Investor Asing Kabur Rp 643 M, IHSG Tak Bertenaga dan Turun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 May 2018 16:30
Penguatan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan regional yang juga diperdagangkan melemah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,44% pada perdagangan hari ini ke level 5.815,92. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan regional yang juga diperdagangkan melemah: indeks Shanghai turun 0,48%, indeks Hang Seng turun 0,54%, indeks Strait Times turun 0,01%, dan indeks Kospi turun 0,46%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,3 triliun dengan volume sebanyak 8,3 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 485.152 kali.

IHSG sebenarnya bergerak menguat sepanjang hari. Namun, pada menit-menit akhir perdagangan IHSG turun ke zona merah seiring dengan derasnya jual bersih investor asing. Pada perdagangan hari ini, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 642,7 miliar.

Saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 284,8 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 151,5 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 114,9 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 82,3 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 81,4 miliar).

Pelaku pasar nampak grogi menantikan keputusan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Median konsensus CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 4,25%. Namun 4 dari 11 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus memperkirakan akan ada kenaikan 25 basis poin menjadi 4,5%. Oleh karena itu, ruang untuk penyesuaian masih cukup terbuka.

Walaupun bisa mengangkat kinerja rupiah dalam jangka pendek, dalam jangka yang lebih panjang kebijakan ini sesungguhnya tak baik bagi pasar saham. Kenaikan suku bunga acuan akan mengerek naik suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi yang pada akhirnya membuat biaya dana (cost of fund) dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ikut naik. Jika para emiten menaikkan harga jual produknya guna menjaga tingkat profitabilitas, konsumsi masyarakat bisa semakin tertekan.

Padahal, ekonomi Indonesia saat ini membutuhkan suntikan energi guna tumbuh lebih kencang. Pada kuartal-I 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,06%, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY. Capaian sepanjang kuartal-I 2018 tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan realisasi kuartal-I 2017. Kala itu, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,01% YoY.

Lemahnya laju ekonomi domestik salah satunya disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang belum bisa bangkit. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen utama ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,95% YoY, tak jauh berbeda dengan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94%. Padahal, perbaikan konsumsi diharapkan mampu menopang laju ekonomi domestik pada tahun ini.

Jika kini suku bunga acuan dinaikkan, maka target pertumbuhan ekonomi nan ambisius yang dipatok oleh pemerintah di angka 5,4% kian mustahil untuk dicapai.

Dari sisi eksternal, sentimen juga kurang kondusif bagi IHSG. Jika beberapa waktu kebelakang isu perang dagang AS dengan China seringkali membebani bursa saham, kali ini giliran Jepang yang mulai melancarkan serangan balasan ke AS.

Jepang mempertimbangkan pengenaan tarif bagi senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) barang-barang ekspor asal AS sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, papar media lokal NHK pada hari Kamis (17/5/2018) seperti dikutip dari Reuters.

Sebagai catatan, Jepang merupakan satu-satunya sekutu besar AS yang tidak menerima pengecualian dari keputusan tarif Trump. Hal itu mengejutkan banyak pengambil kebijakan karena Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki relasi yang kuat dengan Trump.
(hps) Next Article Simak! Ramalan BI soal Ekonomi 2022 & Kebijakan Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular