
Meroket 5,5%, Harga Aluminium Tertinggi Sejak 2011
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 April 2018 14:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Reli harga alumunium belum bisa dibendung. Pada perdagangan kemarin (18/4/2018), harga aluminium kontrak berjangka di London Metal Exchange (LME) tercatat naik sebesar 5,5% ke level US$ 2.537/ton, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak Agustus 2011.
Kenaikan harga komoditas ini masih dipicu oleh sanksi yang dikenakan AS kepada Rusal, produsen aluminium asal Rusia. Asal tahu saja, Rusal merupakan salah satu produsen aluminium terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 6% dari produksi aluminium global.
Sanksi yang dikenakan oleh AS ini menyasar 7 pebisnis asal Rusia dan bisnis yang dimiliki oleh mereka. Salah satu pebisnis yang disasar oleh AS adalah pemilik dari Rusal, Oleg Deripaska. Selain Rusal, terdapat 7 perusahaan lainnya yang terafilisasi dengan Oleg Deripaska yang juga dikenakan sanksi.
Sanksi kepada Deripaksa diambil atas tuduhan bahwa ia telah mengancam kelangsungan bisnis para kompetitornya, penyuapan pejabat pemerintah, dan keterkaitannya dengan tindak pidana kejahatan. Mengutip CNBC International, sanksi ini membekukan seluruh aset Rusal yang berada dalam ranah AS.
Selain itu, perusahaan juga dilarang untuk melakukan bisnis dalam satuan dolar AS yang meruapkan mata uang utama dalam pasar komoditas dunia. Lantas, Rusal seakan 'ditendang' dari pasar yang dulu dirajainya.
Kondisi Rusal semakin mengenaskan setelah pemerintah Rusia tidak akan menyuntikkan permodalan kepada perusahaan, seiring kebijakan mereka untuk tidak memberikan dukungan bagi perusahaan yang sedang terkena sanksi.
Sebagai catatan, investor perlu mewaspadai meroketnya harga aluminium saat ini. Pasalnya, kenaikan lebih disebabkan oleh sentimen jangka pendek dan bukan faktor fundamental yang bisa menopang harga tetap di level yang tinggi dalam jangka panjang. Jika sanksi nantinya dicabut, harga aluminium bisa jatuh kembali dengan kecepatan yang sama dengan kenaikannya.
Next Article CEO Glencore Mundur dari Direksi Raksasa Aluminium Rusal
Kenaikan harga komoditas ini masih dipicu oleh sanksi yang dikenakan AS kepada Rusal, produsen aluminium asal Rusia. Asal tahu saja, Rusal merupakan salah satu produsen aluminium terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 6% dari produksi aluminium global.
Sanksi yang dikenakan oleh AS ini menyasar 7 pebisnis asal Rusia dan bisnis yang dimiliki oleh mereka. Salah satu pebisnis yang disasar oleh AS adalah pemilik dari Rusal, Oleg Deripaska. Selain Rusal, terdapat 7 perusahaan lainnya yang terafilisasi dengan Oleg Deripaska yang juga dikenakan sanksi.
Selain itu, perusahaan juga dilarang untuk melakukan bisnis dalam satuan dolar AS yang meruapkan mata uang utama dalam pasar komoditas dunia. Lantas, Rusal seakan 'ditendang' dari pasar yang dulu dirajainya.
Kondisi Rusal semakin mengenaskan setelah pemerintah Rusia tidak akan menyuntikkan permodalan kepada perusahaan, seiring kebijakan mereka untuk tidak memberikan dukungan bagi perusahaan yang sedang terkena sanksi.
Sebagai catatan, investor perlu mewaspadai meroketnya harga aluminium saat ini. Pasalnya, kenaikan lebih disebabkan oleh sentimen jangka pendek dan bukan faktor fundamental yang bisa menopang harga tetap di level yang tinggi dalam jangka panjang. Jika sanksi nantinya dicabut, harga aluminium bisa jatuh kembali dengan kecepatan yang sama dengan kenaikannya.
Next Article CEO Glencore Mundur dari Direksi Raksasa Aluminium Rusal
Most Popular