
Ini Alasan Moody's Naikkan Peringkat Utang RI
Esther Christine Natalia, CNBC Indonesia
13 April 2018 10:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service (Moody's) menaikkan peringkat atau rating surat utang Indonesia dari Baa3 ke Baa2 dengan outlook stabil. Kebijakan moneter dan fiskal Indonesia dinilai mampu mempertahankan kestabilan makroekonomi dan membangun penyangga di sektor keuangan yang kuat.
Mengutip keterangan tertulis yang dirilis Jumat (13/4/2018), Moody's memandang hal-hal tersebut membuat Indonesia semakin kuat menghadapi guncangan. Usaha pemerintah dalam mempertahankan batas defisit anggaran di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga membantu perekonomian negara tetap stabil.
"Defisit rendah yang berkelanjutan membuat beban utang rendah. Ketika digabungkan dengan tenor pendanaan yang panjang, maka bisa mengurangi risiko keuangan," tulis Moody's.
Moody's memproyeksikan utang pemerintah Indonesia akan tetap di kisaran 30% PDB selama beberapa tahun mendatang. Jumlah tersebut berada di bawah nilai tengah negara-negara dengan status layak investasi (investment grade) yang sebesar 39% PDB, serta nilai tengah peringkat Baa yaitu 46,2%.
Namun, Moody's memandang risiko liabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cenderung akan naik sebagai dampak dari meningkatnya proyek-proyek infrastruktur. Meski begitu, hal tersebut tidak akan memberi risiko signifikan terhadap ketahanan fiskal Indonesia.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) dinilai telah memprioritaskan kestabilan makroekonomi ketimbang pertumbuhan jangka pendek. Target inflasi juga terpenuhi selama tiga tahun berturut-turut karena reformasi subsidi di tahun 2014.
"Berbagai faktor, termasuk pendekatan bank sentral yang lebih fleksibel terhadap intervensi mata uang sejak periode taper trantum, serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara BI, pemerintah pusat dan daerah mempertahankan inflasi stabil di level rendah.
"Bank sentral juga menunjukkan keinginan kuat untuk instrumen makroprudensial dalam merespons guncangan, sehingga menurunkan risiko inflasi yang tinggi dan berlanjut," papar Moody's.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor yang membaik pada 2017 berkontribusi dalam mengurangi defisit transaksi berjalan. Moody's menilai peningkatan ekspor tersebut didorong oleh permintaan global yang menguat, harga komoditas yang naik, perbaikan struktural, serta beberapa diversifikasi ekspor dari sektor komoditas ke sektor manufaktur. Untuk tahun ini, Moody's memperkirakan defisit transaksi berjalan di angka 1,8% PDB.
Defisit transaksi berjalan yang rendah dan laju investasi yang kencang meningkatkan cadangan devisa Indonesia. External Vulnerability Indicator untuk Indonesia berada di posisi 51,3% pada 2018. Hal tersebut mengindikasikan penyangga yang cukup dan kerentanan eksternal yang terbatas.
"Kebijakan kredibel yang fokus pada kebijakan makroekonomi dan ditopang oleh penyangga keuangan yang besar mengurangi risiko depresiasi mata uang yang tajam dan berkelanjutan," jelas Moody's.
Mengutip keterangan tertulis yang dirilis Jumat (13/4/2018), Moody's memandang hal-hal tersebut membuat Indonesia semakin kuat menghadapi guncangan. Usaha pemerintah dalam mempertahankan batas defisit anggaran di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga membantu perekonomian negara tetap stabil.
"Defisit rendah yang berkelanjutan membuat beban utang rendah. Ketika digabungkan dengan tenor pendanaan yang panjang, maka bisa mengurangi risiko keuangan," tulis Moody's.
Namun, Moody's memandang risiko liabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cenderung akan naik sebagai dampak dari meningkatnya proyek-proyek infrastruktur. Meski begitu, hal tersebut tidak akan memberi risiko signifikan terhadap ketahanan fiskal Indonesia.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) dinilai telah memprioritaskan kestabilan makroekonomi ketimbang pertumbuhan jangka pendek. Target inflasi juga terpenuhi selama tiga tahun berturut-turut karena reformasi subsidi di tahun 2014.
"Berbagai faktor, termasuk pendekatan bank sentral yang lebih fleksibel terhadap intervensi mata uang sejak periode taper trantum, serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara BI, pemerintah pusat dan daerah mempertahankan inflasi stabil di level rendah.
"Bank sentral juga menunjukkan keinginan kuat untuk instrumen makroprudensial dalam merespons guncangan, sehingga menurunkan risiko inflasi yang tinggi dan berlanjut," papar Moody's.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor yang membaik pada 2017 berkontribusi dalam mengurangi defisit transaksi berjalan. Moody's menilai peningkatan ekspor tersebut didorong oleh permintaan global yang menguat, harga komoditas yang naik, perbaikan struktural, serta beberapa diversifikasi ekspor dari sektor komoditas ke sektor manufaktur. Untuk tahun ini, Moody's memperkirakan defisit transaksi berjalan di angka 1,8% PDB.
Defisit transaksi berjalan yang rendah dan laju investasi yang kencang meningkatkan cadangan devisa Indonesia. External Vulnerability Indicator untuk Indonesia berada di posisi 51,3% pada 2018. Hal tersebut mengindikasikan penyangga yang cukup dan kerentanan eksternal yang terbatas.
"Kebijakan kredibel yang fokus pada kebijakan makroekonomi dan ditopang oleh penyangga keuangan yang besar mengurangi risiko depresiasi mata uang yang tajam dan berkelanjutan," jelas Moody's.
Next Page
Moody's Tetap Beri Catatan
Pages
Most Popular