Suku Bunga Acuan Naik, Arah IHSG Masih Belum Jelas

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 May 2018 12:05
IHSG ditutup menguat 0,29% pada akhir sesi 1 ke level 5.832,85.
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,29% pada akhir sesi 1 ke level 5.832,85. Penguatan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,38%, indeks Shanghai naik 0,28%, indeks Hang Seng naik 0,17%, dan indeks Kospi naik 0,21%.

Walaupun ditutup naik pada akhir sesi 1, IHSG nampak belum bisa menentukan arah pergerakannya. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG beberapa kali bolak-balik di zona merah dan hijau.

Investor nampak masih mencerna keputusan Bank Indonesia (BI) yang kemarin (17/5/2018), menaikkan suku bunga acuan sebesar 25bps menjadi 4,5%. Dari pasar valuta asing, kebijakan yang seharusnya mampu mengangkat kinerja rupiah justru membuat mata uang domestik anjlok signifikan. Sampai dengan siang hari ini, rupiah melemah 0,7% terhadap dolar AS ke level Rp 14.145.

Merepson pelemahan rupiah, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 205,7 miliar di pasar saham. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 91,6 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 67,8 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 42,8 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 39,8 miliar), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 16,9 miliar).

Memang, kenaikan suku bunga acuan sesungguhnya tak baik bagi ekonomi Indonesia dan pasar saham. Kenaikan suku bunga acuan akan mengerek naik suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi yang pada akhirnya membuat biaya dana (cost of fund) dari perusahaan-perusahaan di Indonesia ikut naik. Jika para perusahaan menaikkan harga jual produknya guna menjaga tingkat profitabilitas, konsumsi masyarakat bisa semakin tertekan.

Padahal, ekonomi Indonesia saat ini membutuhkan suntikan energi guna tumbuh lebih kencang. Pada kuartal-I 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,06%, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY. Capaian sepanjang kuartal-I 2018 tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan realisasi kuartal-I 2017. Kala itu, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,01% YoY.

Lemahnya laju ekonomi domestik salah satunya disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang belum bisa bangkit. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen utama ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,95% YoY, tak jauh berbeda dengan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94%. Padahal, perbaikan konsumsi diharapkan mampu menopang laju ekonomi domestik pada tahun ini.

Jika kini suku bunga acuan dinaikkan, maka target pertumbuhan ekonomi nan ambisius yang dipatok oleh pemerintah di angka 5,4% kian mustahil untuk dicapai.

Perlu diingat, kenaikan suku bunga acuan kemarin mungkin bukan yang terakhir kita lihat.

"Kalau seandainya kita keluarkan bauran kebijakan seperti sekarang ini, kalau kondisi mengharuskan untuk kami kembali melakukan penyesuaian, maka kami tidak ragu," tegas Gubernur BI Agus DW Martowardojo.

Jika suku bunga acuan kembali dikerek naik, ekonomi Indonesia bisa makin terpuruk. Hal ini berpotensi terus menjauhkan investor asing dari pasar saham domestik.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(roy) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular