
BI Tahan Suku Bunga Acuan, IHSG Turun 0,54%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 April 2018 12:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca dibuka naik tipis 0,02%, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) berangsur-angsur turun. Sampai dengan akhir sesi 1, IHSG melemah 0,54% ke level 6.321,75. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Shanghai turun 1,2%, indeks Hang Seng turun 0,42%, indeks Strait Times turun 0,77%, indeks Kospi turun 0,31%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,31%.
Transaksi berlangsung senilai Rp 3,3 triliun dnegan volume sebanyak 4,6 miliar saham. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 229.681 kali.
Saham-saham yang berkontribusi besar bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,73%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,3%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,06%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,72%), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,43%).
Momok bagi pergerakan IHSG hari ini datang dari pelemahan Rupiah yang mencapai 0,25% di pasar spot ke level Rp 13.815/dolar AS, dimana ini merupakan titik terlemah sejak Januari 2016 silam. Terkoreksinya rupiah merupakan hasil dari kembali munculnya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan.
Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi. Lantas, kinerja yang positif dari para emiten membuka ruang bagi inflasi untuk terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Di sisi lain, Bank Indonesia tetap bersikeras menahan suku bunga acuan di angka 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mengikuti langkah the Fed dengan mengetatkan kebijakan moneternya. Pelaku pasar kini takut akan terjadi capital outflow yang besar nilainya dari Indonesia ke AS ataupun ke negara-negara kawasan Asia yang telah mengetatkan kebijakan moeneternya. Benar saja, sampai akhir sesi 1, investor asing telah melakukan jual bersih sebesar Rp 36,3 miliar di pasar saham.
Kemudian, tensi antara AS dan China kembali memanas. Kini, Kementerian keuangan AS sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China pada sektor teknologi yang sensitif di AS. Hal ini diungkapkan oleh Heath tarbert, salah seorang pegawai di kementerian tersebut. Seperti dengan pengenaan bea masuk bagi senilai US$ 60 miliar barang impor asal China yang diumumkan pada 22 Maret lalu waktu setempat, langkah ini dimaksudkan untuk menghukum China atas praktek bisnisnya yang dituding melanggar hak kekayaan intelektual dari korporasi asal AS.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump memang sudah meminta Menteri Keuangan Steve Mnuchin untuk mempertimbangkan larangan investasi bagi perusahaan asal China pasca hasil penyelidikan terhadap praktek kekayaan intelektual China dirilis pada bulan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Ini Momen Nahas Kala IHSG Jatuh dalam 10 Tahun Terakhir
Transaksi berlangsung senilai Rp 3,3 triliun dnegan volume sebanyak 4,6 miliar saham. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 229.681 kali.
Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi. Lantas, kinerja yang positif dari para emiten membuka ruang bagi inflasi untuk terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Di sisi lain, Bank Indonesia tetap bersikeras menahan suku bunga acuan di angka 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mengikuti langkah the Fed dengan mengetatkan kebijakan moneternya. Pelaku pasar kini takut akan terjadi capital outflow yang besar nilainya dari Indonesia ke AS ataupun ke negara-negara kawasan Asia yang telah mengetatkan kebijakan moeneternya. Benar saja, sampai akhir sesi 1, investor asing telah melakukan jual bersih sebesar Rp 36,3 miliar di pasar saham.
Kemudian, tensi antara AS dan China kembali memanas. Kini, Kementerian keuangan AS sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China pada sektor teknologi yang sensitif di AS. Hal ini diungkapkan oleh Heath tarbert, salah seorang pegawai di kementerian tersebut. Seperti dengan pengenaan bea masuk bagi senilai US$ 60 miliar barang impor asal China yang diumumkan pada 22 Maret lalu waktu setempat, langkah ini dimaksudkan untuk menghukum China atas praktek bisnisnya yang dituding melanggar hak kekayaan intelektual dari korporasi asal AS.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump memang sudah meminta Menteri Keuangan Steve Mnuchin untuk mempertimbangkan larangan investasi bagi perusahaan asal China pasca hasil penyelidikan terhadap praktek kekayaan intelektual China dirilis pada bulan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Ini Momen Nahas Kala IHSG Jatuh dalam 10 Tahun Terakhir
Most Popular