Perbaiki Kinerja Keuangan, Bukopin Lakukan Langkah Ini
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
30 April 2018 16:29

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Bukopin Tbk telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan kinerja sekaligus permasalahan atas koreksi penyajian pada piutang kartu kredit yang terjadi sebelumnya. Hal ini dilakukan hal serupa tidak terjadi lagi.
Direktur Konsumer Bukopin Rivan A. Purwantono mengatakan bahwa permasalahan atas koreksi penyajian pada piutang kartu kredit ditemukan oleh internal Bukopin sejak Juli 2017 lalu. Koreksi data ini terjadi sejak 2011 terhadap sekitar 100.000 kartu kredit eksisting, dari total sekitar 1,1 juta kartu kredit Bukopin.
"Jadi ada peletakan parameter di teknologi informasi kartu kredit yang kurang tepat. Kartu kredit yang sudah macet masih tercatat dalam kolektibilitas lancar sehingga masih menghasilkan pendapatan," ujar Rivan ketika berkunjung ke redaksi CNBC Indonesia, Senin (30/04/2018).
Temuan tersebut, lanjutnya, langsung dilaporkan kepada Kantor Akuntansi Publik (KAP) sebagai auditor independen dan Pengawas Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2017.
"Tidak ada fraud dalam masalah kartu kredit ini, yang ada penambahan pendapatan bank (yang tidak tepat) . Namun kami tidak berkenan terhadap pendapatan itu makanya kami revisi laporan keuangan," ujarnya.
Direktur Keuangan Bukopin Adhi Brahmantya mengatakan pihaknya sudah tidak memasukan lagi pendapatan kartu kredit yang tidak tepat sejak Juli 2017 lalu. Bukopin juga merevisi laporan keuangan tahun 2015, 2016 hingga 2017 untuk menghilangkan unsur pendapatan yang tidak tepat tersebut dari laporan keuangan.
"Kami juga sudah melakukan langkah recovery seperti memisahkan antara marketing kartu kredit dengan system IT (informasi teknologi) sehingga sudah tidak monoline lagi," ujar Adhi.
Selain itu, Bukopin juga telah memberikan sanksi kepada pegawai yang tak sesuai Good Corporate Governance (GCG) data kartu kredit. "Orang-orang buat itu kami ambil langkah downgrade (penurunan jabatan)," ujar Adhi.
Langkah untuk merevisi laporan keuangan menyebabkan laba bersih Bukopin pada 2016 turun menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Revisi tersebut dilakukan pada Laporan Keuangan 2017 yang dipublikasikan akhir Maret 2018.
Penurunan terbesar adalah di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 317,88 miliar.
Penurunan laba tersebut menyebabkan ekuitas Bukopin turun sebesar Rp 2,62 triliun menjadi Rp 6,91 triliun. Dampak langsungnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin turun dari 15,03% menjadi 11,62% pada akhir 2016 dan turun lagi menjadi 10,52% pada akhir 2017
Meski demikian, kinerja Bukopin semakin membaik pada triwulan I-2018 dengan meraih laba Rp 126,6 miliar, naik 10% dariperiode yang sama tahun sebelumnya. CAR Bukopin juga meningkat menjadi 11,09%.
"Kami sedang menyiapkan beberapa bisnis baru untuk menggantikan pendapatan kartu kredit sehingga Raihan laba bisa kembali normal," ujar Adhi.
Salah satu bisnis yang akan dikembangkan adalah Flexy Bill, yang merupakan fasilitas pembiayaan tagihan listrik PLN dalam bentuk letter of credit (LC). Fasilitas ini akan menalangi tagihan PLN yang telat pembayaran sehingga nasabah tidak terkena denda 3% per bulan.
"Kami hanya mengenakan bunga 1% jauh lebih rendah dibandingkan dengan denda 3%. Selain itu nasabah juga terhindar dari pemutusan listrik PLN," ujar Rivan.
(roy) Next Article Bukopin Revisi Laba Bersih 2016, OJK Minta Klarifikasi
Direktur Konsumer Bukopin Rivan A. Purwantono mengatakan bahwa permasalahan atas koreksi penyajian pada piutang kartu kredit ditemukan oleh internal Bukopin sejak Juli 2017 lalu. Koreksi data ini terjadi sejak 2011 terhadap sekitar 100.000 kartu kredit eksisting, dari total sekitar 1,1 juta kartu kredit Bukopin.
"Jadi ada peletakan parameter di teknologi informasi kartu kredit yang kurang tepat. Kartu kredit yang sudah macet masih tercatat dalam kolektibilitas lancar sehingga masih menghasilkan pendapatan," ujar Rivan ketika berkunjung ke redaksi CNBC Indonesia, Senin (30/04/2018).
Direktur Keuangan Bukopin Adhi Brahmantya mengatakan pihaknya sudah tidak memasukan lagi pendapatan kartu kredit yang tidak tepat sejak Juli 2017 lalu. Bukopin juga merevisi laporan keuangan tahun 2015, 2016 hingga 2017 untuk menghilangkan unsur pendapatan yang tidak tepat tersebut dari laporan keuangan.
"Kami juga sudah melakukan langkah recovery seperti memisahkan antara marketing kartu kredit dengan system IT (informasi teknologi) sehingga sudah tidak monoline lagi," ujar Adhi.
Selain itu, Bukopin juga telah memberikan sanksi kepada pegawai yang tak sesuai Good Corporate Governance (GCG) data kartu kredit. "Orang-orang buat itu kami ambil langkah downgrade (penurunan jabatan)," ujar Adhi.
Langkah untuk merevisi laporan keuangan menyebabkan laba bersih Bukopin pada 2016 turun menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Revisi tersebut dilakukan pada Laporan Keuangan 2017 yang dipublikasikan akhir Maret 2018.
Penurunan terbesar adalah di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 317,88 miliar.
Penurunan laba tersebut menyebabkan ekuitas Bukopin turun sebesar Rp 2,62 triliun menjadi Rp 6,91 triliun. Dampak langsungnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin turun dari 15,03% menjadi 11,62% pada akhir 2016 dan turun lagi menjadi 10,52% pada akhir 2017
Meski demikian, kinerja Bukopin semakin membaik pada triwulan I-2018 dengan meraih laba Rp 126,6 miliar, naik 10% dariperiode yang sama tahun sebelumnya. CAR Bukopin juga meningkat menjadi 11,09%.
"Kami sedang menyiapkan beberapa bisnis baru untuk menggantikan pendapatan kartu kredit sehingga Raihan laba bisa kembali normal," ujar Adhi.
Salah satu bisnis yang akan dikembangkan adalah Flexy Bill, yang merupakan fasilitas pembiayaan tagihan listrik PLN dalam bentuk letter of credit (LC). Fasilitas ini akan menalangi tagihan PLN yang telat pembayaran sehingga nasabah tidak terkena denda 3% per bulan.
"Kami hanya mengenakan bunga 1% jauh lebih rendah dibandingkan dengan denda 3%. Selain itu nasabah juga terhindar dari pemutusan listrik PLN," ujar Rivan.
(roy) Next Article Bukopin Revisi Laba Bersih 2016, OJK Minta Klarifikasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular