
Saham Anjlok, Ini Jawaban dari Adaro
Gustidha Budiartie & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 May 2018 14:29

Jakarta, CNBC Indonesia- Saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) merosot tajam dalam beberapa waktu terakhir. Terhitung sejak 23 April hingga akhir penutupan perdagangan kemarin (3/5/2018) saham perusahaan anjlok hingga 25,7% ke level Rp 1.680 per saham.
Dalam pertemuan terbatas, Direktur Keuangan Adaro David Tendian pun mencoba menjawab alasan di balik anjloknya saham perusahaan. David memaparkan untuk melihat apa yang terjadi, maka perlu dilihat terlebih dulu kondisi global, kondisi dan kebijakan ekonomi dalam negeri, serta kinerja perusahaan.
Dari sisi global, Menurut David, pasar batu bara mayoritas dipengaruhi oleh kondisi di China sebagai konsumen dan produsen terbesar. Meski harga komoditas ini bisa dibilang sedang turun, namun masih relatif di angka US$ 90 per ton ( untuk Newcastle kontral bulan ini naik 7,3% di angka US$ 93 per ton).
"Jadi dari sisi global bisa dibilang stabil, tidak ada masalah," kata David, Kamis (4/5/2018).
Lalu masuk ke kebijakan ekonomi di dalam negeri, isu-isu seperti pembatasan harga untuk batu bara DMO (Domestic Market Obligation) sudah diterapkan sejak Maret lalu. Kebijakan soal kapal wajib berbendera Indonesia juga diundur ke 2020, sementara Adaro justru sedang menyiapkan diri untuk bisa menjalankan aturan tersebut.
"Kondisi makro, rupiah sedang melemah memang. Tapi pembukuan kami pakai dolar Amerika Serikat, jadi tidak terdampak justru," katanya.
Dari sisi bisnis, David juga menjamin kinerja perusahaan masih cemerlang. "Coba dilihat selama 5 tahun belakangan, kinerja Adaro semakin tumbuh. Bisnis tidak ada problem, kalau bisnis batu bara kokas masuk bahkan bisa lebih bagus," katanya.
Ia mengakui memang ada sedikit penurunan di kuartal I, tetapi hal itu sudah diperkirakan karena adanya hambatan dari sisi cuaca. "Tapi nanti dikejar di kuartal-kuartal berikutnya, karena memang biasanya begitu."
Intinya, Adaro sendiri heran akan turunnya harga saham mereka. "No reasons. Sisi financial, komposisi kas, utang, tidak ada masalah. Kalau dilihat dari fakta yang ada ini tidak masuk akal. Ini sangat di luar fundamental," ujarnya.
Anjloknya Saham ADRO Bukan Masalah Fundamental
CNBC Indonesia mencoba menelusuri musabab turunnya saham perusahaan tambang ini, dan membandingkannya dengan perusahaan batu bara lainnya.
Penurunan harga saham sesungguhnya tak terjadi pada ADRO saja. Pada periode 23 April-3 Mei, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 2,1%, sementara PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) terkoreksi 18,7%. Namun tetap saja, koreksi terbesar masih dialami saham ADRO.
Menurut analis dan tim riset CNBC Indonesia, ada beberapa hal yang diperkirakan membuat saham ADRO terkoreksi begitu dalam.
Pertama, valuasinya yang sudah relatif mahal. Terlepas dari koreksi harga saham yang sudah terjadi belakangan ini, nyatanya Price-Earnings Ratio (PER) ADRO tetap merupakan yang tertinggi.
Mengutip RTI, Price-Earnings Ratio (PER) ADRO saat ini adalah sebesar 12,85x, jauh lebih tinggi dibandingkan PER saham PTBA dan ITMG yang masing-masing sebesar 6,63x dan 7,25x.
Hal ini menunjukkan bahwa investor telah memberikan apresiasi yang jauh lebih tinggi bagi saham ADRO ketimbang saham-saham emiten pertambangan lainnya (harga saham ADRO menguat hingga 51% sejak akhir 2016 sampai titik tertingginya tahun ini). Kini, investor tampaknya merealisasikan keuntungan yang sudah diraup dari saham ADRO.
Kedua, kapitalisasi pasar yang besar. Mengutip laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar ADRO per akhir bulan Maret tercatat sebesar Rp 68,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan PTBA (Rp 33,9 triliun) dan ITMG (Rp 32,2 triliun).
Ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini, pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham yang berkapitalisasi pasar besar seperti ADRO. Pasalnya, ada ekspektasi bahwa jika IHSG akan jatuh, maka saham-saham seperti ADRO lah yang akan memimpin koreksi IHSG. Investor pun bermain aman dengan melakukan aksi jual.
(gus/gus) Next Article PLTU Beroperasi 2019, Adaro Optimistis Pendapatan Meroket
Dalam pertemuan terbatas, Direktur Keuangan Adaro David Tendian pun mencoba menjawab alasan di balik anjloknya saham perusahaan. David memaparkan untuk melihat apa yang terjadi, maka perlu dilihat terlebih dulu kondisi global, kondisi dan kebijakan ekonomi dalam negeri, serta kinerja perusahaan.
"Jadi dari sisi global bisa dibilang stabil, tidak ada masalah," kata David, Kamis (4/5/2018).
Lalu masuk ke kebijakan ekonomi di dalam negeri, isu-isu seperti pembatasan harga untuk batu bara DMO (Domestic Market Obligation) sudah diterapkan sejak Maret lalu. Kebijakan soal kapal wajib berbendera Indonesia juga diundur ke 2020, sementara Adaro justru sedang menyiapkan diri untuk bisa menjalankan aturan tersebut.
"Kondisi makro, rupiah sedang melemah memang. Tapi pembukuan kami pakai dolar Amerika Serikat, jadi tidak terdampak justru," katanya.
Dari sisi bisnis, David juga menjamin kinerja perusahaan masih cemerlang. "Coba dilihat selama 5 tahun belakangan, kinerja Adaro semakin tumbuh. Bisnis tidak ada problem, kalau bisnis batu bara kokas masuk bahkan bisa lebih bagus," katanya.
Ia mengakui memang ada sedikit penurunan di kuartal I, tetapi hal itu sudah diperkirakan karena adanya hambatan dari sisi cuaca. "Tapi nanti dikejar di kuartal-kuartal berikutnya, karena memang biasanya begitu."
Intinya, Adaro sendiri heran akan turunnya harga saham mereka. "No reasons. Sisi financial, komposisi kas, utang, tidak ada masalah. Kalau dilihat dari fakta yang ada ini tidak masuk akal. Ini sangat di luar fundamental," ujarnya.
Anjloknya Saham ADRO Bukan Masalah Fundamental
CNBC Indonesia mencoba menelusuri musabab turunnya saham perusahaan tambang ini, dan membandingkannya dengan perusahaan batu bara lainnya.
Penurunan harga saham sesungguhnya tak terjadi pada ADRO saja. Pada periode 23 April-3 Mei, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 2,1%, sementara PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) terkoreksi 18,7%. Namun tetap saja, koreksi terbesar masih dialami saham ADRO.
Menurut analis dan tim riset CNBC Indonesia, ada beberapa hal yang diperkirakan membuat saham ADRO terkoreksi begitu dalam.
Pertama, valuasinya yang sudah relatif mahal. Terlepas dari koreksi harga saham yang sudah terjadi belakangan ini, nyatanya Price-Earnings Ratio (PER) ADRO tetap merupakan yang tertinggi.
Mengutip RTI, Price-Earnings Ratio (PER) ADRO saat ini adalah sebesar 12,85x, jauh lebih tinggi dibandingkan PER saham PTBA dan ITMG yang masing-masing sebesar 6,63x dan 7,25x.
Hal ini menunjukkan bahwa investor telah memberikan apresiasi yang jauh lebih tinggi bagi saham ADRO ketimbang saham-saham emiten pertambangan lainnya (harga saham ADRO menguat hingga 51% sejak akhir 2016 sampai titik tertingginya tahun ini). Kini, investor tampaknya merealisasikan keuntungan yang sudah diraup dari saham ADRO.
Kedua, kapitalisasi pasar yang besar. Mengutip laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar ADRO per akhir bulan Maret tercatat sebesar Rp 68,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan PTBA (Rp 33,9 triliun) dan ITMG (Rp 32,2 triliun).
Ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini, pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham yang berkapitalisasi pasar besar seperti ADRO. Pasalnya, ada ekspektasi bahwa jika IHSG akan jatuh, maka saham-saham seperti ADRO lah yang akan memimpin koreksi IHSG. Investor pun bermain aman dengan melakukan aksi jual.
Saat ini, ada dua sentimen negatif dari sisi eksternal yang memukul mundur IHSG, yaitu ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari rencana, serta pesimisme bahwa pertemuan delegasi AS-China terkait dengan isu-isu perdagangan akan membuahkan hasil yang manis.
Jadi, anjloknya harga saham ADRO sejatinya tak mencerminkan kondisi fundamental perusahaan, melainkan lebih disebabkan oleh aksi ambil untung dan derasnya sentimen eksternal yang membebani laju bursa saham dalam negeri.
Jadi, anjloknya harga saham ADRO sejatinya tak mencerminkan kondisi fundamental perusahaan, melainkan lebih disebabkan oleh aksi ambil untung dan derasnya sentimen eksternal yang membebani laju bursa saham dalam negeri.
(gus/gus) Next Article PLTU Beroperasi 2019, Adaro Optimistis Pendapatan Meroket
Most Popular