
Ini Lho Penyebab Kenapa Ekonomi RI Hanya Tumbuh 5,17% di 2018
Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia
06 February 2019 16:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto hari ini, Rabu (6/2/3019), merilis pertumbuhan ekonomi RI tahun 2018 yang mencapai 5,17%. Angka ini tentu masih jauh dari target awal yang digadang-gadang pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) yang mencapai 7%.
Menurut Suhariyanto, meski belum mencapai target, angka pertumbuhan ekonomi ini sudah cukup baik mengingat banyak sentimen negatif dari perekonomian global.
"7% itu target kapan? 2014-kan? RPJMN [Rencana Pembangunan Jangka Menengah] itukan disusun untuk 5 tahun ke depan. Kita tidak pernah berfikir The Fed [Bank Sentral AS] akan menaikkan bunga cukup sering, perang dagang, dan sebagainya. Target 7% berat sekali. Tapi memperhatikan ekonomi global, komoditas fluktuatif, saya bilang [angka pertumbuhan] 5,17% bagus. Kita tidak the best tapi masih okelah," ujar Suhariyanto.
Menurut data BPS, di tahun 2018 memang cukup banyak kejadian yang menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi.
Misalnya saja gejolak harga komoditas. Pada triwulan IV (Q4) harga komoditas minyak kelapa, minyak kelapa sawit, ikan, alumunium, nikel, tambang turun (q-to-q). Begitu juga harga kedelai yang turun year-on-year (yoy). Tren penurunan harga juga dialami komoditas migas. ICP (Indonesia Crude Prices) pada Q4/2018 harganya US$ 65,12 per barel, padahal di Q3/2018 harganya US$ 71,64 per barel.
Tak hanya itu, data BPS juga menunjukkan kalau negara-negara rekan perdagangan Indonesia, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat negara-negara tersebut merupakan tujuan ekspor komoditas RI.
Dalam data BPS, pada Q4 ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 6,14%, padahal kontribusi ekspor komoditas RI ke Tiongkok sangat besar, mencapai 14,5%. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi AS pada Q4 yang stuck di kisaran 3%. Dan lagi-lagi, kontribusi ekspor komoditas RI ke negara ini cukup besar, mencapai 11%.
Simak Video Pertumbuhan Ekonomi yang Pas-pasan:
(dru) Next Article Ekonomi RI 'Hanya' Tumbuh 5,17% di 2018, Apa Kata Darmin?
Menurut Suhariyanto, meski belum mencapai target, angka pertumbuhan ekonomi ini sudah cukup baik mengingat banyak sentimen negatif dari perekonomian global.
"7% itu target kapan? 2014-kan? RPJMN [Rencana Pembangunan Jangka Menengah] itukan disusun untuk 5 tahun ke depan. Kita tidak pernah berfikir The Fed [Bank Sentral AS] akan menaikkan bunga cukup sering, perang dagang, dan sebagainya. Target 7% berat sekali. Tapi memperhatikan ekonomi global, komoditas fluktuatif, saya bilang [angka pertumbuhan] 5,17% bagus. Kita tidak the best tapi masih okelah," ujar Suhariyanto.
Tak hanya itu, data BPS juga menunjukkan kalau negara-negara rekan perdagangan Indonesia, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat negara-negara tersebut merupakan tujuan ekspor komoditas RI.
Dalam data BPS, pada Q4 ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 6,14%, padahal kontribusi ekspor komoditas RI ke Tiongkok sangat besar, mencapai 14,5%. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi AS pada Q4 yang stuck di kisaran 3%. Dan lagi-lagi, kontribusi ekspor komoditas RI ke negara ini cukup besar, mencapai 11%.
Simak Video Pertumbuhan Ekonomi yang Pas-pasan:
(dru) Next Article Ekonomi RI 'Hanya' Tumbuh 5,17% di 2018, Apa Kata Darmin?
Most Popular