
IHSG Menguat Ditopang Akumulasi Beli Saham Bank BUKU IV
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
11 April 2018 09:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pagi ini dibuka menguat 0,73% ke level 6.372,10, sejalan dengan bursa saham Asia lainnya. Investor mulai percaya diri untuk melakukan akumulasi beli setelah ketegangan perang dagang mereda.
Penguatan IHSG ditopang penguatan saham-saham perbankan seperti, BBRI yang naik 1,96%, saham BMRI naik 1,59% dan saham BBCA naik 0,97%. Selain itu, saham TLKM juga tercatat menguat 0,52%.
Investor tampak lebih optimistis setelah menyaksikan bursa-bursa utama Asia Pasific dibuka pada zona positif.
Indeks acuan Nikkei 225 naik 0,1% atau 22,06 poin menjadi 21.816,38. Indeks ASX 200 di Australia diperdagangkan menguat tipis 0,05% ke 5.862,5 sementara Kospi di Korea Selatan juga naik 0,11% menjadi 2.453,36 di sesi awal perdagangan pagi ini.
Menyusul kemudian indeks Strait Times di Singapura dibuka menguat 0,34% ke level 3.478,03 poin. Indeks Hang Seng naik 0,11% ke 30.761,23 dan Shanghai Composite Index naik 0,22% ke 3.197,37.
Dini hari tadi, Wall Street ikut menguat signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,79%, S&P 500 menguat 1,67%, dan Nasdaq bertambah 2,07%.
Kekhawatiran terhadap perang dagang sudah mulai terhapus dari benak investor. Sampai ada perkembangan baru, sepertinya isu ini tidak lagi membebani pasar.
Untuk perdagangan hari ini, positifnya kinerja Wall Street bisa menjadi angin segar bagi bursa Asia, termasuk Indonesia. Diharapkan optimisme investor di bursa New York dapat menular ke pasar saham Benua Kuning.
Meredanya sentimen perang dagang juga bisa membantu IHSG untuk tetap di jalur hijau. Setidaknya untuk saat ini satu kecemasan besar telah berkurang, sebelum muncul perkembangan baru. Mumpung situasi sedang tenang, investor bisa memanfaatkannya untuk berbelanja aset.
Harga minyak sepertinya juga masih suportif buat IHSG. Baik light sweet maupun brent sama-sama naik lebih dari 3%. Jika kenaikan ini bertahan sepanjang hari, maka akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham migas dan pertambangan.
Sentimen perang dagang yang mereda membuat harga minyak meroket. Perkembangan konflik Suriah juga menjadi faktor psikologis yang mendorong kenaikan harga minyak.
Presiden AS Donald Trump menjanjikan balasan keras atas serangan senjata kimia kepada warga sipil yang disebut-sebut dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad. Perkembangan ini bisa mendorong AS keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran, yang merupakan pendukung pemerintahan al-Assad. Artinya, sanksi terhadap Iran bisa kembali diterapkan sehingga memukul industri minyak di Negeri Persia.
Dolar AS yang cenderung melemah juga bisa mendukung kenaikan IHSG. Dengan risiko perang dagang yang memudar, investor pun memasang mode risk on dan meninggalkan dolar AS untuk sementara. Akibatnya, greenback pun melemah terhadap mata uang dunia termasuk rupiah.
Penguatan rupiah akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi menarik. Investor, terutama Asing, bisa kembali menjadikan investasi di aset-aset rupiah sebagai pilihan.
Meski demikian, ada pula sejumlah risiko yang perlu dicermati oleh investor. Pertama, penguatan IHSG yang cukup signifikan dalam dua hari terakhir bisa mengundang minat investor untuk melakukan ambil untung.
Apalagi valuasi IHSG tergolong masih mahal di antara bursa saham kawasan. Saat ini Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG ada di 17,84 kali. Lebih tinggi ketimbang Straits Times (11.49 kali), KLCI (16,77 kali), SETi (16,67 kali), Nikkei 225 (15,72 kali), Hang Seng (12,6 kali), SSEC (14,16 kali), sampai Kospi (12,1%).
Kedua, adalah langkah pemerintah yang seakan meninggalkan reformasi subsidi energi. Pemerintah berencana merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual eceran BBM.
Nantinya, pasokan bensin jenis premium wajib dijaga tetap memadai di seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya di luar Jawa, Madura, dan Bali. Selain itu, setiap kenaikan harga bensin non subsidi harus mendapat restu pemerintah.
Padahal, reformasi subsidi energi merupakan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Lembaga pemeringkat (rating agency) juga kerap menyoroti isu ini.
Moody's dikabarkan akan merilis penilaian (assessment) untuk Indonesia pada pekan ketiga atau keempat bulan ini. Jika Moody's menanggapi negatif isu reformasi subsidi, maka kenaikan peringkat utang Indonesia bisa tertunda. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi pasar keuangan domestik.
(hps/hps) Next Article IHSG Ikut Terseret Pelemahan Bursa Utama Asia
Penguatan IHSG ditopang penguatan saham-saham perbankan seperti, BBRI yang naik 1,96%, saham BMRI naik 1,59% dan saham BBCA naik 0,97%. Selain itu, saham TLKM juga tercatat menguat 0,52%.
Investor tampak lebih optimistis setelah menyaksikan bursa-bursa utama Asia Pasific dibuka pada zona positif.
Menyusul kemudian indeks Strait Times di Singapura dibuka menguat 0,34% ke level 3.478,03 poin. Indeks Hang Seng naik 0,11% ke 30.761,23 dan Shanghai Composite Index naik 0,22% ke 3.197,37.
Dini hari tadi, Wall Street ikut menguat signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,79%, S&P 500 menguat 1,67%, dan Nasdaq bertambah 2,07%.
Kekhawatiran terhadap perang dagang sudah mulai terhapus dari benak investor. Sampai ada perkembangan baru, sepertinya isu ini tidak lagi membebani pasar.
Untuk perdagangan hari ini, positifnya kinerja Wall Street bisa menjadi angin segar bagi bursa Asia, termasuk Indonesia. Diharapkan optimisme investor di bursa New York dapat menular ke pasar saham Benua Kuning.
Meredanya sentimen perang dagang juga bisa membantu IHSG untuk tetap di jalur hijau. Setidaknya untuk saat ini satu kecemasan besar telah berkurang, sebelum muncul perkembangan baru. Mumpung situasi sedang tenang, investor bisa memanfaatkannya untuk berbelanja aset.
Harga minyak sepertinya juga masih suportif buat IHSG. Baik light sweet maupun brent sama-sama naik lebih dari 3%. Jika kenaikan ini bertahan sepanjang hari, maka akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham migas dan pertambangan.
Sentimen perang dagang yang mereda membuat harga minyak meroket. Perkembangan konflik Suriah juga menjadi faktor psikologis yang mendorong kenaikan harga minyak.
Presiden AS Donald Trump menjanjikan balasan keras atas serangan senjata kimia kepada warga sipil yang disebut-sebut dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad. Perkembangan ini bisa mendorong AS keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran, yang merupakan pendukung pemerintahan al-Assad. Artinya, sanksi terhadap Iran bisa kembali diterapkan sehingga memukul industri minyak di Negeri Persia.
Dolar AS yang cenderung melemah juga bisa mendukung kenaikan IHSG. Dengan risiko perang dagang yang memudar, investor pun memasang mode risk on dan meninggalkan dolar AS untuk sementara. Akibatnya, greenback pun melemah terhadap mata uang dunia termasuk rupiah.
Penguatan rupiah akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi menarik. Investor, terutama Asing, bisa kembali menjadikan investasi di aset-aset rupiah sebagai pilihan.
Meski demikian, ada pula sejumlah risiko yang perlu dicermati oleh investor. Pertama, penguatan IHSG yang cukup signifikan dalam dua hari terakhir bisa mengundang minat investor untuk melakukan ambil untung.
Apalagi valuasi IHSG tergolong masih mahal di antara bursa saham kawasan. Saat ini Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG ada di 17,84 kali. Lebih tinggi ketimbang Straits Times (11.49 kali), KLCI (16,77 kali), SETi (16,67 kali), Nikkei 225 (15,72 kali), Hang Seng (12,6 kali), SSEC (14,16 kali), sampai Kospi (12,1%).
Kedua, adalah langkah pemerintah yang seakan meninggalkan reformasi subsidi energi. Pemerintah berencana merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual eceran BBM.
Nantinya, pasokan bensin jenis premium wajib dijaga tetap memadai di seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya di luar Jawa, Madura, dan Bali. Selain itu, setiap kenaikan harga bensin non subsidi harus mendapat restu pemerintah.
Padahal, reformasi subsidi energi merupakan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Lembaga pemeringkat (rating agency) juga kerap menyoroti isu ini.
Moody's dikabarkan akan merilis penilaian (assessment) untuk Indonesia pada pekan ketiga atau keempat bulan ini. Jika Moody's menanggapi negatif isu reformasi subsidi, maka kenaikan peringkat utang Indonesia bisa tertunda. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi pasar keuangan domestik.
(hps/hps) Next Article IHSG Ikut Terseret Pelemahan Bursa Utama Asia
Most Popular