Ketemu Uni Eropa, Luhut: Kami Tidak Ingin Diskriminasi CPO

Arys Aditya, CNBC Indonesia
24 April 2018 10:22
Luhut mengemukakan, dirinya dan Malmstrom membahas berbagai hal, mencakup persoalan kelapa sawit sendiri, selain juga isu lingkungan hidup dan perdagangan.
Foto: Kemenko Kemaritiman
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memulai rangkaian negosiasi terkait pembatasan penggunaan produk turunan kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (EU). 

Melalui keterangan resmi, Senin (23/4/2018) waktu setempat, Menko Luhut melakukan pertemuan dengan Komisioner Perdagangan EU H.E. Cecilia Malmström di Brussels, Belgia. Setelah itu, ia memberikan konferensi pers kepada media. 

Luhut mengemukakan, dirinya dan Malmstrom membahas berbagai hal, mencakup persoalan kelapa sawit sendiri, selain juga isu lingkungan hidup dan perdagangan. 

Mengutip riset Universitas Stamford, Luhut kembali menekankan bahwa rantai ekonomi kelapa sawit mampu mengurangi kemiskinan hingga 10 juta orang, karena 51% lahan kelapa sawit dikuasai oleh petani.

"Palm oil bukan isu, tapi lebih ke persoalan kemiskinan. Sebanyak lebih dari 16 juta orang bergantung pada kehidupannya pada sawit," ujarnya. 

Dia mengaku ada yang janggal karena hanya sawit yang disebutkan dalam larangan tersebut, padahal ada jenis minyak nabati lain yaitu rapeseed dan bunga matahari. Luhut juga mengatakan bahwa hampir semua ekspor sawit dari Indonesia telah mendapatkan sertifikasi internasional. 

"Dari segi kesehatan kami sudah melakukan penelitian dan juga meminta konsultan independen tentang dampak sawit pada kesehatan, tidak ada yang salah dengan sawit," katanya. 

Kepada, Komisioner Malmstrom, ia menyampaikan komitmen Indonesia untuk mempercepat proses Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA). 

Luhut mengatakan, Komisioner Malmstrom juga berharap keputusan yang diambil nantinya bisa memuaskan semua pihalk. 

"Kepada Komisioner Malmstrom, saya sampaikan kelapa sawit membantu meningkatkan kehidupan para petani di negara-negara berkembang lainnya, bukan hanya di Indonesia," tuturnya. 

Menko Luhut menjelaskan kelapa sawit sudah ada sejak lebih dari 150 tahun yang lalu dan bukan sesuatu yang baru untuk Indonesia. Belakangan, Pemerintah juga telah melakukan moratorium pembukaan lahan baru sawit yang kini mencapai posisi 14 juta ha. 

"Saat ini yang kami lakukan adalah mendidik para petani untuk melakukan peremajaan tanaman dan memberikan mereka penyuluhan tentang bibit unggul, dan pertanian berwawasan lingkungan," katanya. 

Luhut yang juga menjadi ketua tim negosiasi RI mengatakan dalam perundingan pembatasan Indonesia ingin membangun kemitraan dalam posisi yang setara dengan EU. Dia berharap agar keputusan yang diambil oleh Uni Eropa nantinya bisa menguntungkan semua pihak. 

"Kami tidak ingin melihat ini sebagai tindakan diskriminasi. Dalam prosesnya kami ingin membangun dialog antara mitra. Kami harap keputusan yang diambil, nantinya bisa memuaskan semua pihak. Kami tidak datang untuk mengemis, untuk didikte, tetapi untuk berdialog dengan mitra. Kami bukan negara miskin. Kami negara kaya dengan banyak pengalaman."

"Anda tanya tentang radikalisme, kami pernah mengalaminya. Anda tanya tentang kemiskinan, kami sudah mengalaminya dan sekarang masih melakukan usaha untuk menguranginya, Anda tanya tentang lingkungan hidup kami pun pernah mengalami dan mengalokasikan banyak dana untuk mengatasi ini," ujar Menko.
(hps) Next Article Masuk Kontrak Baru, Harga CPO Melesat 1% Lebih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular