Mengapa Pertumbuhan Ekonomi RI Loyo di Kuartal I-2018?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 May 2018 12:51
Pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional jauh di bawah ekspektasi pasar.
Foto: REUTERS/Darren Whiteside
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018 memang masih tumbuh. Namun pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional jauh di bawah ekspektasi pasar. 

Pada Senin (7/5/2018), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 sebesar 5.06%. Jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yatu 5,18%.  


Sejak awal 2017, pertumbuhan ekonomi hanya mepet-mepet di kisaran 5%. Sulit untuk mencapai pertumbuhan lebih dari itu. 

Mengapa Pertumbuhan Ekonomi RI Loyo di Kuartal I-2018?BPS
Dari sisi sektoral, yang memberi corak dalam pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 adalah pertanian. Pada tiga bulan pertama 2018, sektor ini hanya tumbuh 3,14%. Jauh di bawah pencapaian periode yang sama 2017 yaitu 7,15%. 

Sub sektor tanaman pangan mengalami kontraksi alias minus 3,95%. Padahal, tanaman pangan adalah kontributor besar dalam sektor ini. 

Penyebabnya adalah panen yang bergeser. Suhariyanto, Kepala BPS, mengatakan pada Januari-Februari belum terlihat tanda-tanda panen raya akan terjadi.  

Mengapa Pertumbuhan Ekonomi RI Loyo di Kuartal I-2018?BPS
Dinamika di sektor pertanian ini memberi pengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan. Pasalnya, sektor ini merupakan kontributor terbesar kedua dalam pembentukan PDB dengan pangsa 13,26%. Hanya kalah dari sektor industri yang menyumbang 20,27%. 

Sementara di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga lagi-lagi menjadi sorotan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih relatif lemah, di bawah 5%. 

Pada kuartal I-2018, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95%. Hampir tidak bergerak dibandingkan periode yang sama pada 2017 yaitu 4,94%. Sejak kuartal IV-2016, konsumsi rumah tangga belum bisa tumbuh di atas 5%. 

Mengapa Pertumbuhan Ekonomi RI Loyo di Kuartal I-2018?BPS
Konsumsi rumah tangga menjadi penting karena statusnya sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Dalam pembentukan PDB, konsumsi rumah tangga menyumbang 56,8%. Jadi ketika konsumsi rumah tangga bergerak, maka PDB secara keseluruhan pun akan bergerak. 

Stagnasi konsumsi rumah tangga mungkin ada kaitannya dengan sektor pertanian yang melambat. Pasalnya, data BPS yang lain menyebutkan bahwa sebagian besar pekerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian, yaitu mencapai 30,46%. Ini menduduki posisi pertama, disusul perdagangan (18,53%) dan industri pengolahan (14,11%). 

Ketika pertumbuhan di sektor pertanian melambat, maka mempengaruhi pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor tersebut. Dan perlu diingat, pekerja di sektor pertanian adalah mayoritas di Indonesia. 

Kala pendapatan matoritas pekerja di Indonesia terganggu, maka konsumsi secara keseluruhan tentu akan terganggu. Ini yang menyebabkan konsumsi belum bisa tumbuh lebih cepat, karena ada masalah di sektor pertanian. 

Kesimpulannya, hal yang perlu dilakukan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek adalah pembenahan di sektor pertanian. Lahan-lahan irigasi perlu direhabilitasi atau diperluas jaringannya, sehingga panen tidak lagi terlalu tergantung musim. Ketika lahan dengan irigasi semakin masif, maka panen akan lebih terjamin tanpa perlu khawatir kendala cuaca. 

Selain itu, benih-benih unggul juga perlu disebar lebih luas lagi. Dengan demikian, panen bisa meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Ekonomi RI Kuartal I-2018 Loyo, di Bawah Ekspektasi Pasar

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular