
Kinerja 2017 Anjlok, Begini Cara Hypermart Memperbaiki Bisnis
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
09 May 2018 14:25

Jakarta, CNBC Indonesia - PT. Matahari Putra Prima (MPPA) Tbk, pemilik gerai Hypermart mengaku tidak akan tinggal diam pasca mencatat kerugian pada 2017. Manajemen akan melakukan serangkaian strategi agar badai tersebut cepat berlalu.
Sekretaris Perusahaan dan Direktur Komunikasi MPPA Danny Kojongian menjelaskan, kondisi pasar modal dan makro ekonomi dalam beberapa waktu terakhir memang cukup menantang. Hal ini juga terdampak pada pasar ritel yang terindikasi pada daya beli yang melemah.
"Pola belanja juga berubah, dalam dua tahun terakhir, orang tidak lagi berbelanja dalam jumlah besar, namun dalam transaksi yang lebih kecil dan sering," ujar dia di Kemang Village, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Menurut Danny, kinerja MPPA juga terkena imbasnya. Hal ini terlihat dari kinerja MPPA pada 2017 yang sempat mencatat kerugian. "Saat ini pun, kami dalam era pembenahan," kata dia.
Adapun strategi yang dilakukan oleh MPPA adalah dengan memfokuskan penjualan barang rumah tangga yang cepat jual dan dibutuhkan setiap hari. Perseroan juga memberlakukan potongan harga yang dimulai dari 5.000 SKU dan berlanjut untuk semua produk.
Hal lainnya adalah dengan melakukan layout untuk 113 gerai supaya konsumen bisa lebih nyaman berbelanja. Kemudian, perseroan juga bekerjasama dengan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk meluncurkan kartu kredit edisi baru untuk membantu pelanggan Hypermart berbelanja.
"Tidak bisa cepat, namun kami tidak tinggal diam supaya Hypermart bisa bangkit kembali," kata dia.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan perseroan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia perseroan membukukan rugi bersih Rp 1,24 triliun, padahal pada 2016 perseroan masih mebukukan laba bersih Rp 38,48 miliar.
Tekanan pada kinerja perseroan disebabkan kenaikan beban usaha yang mencapai 2,90% senilai Rp 11,56 triliun, dibandingkan pada 2016 senilai Rp 11,23 triliun.
Sementara itu, pendapatan perusahan pada tahun buku yang sama tercatat turun 7,13% menjadi Rp 12,56 triliun dibandingkan perolehan 2016 senilai Rp 13,53 triliun.
Perseroan juga membukukan kenaikan nilai utang atau lialibilitas yang naik 16,27% menjadi Rp 3,88 triliun dari Rp 3,33 triliun. Sementara itu, nilai ekuitas perseroan turun dalam sebesar 51,67% menjadi Rp 1,17 dari Rp 2,43 triliun.
Ini membuat rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) perseroan lebih dari 3 kali.
(roy) Next Article Uji Prospek Saham Baru Anggota LQ45 & IDX30
Sekretaris Perusahaan dan Direktur Komunikasi MPPA Danny Kojongian menjelaskan, kondisi pasar modal dan makro ekonomi dalam beberapa waktu terakhir memang cukup menantang. Hal ini juga terdampak pada pasar ritel yang terindikasi pada daya beli yang melemah.
Adapun strategi yang dilakukan oleh MPPA adalah dengan memfokuskan penjualan barang rumah tangga yang cepat jual dan dibutuhkan setiap hari. Perseroan juga memberlakukan potongan harga yang dimulai dari 5.000 SKU dan berlanjut untuk semua produk.
Hal lainnya adalah dengan melakukan layout untuk 113 gerai supaya konsumen bisa lebih nyaman berbelanja. Kemudian, perseroan juga bekerjasama dengan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk meluncurkan kartu kredit edisi baru untuk membantu pelanggan Hypermart berbelanja.
"Tidak bisa cepat, namun kami tidak tinggal diam supaya Hypermart bisa bangkit kembali," kata dia.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan perseroan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia perseroan membukukan rugi bersih Rp 1,24 triliun, padahal pada 2016 perseroan masih mebukukan laba bersih Rp 38,48 miliar.
Tekanan pada kinerja perseroan disebabkan kenaikan beban usaha yang mencapai 2,90% senilai Rp 11,56 triliun, dibandingkan pada 2016 senilai Rp 11,23 triliun.
Sementara itu, pendapatan perusahan pada tahun buku yang sama tercatat turun 7,13% menjadi Rp 12,56 triliun dibandingkan perolehan 2016 senilai Rp 13,53 triliun.
Perseroan juga membukukan kenaikan nilai utang atau lialibilitas yang naik 16,27% menjadi Rp 3,88 triliun dari Rp 3,33 triliun. Sementara itu, nilai ekuitas perseroan turun dalam sebesar 51,67% menjadi Rp 1,17 dari Rp 2,43 triliun.
Ini membuat rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) perseroan lebih dari 3 kali.
(roy) Next Article Uji Prospek Saham Baru Anggota LQ45 & IDX30
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular