Fitch Prediksi Harga Batu Bara Masih Tinggi Sampai 2020

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 May 2018 15:27
Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings, menyebut ada prospek jangka panjang harga batu bara termal Asia terus meningkat.
Foto: REUTERS/Stringer
Beijing, CNBC Indonesia- Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings, menyebut ada prospek jangka panjang harga batu bara termal Asia terus meningkat.

Berdasar asumsi per Mei 2018, lembaga ini memperkirakan harga komoditas ini masih bisa bertahan di angka US$ 75 per ton hingga lewat tahun 2020. Ini sekaligus merevisi asumsi Fitch sebelumnya yang berada di US$ 67 per ton di rilis Oktober lalu. Harga ini berlaku untuk jenis Newscastle kalori 6000.

Menurut Direktur Fitch Jenny Huang kenaikan harga ini seiring peningkatan permintaan dan turunnya investasi baru atas pertambangan batu bara, serta bagaimana aturan bank terkait isu lingkungan semakin ketat.



Perusahaan pertambangan di Asia , kata dia, cenderung menghadapi tekanan margin lebih rendah bila dibandingkan asumsi harga sebelumnya, di mana dengan belanja modal yang lebih rendah pula, mendukung adanya deleveraging. Walau begitu, masih ada lebih banyak kendala pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan baru, sementara risiko refinancing juga dapat meningkat untuk penambang kecil.

Harga batubara saat ini lebih dari US$ 100 per ton untuk Newcastle 6.000 Kcal, hampir mendekati puncak tertinggi lima tahunan, yang utamanya karena peningkatan pasokan di China dan Indonesia. Produksi China meningkat 3% menjadi 3,4 miliar ton pada 2017 dan pemerintah telah menerbitkan panduan untuk produsen meningkatkan produksi hingga 3,7 miliar ton pada 2018 sebagai sumber energi listrik.

Sementara itu, ekspor batu bara Indonesia meningkat sebesar 13% yoy di kuartal I 2018 dan kemungkinan akan meningkat lebih lanjut karena margin yang tinggi. Meski begitu, investasi penambangan batu bara yang menurun menunjukkan prospek jangka panjang untuk harga batubara agak suram.

Perlambatan industri dari 2013 hingga 2016 telah mengurangi minat perusahaan-perusahaan pertambangan untuk investasi, sementara kepedulian atas lingkungan tengah berkembang dan mempengaruhi pilihan pendanaan mereka. Investasi aset tetap di pertambangan batu bara Cina, misalnya, turun 50% menjadi CNY 265 miliar pada tahun 2017.

Keengganan bank untuk mendanai proyek-proyek bahan bakar fosil kemungkinan akan menjadi kendala dalam investasi batu bara. Banyak bank global dan regional telah memperkuat pendirian mereka tentang memberi pinjaman untuk pertambangan batubara, yang mencerminkan kekhawatiran tentang perubahan iklim, serta dalam beberapa kasus ada tekanan dari kelompok-kelompok lingkungan.

Pendanaan untuk tambang kelas rendah, lahan hijau khususnya, menjadi lebih mahal dan sulit diperoleh. Sementara perusahaan batu bara yang kecil, di mana lebih tidak efisien dan buruk untuk lingkungan akan lebih sulit untuk mendapatkan pinjaman.

Pasokan regional juga dapat ditahan oleh kebijakan di Indonesia, sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia, yang akan membatasi jumlah batubara ekspor, karena pemerintah ingin memenuhi permintaan listrik domestik yang terus meningkat.
(gus) Next Article Suram! Fitch Beri Outlook Negatif Sektor Batu Bara RI 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular