Harga CPO Perkasa, Saham Agrikultur Melaju

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 May 2018 15:02
Dengan capaian tersebut, harga sang minyak nabati mampu menyentuh titik tertingginya dalam 5 minggu terakhir.
Foto: ist
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak pengiriman Agustus 2018 di bursa derivatif Malaysia bergerak menguat 0,74% ke MYR2.450/ton, pada penutupan perdagangan akhir pekan. Dengan capaian tersebut, harga minyak nabati ini mampu menyentuh titik tertingginya dalam 5 minggu terakhir.  

Pekan lalu menjadi pekan yang indah bagi CPO, padahal perdagangan komoditas ini di bursa derivatif Malaysia baru saja kembali dibuka pasca libur panjang pemilihan umum Negeri Jiran. Dalam sepekan lalu, harga CPO tercatat mampu menguat nyaris 3%. 

Harga CPO Perkasa, Saham Agrikultur MelajuFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung

Sentimen positif membanjiri pasar CPO pekan lalu, dan kemudian menyokong penguatan harga komoditas ekspor unggulan Indonesia dan Malaysia ini.

Pertama, terpilihnya Mahathir Mohammad sebagai Perdana Menteri baru Negeri Jiran nampaknya membawa angin segar bagi pergerakan harga CPO. Meski sempat menyatakan bahwa Malaysia akan menegosiasikan kembali beberapa perjanjian pembangunan infrastruktur yang rencananya dibiayai oleh investasi China, Mahathir mengaku bahwa dirinya tidak bermasalah dengan program One Belt One Road (OBOR) selama tidak terlalu banyak kapal perang di daerahnya.

Pernyataan tersebut lantas memberikan sentimen positif masih akan terjaganya hubungan perdagangan Malaysia dan China, khususnya untuk ekspor CPO Malaysia ke Negeri Tirai Bambu. Pasalnya, proyek OBOR, atau jalur sutera modern, memang merupakan salah satu inisiatif strategis paling penting dari pemerintah China, dalam rangka membangun konektivitas dengan seluruh bagian dunia.

Kemudian, pasca bergantinya pemerintahan ke tangan Mahathir, nilai tukar Ringgit Malaysia bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, sebagian besar investor khawatir bahwa janji-janji pemilihan Mahathir yang cenderung populis justru merusak reformasi finansial yang saat ini sedang berjalan.

Misalnya, janji Mahathir untuk menghapuskan pajak barang dan jasa serta kembali memunculkan subsidi BBM, dikhawatirkan akan memperlebar defisit anggaran pemerintah. Persepsi tersebut akhirnya berpotensi mendorong investor untuk melepas aset-aset berbasis Ringgit, dan mendorong mata uang Malaysia tersebut melemah. Sebagai catatan, Ringgit Malaysia melemah hingga 0,56% di sepanjang pekan lalu.

Pelemahan mata uang Negeri Jiran pada umumnya akan diikuti oleh kenaikan harga CPO, seiring harga komoditas ini yang relatif lebih murah, dan akhirnya mampu meningkatkan permintaan dari importir.

Kedua, harga harga sang rival minyak kedelai juga berhasil pulih pada akhir pekan lalu. Sebagai informasi, setelah sempat tertekan di awal pekan, harga minyak kedelai kontrak pengiriman Juli 2018 di Chicago Board of Trade tercatat mampu rebound dengan mencatatkan penguatan lebih dari 1% pada perdagangan hari Kamis (17/5).

Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.

Ketiga, berdasarkan data resmi dari Malaysian Palm Oil Boar (MPOB), stok minyak kelapa sawit Malaysia menurun 6,46% month-to-month (MtM) ke 2,17 juta ton pada Bulan April 2018. Penurunan stok tersebut lebih besar dari konsensus yang dihimpun Reuters yang memprediksikan penurunan 4,1% MtM ke 2,23 juta ton.

Sementara itu, penurunan ekspor Negeri Jiran ternyata tidak separah yang diekspektasikan pasar. Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia hanya turun 1,9% MtM ke 1,54 juta ton, lebih lunak dari konsensus Reuters yang memroyeksikan penurunan 5,5% ke 1,48 juta ton.

Keempat, peningkatan harga minyak mentah dunia akan membuat produksi biodiesel menjadi lebih ekonomis. Hal ini tentunya akan mendorong permintaan CPO sebagai bahan baku biodiesel.

Dalam sepekan terakhir, harga minyak jenis brent yang menjadi acuan Eropa, mampu meningkat hingga 1,8% ke level US$78,51/barel. Sebagai catatan, harga brent bahkan sempat melompat ke level US$80,18/barel pada hari Kamis (17/5/2018), pertama kalinya sejak November 2014. Namun, lonjakan itu tidak bertahan lama, di mana harga minyak berangsur turun lagi ke bawah US$80/barel.

Perkasanya performa harga CPO pekan lalu lantas menjadi angin segar bagi pergerakan emiten sektor agrikutltur di bursa saham domestik. Hingga pukul 14.35 WIB, harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menguat 4% ke Rp 13.000/saham, PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) juga naik 4,27% ke Rp 1.220/saham, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) tumbuh 1,78% ke Rp 1.145/saham, PT Eagle High Plantations Tbk menanjak 3,17% ke Rp 195/saham, dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) menguat 3,32% ke Rp 1.090/saham.

Meski demikian penguatan harga CPO hari ini agak terbatas oleh ekspor minyak kelapa sawit Malaysia periode 1-20 Mei jatuh hingga 20,9%, apabila dibandingkan periode yang sama sebulan sebelumnya, seperti dilaporkan oleh AmSpec Agri Malaysia.

Perlambatan permintaan ini nampaknya terjadi akibat pemberlakuan kembali pajak ekspor minyak kelapa sawit Malaysia, di mana mulai dikenakan sebesar 5% pada awal bulan Mei lalu. Pada 4 bulan sebelumnya, pajak ini dibebaskan. Hingga pukul 14.30 WIB hari ini, harga CPO mulai bergerak melemah, dengan terkoreksi sebesar 0,53% ke MYR2.437/ton.


(hps) Next Article Harga CPO Amblas, Asa Pekerja Sawit Tak Pernah Pupus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular