
Neraca Perdagangan Maret Surplus, IHSG Menguat 0,45%
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 April 2018 12:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,45% pada akhir sesi 1 ke level 6.298,72. Penguatan IHSG terjadi ditengah mayoritas bursa saham utama kawasan regional yang ditransaksikan di zona merah.
Indeks Shanghai turun 1,5%, indeks Hang Seng turun 1,47%, indeks Strait Times turun 0,34%, dan indeks Kospi turun 0,04%.
Secara sektoral, penguatan IHSG paling banyak disumbang oleh sektor barang konsumsi yang naik hingga 1,07% dan memberikan sumbangan sebesar 13,9 poin dari kenaikan IHSG yang sebesar 28,4 poin. Saham-saham sektor barang konsumsi yang mencatatkan kenaikan dinataranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UVNR (+2,74%), PT Indofarma Tbk/INAF (+2,05%), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (+1,25%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,36%).
Sentimen positif bagi bursa saham dalam negeri datang dari rilis neraca perdagangan periode Maret 2018 yang secara mengejutkan mencatatkan surplus senilai US$ 1,09 miliar. Sepanjang bulan lalu, ekspor tercatat tumbuh sebesar 6,14% YoY, lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni pertumbuhan sebesar 0,8% YoY.
Sementara itu, impor tercatat hanya tumbuh sebesar 9,07% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pelaku pasar yang sebesar 11,6% YoY. Surplus pada bulan Maret lantas mengakhiri rentetan defisit yang sudah terjadi sepanjang 3 bulan sebelumnya (Desember 2017-Februari 2018).
Memang, dalam kondisi rupiah yang masih berada dalam tekanan seperti saat ini, surplus neraca perdagangan sudah menjadi kejutan yang dinantikan oleh investor. Pasalnya, surplus neraca perdagangan dapat mengurangi tekanan terhadap rupiah akibat adanya aliran devisa yang masuk ke dalam negeri.
Selain itu, kenaikan peringkat surat utang Indonesia oleh Moody's Investors Service (Moody's) juga memberi suntikan tenaga bagi IHSG. Pada hari Jumat lalu (13/4/2018), Moody's menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia sebanyak 1 tingkat ke level Baa2, dari yang sebelumnya Baa3. Kebijakan moneter dan fiskal Indonesia dinilai mampu mempertahankan kestabilan makroekonomi dan membangun penyangga di sektor keuangan yang kuat.
Mengutip keterangan tertulisnya, Moody's memandang hal-hal tersebut membuat Indonesia semakin kuat menghadapi guncangan. Usaha pemerintah dalam mempertahankan batas defisit anggaran di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga membantu perekonomian negara tetap stabil.
"Defisit rendah yang berkelanjutan membuat beban utang rendah. Ketika digabungkan dengan tenor pendanaan yang panjang, maka bisa mengurangi risiko keuangan," tulis Moody's.
Moody's memproyeksikan utang pemerintah Indonesia akan tetap di kisaran 30% terhadap PDB selama beberapa tahun mendatang. Jumlah tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan median dari negara-negara dengan status layak investasi yang sebesar 39% PDB, serta median dari negara dengan peringkat Baa yaitu 46,2% PDB.
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Indeks Shanghai turun 1,5%, indeks Hang Seng turun 1,47%, indeks Strait Times turun 0,34%, dan indeks Kospi turun 0,04%.
Secara sektoral, penguatan IHSG paling banyak disumbang oleh sektor barang konsumsi yang naik hingga 1,07% dan memberikan sumbangan sebesar 13,9 poin dari kenaikan IHSG yang sebesar 28,4 poin. Saham-saham sektor barang konsumsi yang mencatatkan kenaikan dinataranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UVNR (+2,74%), PT Indofarma Tbk/INAF (+2,05%), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (+1,25%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,36%).
Sementara itu, impor tercatat hanya tumbuh sebesar 9,07% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pelaku pasar yang sebesar 11,6% YoY. Surplus pada bulan Maret lantas mengakhiri rentetan defisit yang sudah terjadi sepanjang 3 bulan sebelumnya (Desember 2017-Februari 2018).
Memang, dalam kondisi rupiah yang masih berada dalam tekanan seperti saat ini, surplus neraca perdagangan sudah menjadi kejutan yang dinantikan oleh investor. Pasalnya, surplus neraca perdagangan dapat mengurangi tekanan terhadap rupiah akibat adanya aliran devisa yang masuk ke dalam negeri.
Selain itu, kenaikan peringkat surat utang Indonesia oleh Moody's Investors Service (Moody's) juga memberi suntikan tenaga bagi IHSG. Pada hari Jumat lalu (13/4/2018), Moody's menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia sebanyak 1 tingkat ke level Baa2, dari yang sebelumnya Baa3. Kebijakan moneter dan fiskal Indonesia dinilai mampu mempertahankan kestabilan makroekonomi dan membangun penyangga di sektor keuangan yang kuat.
Mengutip keterangan tertulisnya, Moody's memandang hal-hal tersebut membuat Indonesia semakin kuat menghadapi guncangan. Usaha pemerintah dalam mempertahankan batas defisit anggaran di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga membantu perekonomian negara tetap stabil.
"Defisit rendah yang berkelanjutan membuat beban utang rendah. Ketika digabungkan dengan tenor pendanaan yang panjang, maka bisa mengurangi risiko keuangan," tulis Moody's.
Moody's memproyeksikan utang pemerintah Indonesia akan tetap di kisaran 30% terhadap PDB selama beberapa tahun mendatang. Jumlah tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan median dari negara-negara dengan status layak investasi yang sebesar 39% PDB, serta median dari negara dengan peringkat Baa yaitu 46,2% PDB.
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular