BI: Kita Sudah Masuk Era Moneter Ketat
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 May 2018 14:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan era kebijakan moneter global saat ini telah berubah.
Hal ini, salah satunya, ditandai dengan mulai naiknya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve/ The Fed, yang semula di sekitar 0% di 2009 menjadi 1,5% hingga 1,75% per Mei tahun ini. Kenaikan suku bunga secara bertahap itu dimulai akhir tahun 2015 sampai saat ini.
"Jadi, sekarang ini sudah masuk ke era moneter ketat," kata Agus Marto saat Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (22/5/2018).
"Sekarang kelihatannya sudah sering naikkan bunga. Kita tahu 2018 The Fed akan naikkan tiga kali dalam setahun. Tahun depan akan naik tiga kali. Euro [suku bunga bank sentral Eropa] akan naik, semua akan naik," lanjutnya.
The Fed, kata Agus, telah menaikkan suku bunga acuannya, Fed Funds Rate, sebanyak tujuh kali sejak 2015. Pada saat bank sentral AS menaikkan suku bunganya enam kali hingga tahun lalu, BI justru menurunkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate sebanyak delapan kali karena kondisi ekonomi yang kuat pada saat ini.
Dalam Rapat Dewan Gubernur BI pekan lalu, bank sentral akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% menyusul anjloknya nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir.
Rupiah telah melemah 4,53% terhadap dolar AS hingga 21 Mei. Namun, rupiah tidak melemah sendirian. Rupee India tercatat melemah 6,7%, lira Turki terdepresiasi 20%, sementara real Brasil anjlok 12,8% di periode yang sama.
"Jadi, negara yang transaksi berjalannya defisit pasti [mata uangnya] tertekan," kata Agus.
Neraca transaksi berjalan Indonesia tercatat melebar ke 2,15% terhadap produk domestik bruto (PDB) di kuartal I-2018.
"Kita harus dorong ekspor Indonesia berjaya. Kita tidak bisa marah-marah terus rupiah jadi kuat. Harus dikuatkan secara fundamental. BI akan bantu dari makroprudensial," tegas Agus.
(prm/prm) Next Article Sudah Habis-habisan, BI: Ruang Pelonggaran Kini Terbatas!
Hal ini, salah satunya, ditandai dengan mulai naiknya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve/ The Fed, yang semula di sekitar 0% di 2009 menjadi 1,5% hingga 1,75% per Mei tahun ini. Kenaikan suku bunga secara bertahap itu dimulai akhir tahun 2015 sampai saat ini.
"Jadi, sekarang ini sudah masuk ke era moneter ketat," kata Agus Marto saat Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (22/5/2018).
The Fed, kata Agus, telah menaikkan suku bunga acuannya, Fed Funds Rate, sebanyak tujuh kali sejak 2015. Pada saat bank sentral AS menaikkan suku bunganya enam kali hingga tahun lalu, BI justru menurunkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate sebanyak delapan kali karena kondisi ekonomi yang kuat pada saat ini.
Dalam Rapat Dewan Gubernur BI pekan lalu, bank sentral akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% menyusul anjloknya nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir.
Rupiah telah melemah 4,53% terhadap dolar AS hingga 21 Mei. Namun, rupiah tidak melemah sendirian. Rupee India tercatat melemah 6,7%, lira Turki terdepresiasi 20%, sementara real Brasil anjlok 12,8% di periode yang sama.
"Jadi, negara yang transaksi berjalannya defisit pasti [mata uangnya] tertekan," kata Agus.
Neraca transaksi berjalan Indonesia tercatat melebar ke 2,15% terhadap produk domestik bruto (PDB) di kuartal I-2018.
"Kita harus dorong ekspor Indonesia berjaya. Kita tidak bisa marah-marah terus rupiah jadi kuat. Harus dikuatkan secara fundamental. BI akan bantu dari makroprudensial," tegas Agus.
(prm/prm) Next Article Sudah Habis-habisan, BI: Ruang Pelonggaran Kini Terbatas!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular