
Harga Batu Bara Sentuh Titik Tertinggi Sejak Februari 2018
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
23 May 2018 13:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 0,57% ke US$105,20/ton pada perdagangan hari Selasa (22/5), didukung meredanya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, dan masih kuatnya tingkat konsumsi Negeri Tirai Bambu.
Dengan capaian itu, harga batu bara sudah menguat selama 3 hari berturut-turut, dan saat ini sudah menyentuh titik tertingginya sejak akhir Februari 2018.
Penguatan harga si batu hitam kemarin disokong oleh Amerika Serikat (AS) dan China dikabarkan sedang mendekati kesepakatan untuk mencabut sanksi bagi ZTE, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, ZTE dilarang membeli komponen dari perusahaan asal AS selama 7 tahun karena mengirimkan produknya ke Iran dan Korea Utara secara ilegal. Sebagai imbalan penghapusan larangan tersebut, ZTE akan membuat perubahan besar dalam manajemen, susunan pengurus perusahaan, dan harus membayar denda.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan China juga mengatakan akan memotong bea masuk untuk beberapa kendaraan menjadi 15%. Turun sekitar 25% dari tarif saat ini.
AS dan China yang sudah saling membuka diri menjadi tonggak penting untuk mengakhiri perang dagang antara dua kekuatan ekonomi raksasa ini. Jika kesepakatan terus terjadi, maka sentimen perang dagang akan punah dan pelaku pasar bisa menghembuskan nafas lega. Setidaknya satu risiko besar akan hilang.
Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan memengaruhi arus perdagangan global (termasuk perdagangan komoditas batu bara), mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia.
Secara fundamental, harga batu bara juga mendapatkan sentimen positif dari masih kuatnya permintaan salah satu komoditas energi dunia ini. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 21 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 17 hari penggunaan, atau setara dengan 12,88 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari lalu.
Kuatnya konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik di China tersebut didorong oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas), sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
Data tersebut lantas mengonfirmasi sentimen masih kuatnya permintaan batu bara Negeri Panda, bahkan dengan kebijakan pembatasan impor serta rencana untuk mengalihkan sumber energi ke energi bersih. Sebagai informasi, impor batu bara China periode Januari-April 2018 sudah meningkat 9,3% year-on-year (YoY) ke level 97,68 juta ton.
Positifnya performa harga batu bara masih direspons secara variatif oleh emiten sektor pertambangan di bursa saham domestik. Pada penutupan perdagangan IHSG sesi I hari ini, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 1,59% ke level 256, dan PT. United Tractors Tbk (UNTR) naik 1,53% ke 36.525, dan PT. Indika Energy Tbk (INDY) tumbuh 1,06% ke 3.800
Di sisi lain, PT. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 1,43% ke 25.825, sementara PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) terkoreksi 3,37% ke level 1.865 pada perdagangan siang ini.
Hari ini investor nampaknya akan mencerna perkembangan dialog perdagangan AS-China. Setelah kemarin menjadi sentimen positif, hari ini isu perang dagang justru membuat pasar gugup. Hal ini dipicu oleh komentar Presiden AS Donald Trump yang menyatakan kurang puas dengan perkembangan negosiasi tersebut.
"Tidak, tidak terlalu," ujar Trump menjawab pertanyaan wartawan mengenai apakah dirinya puas terhadap perkembangan negosiasi perdagangan dengan Beijing. Namun mantan taipan properti itu menambahkan bahwa pembicaraan dengan China baru tahap awal sehingga masih ada peluang perbaikan ke depan.
Meski begitu, komentar Trump sudah cukup untuk menimbulkan kekhawatiran di pasar. Ternyata perundingan dagang AS-China tidak semulus yang diduga, karena masih banyak kerikil yang menjadi penghalang.
Masih dari isu perdagangan global, Jepang dan Rusia kini berpotensi meluncurkan serangan balasan ke AS. Kemarin (22/5/2018), World Trade Organization (WTO) telah mengumumkan bahwa Jepang, Rusia, dan Turki berpotensi menerapkan bea masuk bagi produk ekspor asal AS sebagai balasan dari pengenaan bea masuk atas baja dan aluminium yang terlebih dahulu diberlakukan Negeri Paman Sam.
Secara total, akan ada tambahan bea masuk senilai US$ 3,5 miliar yang harus dibayar oleh eksportir asal AS jika aksi balas dendam ini jadi dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Dengan capaian itu, harga batu bara sudah menguat selama 3 hari berturut-turut, dan saat ini sudah menyentuh titik tertingginya sejak akhir Februari 2018.
![]() |
Sebelumnya, ZTE dilarang membeli komponen dari perusahaan asal AS selama 7 tahun karena mengirimkan produknya ke Iran dan Korea Utara secara ilegal. Sebagai imbalan penghapusan larangan tersebut, ZTE akan membuat perubahan besar dalam manajemen, susunan pengurus perusahaan, dan harus membayar denda.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan China juga mengatakan akan memotong bea masuk untuk beberapa kendaraan menjadi 15%. Turun sekitar 25% dari tarif saat ini.
AS dan China yang sudah saling membuka diri menjadi tonggak penting untuk mengakhiri perang dagang antara dua kekuatan ekonomi raksasa ini. Jika kesepakatan terus terjadi, maka sentimen perang dagang akan punah dan pelaku pasar bisa menghembuskan nafas lega. Setidaknya satu risiko besar akan hilang.
Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan memengaruhi arus perdagangan global (termasuk perdagangan komoditas batu bara), mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia.
Secara fundamental, harga batu bara juga mendapatkan sentimen positif dari masih kuatnya permintaan salah satu komoditas energi dunia ini. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 21 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 17 hari penggunaan, atau setara dengan 12,88 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari lalu.
Kuatnya konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik di China tersebut didorong oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas), sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
Data tersebut lantas mengonfirmasi sentimen masih kuatnya permintaan batu bara Negeri Panda, bahkan dengan kebijakan pembatasan impor serta rencana untuk mengalihkan sumber energi ke energi bersih. Sebagai informasi, impor batu bara China periode Januari-April 2018 sudah meningkat 9,3% year-on-year (YoY) ke level 97,68 juta ton.
Positifnya performa harga batu bara masih direspons secara variatif oleh emiten sektor pertambangan di bursa saham domestik. Pada penutupan perdagangan IHSG sesi I hari ini, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 1,59% ke level 256, dan PT. United Tractors Tbk (UNTR) naik 1,53% ke 36.525, dan PT. Indika Energy Tbk (INDY) tumbuh 1,06% ke 3.800
Di sisi lain, PT. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 1,43% ke 25.825, sementara PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) terkoreksi 3,37% ke level 1.865 pada perdagangan siang ini.
Hari ini investor nampaknya akan mencerna perkembangan dialog perdagangan AS-China. Setelah kemarin menjadi sentimen positif, hari ini isu perang dagang justru membuat pasar gugup. Hal ini dipicu oleh komentar Presiden AS Donald Trump yang menyatakan kurang puas dengan perkembangan negosiasi tersebut.
"Tidak, tidak terlalu," ujar Trump menjawab pertanyaan wartawan mengenai apakah dirinya puas terhadap perkembangan negosiasi perdagangan dengan Beijing. Namun mantan taipan properti itu menambahkan bahwa pembicaraan dengan China baru tahap awal sehingga masih ada peluang perbaikan ke depan.
Meski begitu, komentar Trump sudah cukup untuk menimbulkan kekhawatiran di pasar. Ternyata perundingan dagang AS-China tidak semulus yang diduga, karena masih banyak kerikil yang menjadi penghalang.
Masih dari isu perdagangan global, Jepang dan Rusia kini berpotensi meluncurkan serangan balasan ke AS. Kemarin (22/5/2018), World Trade Organization (WTO) telah mengumumkan bahwa Jepang, Rusia, dan Turki berpotensi menerapkan bea masuk bagi produk ekspor asal AS sebagai balasan dari pengenaan bea masuk atas baja dan aluminium yang terlebih dahulu diberlakukan Negeri Paman Sam.
Secara total, akan ada tambahan bea masuk senilai US$ 3,5 miliar yang harus dibayar oleh eksportir asal AS jika aksi balas dendam ini jadi dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article China Serap Batu Bara Australia, Harga Berangsur Naik
Most Popular