalam jangka pendek. Namun harus dimulai dan menjadi fokus untuk diperbaiki. 

Jika pekerjaan itu sudah rampung, maka fundamental penopang rupiah bukan lagi istana pasir. Namun sebuah istana megah dan kokoh.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular