
Cadangan Devisa Diguyur Jaga Rupiah, Dana Asing Tetap Kabur
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 April 2018 16:04

Pelemahan rupiah dan tergerusnya cadangan devisa adalah hal yang agak berulang. Penyebabnya adalah transaksi berjalan (current account) yang masih defisit. Ketika neraca ini masih defisit, artinya devisa dari sektor riil (ekspor-impor barang dan jasa) lebih banyak yang keluar dibandingkan dengan yang masuk.
Situasi ini membuat fundamental mata uang lebih banyak mengandalkan pasokan devisa dari sektor keuangan alias portofilio alias hot money. Seperti namanya, uang panas ini mudah berpindah tangan. Oleh karena itu, sulit mengandalkan hot money sebagai pijakan fundamental kurs karena sifatnya yang mudah keluar-masuk.
Membalikkan transaksi berjalan menjadi surplus (atau berimbang saja) butuh upaya luar biasa dan jangka panjang. Pertama, Indonesia harus melepas ketergantungan ekspor terhadap komoditas yang selama ini punya porsi lebih dari 50%. Ekspor komoditas tidak akan mendatangkan nilai tambah, dan kinerjanya sangat tergantung pada harga internasional.
Untuk itu, Indonesia mesti menggiatkan kembali industrialisasi. Pertumbuhan industri manufaktur yang masih sulit mencapai di atas pertumbuhan ekonomi perlu dibalik kembali seperti beberapa tahun lalu.
Langkahnya adalah dengan keberpihakan baik dari sisi fiskal (insentif), struktural (penyederhanaan regulasi dan penyelesaian berbagai hambatan), maupun sektor keuangan (suku bunga, pembiayaan).
Waktu setahun mungkin tidak cukup untuk membenahi ini semua. Namun jika Indonesia konsisten, maka perbaikan niscaya akan terjadi.
Kedua adalah membangun sektor logistik nasional sehingga Indonesia tidak lagi perlu tergantung pada perusahaan asing untuk melakukan pengangkutan (freight). Pada kuartal IV-2017, defisit jasa transportasi terutama disebabkan pembayaran jasa freight sebesar US$ 2 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar US$ 1,7 miliar.
Namun memperbaiki hal ini juga bukan perkara gampang. Butuh waktu, tenaga, dan dana yang tidak kecil karena Indonesia perlu membangun industri perkapalan yang mumpuni.
Untuk itu, pemerintah sudah merilis Paket Kebijakan XV yang berfokus pada pembenahan logistik. Pemerintah memberlakukan bebas bea masuk untuk 115 jenis suku cadang kapal dan memberi peluang lebih besar kepada perusahaan pelayaran nasional untuk melayani angkutan khusus seperti kapal tanker atau bulker.
Target dari kebijakan ini adalah membuka peluang pelayaran nasional melayani angkutan ekspor-impor sekitar US$ 600 juta/tahun, investasi perkapalan sekitar 70-100 unit kapal baru senilai US$ 700 juta.
Bila berbagai pekerjaan rumah ini sudah selesai, maka bisa dijamin nilai tukar rupiah bisa lebih stabil dan cadangan devisa tidak perlu tergerus banyak untuk stabilisasi nilai tukar. Namun kalau kondisinya seperti sekarang, maka penggunaan cadangan devisa untuk intervensi hanya memberi dampak minimal terhadap nilai tukar karena fundamental ekonomi masih rapuh.
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/wed)
Situasi ini membuat fundamental mata uang lebih banyak mengandalkan pasokan devisa dari sektor keuangan alias portofilio alias hot money. Seperti namanya, uang panas ini mudah berpindah tangan. Oleh karena itu, sulit mengandalkan hot money sebagai pijakan fundamental kurs karena sifatnya yang mudah keluar-masuk.
Membalikkan transaksi berjalan menjadi surplus (atau berimbang saja) butuh upaya luar biasa dan jangka panjang. Pertama, Indonesia harus melepas ketergantungan ekspor terhadap komoditas yang selama ini punya porsi lebih dari 50%. Ekspor komoditas tidak akan mendatangkan nilai tambah, dan kinerjanya sangat tergantung pada harga internasional.
![]() |
Waktu setahun mungkin tidak cukup untuk membenahi ini semua. Namun jika Indonesia konsisten, maka perbaikan niscaya akan terjadi.
Kedua adalah membangun sektor logistik nasional sehingga Indonesia tidak lagi perlu tergantung pada perusahaan asing untuk melakukan pengangkutan (freight). Pada kuartal IV-2017, defisit jasa transportasi terutama disebabkan pembayaran jasa freight sebesar US$ 2 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar US$ 1,7 miliar.
Namun memperbaiki hal ini juga bukan perkara gampang. Butuh waktu, tenaga, dan dana yang tidak kecil karena Indonesia perlu membangun industri perkapalan yang mumpuni.
Untuk itu, pemerintah sudah merilis Paket Kebijakan XV yang berfokus pada pembenahan logistik. Pemerintah memberlakukan bebas bea masuk untuk 115 jenis suku cadang kapal dan memberi peluang lebih besar kepada perusahaan pelayaran nasional untuk melayani angkutan khusus seperti kapal tanker atau bulker.
Target dari kebijakan ini adalah membuka peluang pelayaran nasional melayani angkutan ekspor-impor sekitar US$ 600 juta/tahun, investasi perkapalan sekitar 70-100 unit kapal baru senilai US$ 700 juta.
Bila berbagai pekerjaan rumah ini sudah selesai, maka bisa dijamin nilai tukar rupiah bisa lebih stabil dan cadangan devisa tidak perlu tergerus banyak untuk stabilisasi nilai tukar. Namun kalau kondisinya seperti sekarang, maka penggunaan cadangan devisa untuk intervensi hanya memberi dampak minimal terhadap nilai tukar karena fundamental ekonomi masih rapuh.
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/wed)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular