
Harga Emas Sentuh Titik Terendah Tahun Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 May 2018 20:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkasanya dolar AS sepanjang pekan ini berdampak kepada harga komoditas safe haven yaitu emas.
(ray/ray) Next Article Indeks Dolar AS Menguat, Harga Emas Jeblok
Sepanjang minggu ini, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang dunia lainnya menguat hingga 1,2%.
Di sisi lain, harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni anjlok 2,2% ke level US$1.290,2/troy ons. Bahkan, harga emas sempat menyentuh titik terendahnya pada tahun ini di level US$1.288,2/troy ons pada hari Kamis (17/5/2018).
Sebagai catatan, pergerakan harga emas memang biasanya berbanding terbalik dengan dolar AS. Persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh the Federal Reserve selaku bank sentral AS merupakan hal utama yang melandasi penguatan dolar AS. Persepsi ini timbul seiring dengan positifnya data-data ekonomi dari Negeri Paman Sam.
Teranyar, Federal Reserve Bank of Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis menjadi 34,4 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 23,2 pada bulan April. Pencapaian ini juga jauh mengalahkan konsensus yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Ketika ekonomi AS terus 'panas', akan ada tekanan bagi inflasi yang pada akhirnya akan memaksa suku bunga acuan dinaikkan lebih kencang dari rencana awal.
Apalagi, harga minyak mintah dunia saat ini terus merangkak naik. Posisi terakhir, harga minyak mentah WTI kontrak acuan berada di level US$ 71,35/barel, sementara brent berada di level US$ 78,51/barel/. Kenaikan harga minyak tentu akan mengerek naik harga bahan bakar di AS yang pada akhirnya akan semakin memberikan tekanan bagi inflasi.
Sepanjang minggu lalu, investor lebih memilih memegang dolar AS ketimbang emas, sekaligus menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi terbitan Negeri Paman Sam.
Terhitung sejak 15 Mei sampai dengan penutupan perdagangan kemarin (18/5/2018), imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terus berada di kisaran 3%, juga dipicu oleh persepsi atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Jika imbal hasil terus merangkak naik pada pekan depan, dolar AS bisa kembali mendapat momentum dan harga emas akan semakin terpuruk.
Di sisi lain, harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni anjlok 2,2% ke level US$1.290,2/troy ons. Bahkan, harga emas sempat menyentuh titik terendahnya pada tahun ini di level US$1.288,2/troy ons pada hari Kamis (17/5/2018).
Teranyar, Federal Reserve Bank of Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis menjadi 34,4 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 23,2 pada bulan April. Pencapaian ini juga jauh mengalahkan konsensus yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Ketika ekonomi AS terus 'panas', akan ada tekanan bagi inflasi yang pada akhirnya akan memaksa suku bunga acuan dinaikkan lebih kencang dari rencana awal.
Apalagi, harga minyak mintah dunia saat ini terus merangkak naik. Posisi terakhir, harga minyak mentah WTI kontrak acuan berada di level US$ 71,35/barel, sementara brent berada di level US$ 78,51/barel/. Kenaikan harga minyak tentu akan mengerek naik harga bahan bakar di AS yang pada akhirnya akan semakin memberikan tekanan bagi inflasi.
Sepanjang minggu lalu, investor lebih memilih memegang dolar AS ketimbang emas, sekaligus menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi terbitan Negeri Paman Sam.
Terhitung sejak 15 Mei sampai dengan penutupan perdagangan kemarin (18/5/2018), imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terus berada di kisaran 3%, juga dipicu oleh persepsi atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Jika imbal hasil terus merangkak naik pada pekan depan, dolar AS bisa kembali mendapat momentum dan harga emas akan semakin terpuruk.
(ray/ray) Next Article Indeks Dolar AS Menguat, Harga Emas Jeblok
Most Popular