
Permintaan Kredit Harus Naik Agar Suku Bunga Bisa Turun
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
28 March 2018 14:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan suku bunga kredit akan sulit dilakukan meski Bank Indonesia sebelumnya sudah menurunkan suku bunga acuan. Hal yang paling tepat untuk menurunkan suku bunga kredit adalah dengan meningkatkan permintaan kredit.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan pasca penurunan suku bunga acuan dalam dua tahun terakhir sebesar 200 bps, suku bunga simpanan mulai mengikuti penurunan tersebut dengan besaran sampai 205 bps.
Namun demikian, penurunan suku bunga kredit baru mencapai 150 bps. "Bank masih belum mau menurunkan suku bunga kredit," ujar dia dalam acara Peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia di Gedung BI, Rabu (28/3/2018).
Padahal dari sisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah melakukan kajian agar bank bisa menurunkan suku bunga kredit dengan upaya efisiensi. Hal ini supaya bank mau menyesuaikan tingkat bunga pinjamannya.
Akan tetapi, sampai saat ini penurunan suku bunga kredit belum signifikan. Oleh karena itu, menurut Agus perlu hal lain untuk mendorong hal tersebut, yakni melalui peningkatan permintaan kredit.
"Kalau permintaan kredit naik, maka akan membuat nank melakukan penyesuaian bunga dan transmisi bunga bisa lebih efektif," kata dia.
Sejauh ini, BI sudah mengeluarkan kebijakan untuk bisa mendorong ekspansi kredit tersebut. Dari tataran makro prudensial, BI berencana mengeluarkan kebijakan Rasio Intermediasi Makro Prudensial (RIMP), penyangga likuiditas makro prudensial dan rasio LTV.
Stance Kebijakan
Melihat penurunan suku bunga kredit yang belum sejalan dengan penurunan suku bunga acuan, dalam beberapa bulan terakhir, BI masih mempertahankan stance kebijakan BI 7 day reverse repo rate di level 4,25%.
Ke depan, stance kebijakan ini akan sangat tergantung dari sisi global dan ekonomi domestik. Agus menjelaskan, sampai saat ini, The Fed sudah menurunkan suku bunga acuan sampai enam kali. Bahkan pada 2019, akan ada potensi peningkatan sampai dua kali.
Namun BI sejak 2015 sampai 2017 masih sempat menurunkan suku bunga acuan hingga mencapai 4,25% saat ini. "Maret lalu kami juga melihat belum perlu untuk mengubah stance kebijakan," kata dia.
Menurut dia, BI masih menahan kebijakan sejalan denhan stabilitas dan pemulihan ekonomi Indonesia. "BI akan terus melihat perkembangan ekonomi domestik dan dunia dan akan merespon data pada pertemuan gubernur April dan Mei," jelas dia.
Hal lain yang juga dilihat adalah tingkat inflasi yang pada 2017 berada di level 3,6%. Tingkat inflasi ini diperkirakan akan berjalan sesuai target di kisaran plus minus 3,5% sampai akhir 2018.
Ke depan, stance kebijakan bunga acuan masih akan netral. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tetap baik di tengah dinamika global berupa suku bunga acuan The Fed yang meningkat.
(dru) Next Article Bakal Jadi Komut BNI, Ini Sepak Terjang Agus Martowardojo
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan pasca penurunan suku bunga acuan dalam dua tahun terakhir sebesar 200 bps, suku bunga simpanan mulai mengikuti penurunan tersebut dengan besaran sampai 205 bps.
Namun demikian, penurunan suku bunga kredit baru mencapai 150 bps. "Bank masih belum mau menurunkan suku bunga kredit," ujar dia dalam acara Peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia di Gedung BI, Rabu (28/3/2018).
Akan tetapi, sampai saat ini penurunan suku bunga kredit belum signifikan. Oleh karena itu, menurut Agus perlu hal lain untuk mendorong hal tersebut, yakni melalui peningkatan permintaan kredit.
"Kalau permintaan kredit naik, maka akan membuat nank melakukan penyesuaian bunga dan transmisi bunga bisa lebih efektif," kata dia.
Sejauh ini, BI sudah mengeluarkan kebijakan untuk bisa mendorong ekspansi kredit tersebut. Dari tataran makro prudensial, BI berencana mengeluarkan kebijakan Rasio Intermediasi Makro Prudensial (RIMP), penyangga likuiditas makro prudensial dan rasio LTV.
Stance Kebijakan
Melihat penurunan suku bunga kredit yang belum sejalan dengan penurunan suku bunga acuan, dalam beberapa bulan terakhir, BI masih mempertahankan stance kebijakan BI 7 day reverse repo rate di level 4,25%.
Ke depan, stance kebijakan ini akan sangat tergantung dari sisi global dan ekonomi domestik. Agus menjelaskan, sampai saat ini, The Fed sudah menurunkan suku bunga acuan sampai enam kali. Bahkan pada 2019, akan ada potensi peningkatan sampai dua kali.
Namun BI sejak 2015 sampai 2017 masih sempat menurunkan suku bunga acuan hingga mencapai 4,25% saat ini. "Maret lalu kami juga melihat belum perlu untuk mengubah stance kebijakan," kata dia.
Menurut dia, BI masih menahan kebijakan sejalan denhan stabilitas dan pemulihan ekonomi Indonesia. "BI akan terus melihat perkembangan ekonomi domestik dan dunia dan akan merespon data pada pertemuan gubernur April dan Mei," jelas dia.
Hal lain yang juga dilihat adalah tingkat inflasi yang pada 2017 berada di level 3,6%. Tingkat inflasi ini diperkirakan akan berjalan sesuai target di kisaran plus minus 3,5% sampai akhir 2018.
Ke depan, stance kebijakan bunga acuan masih akan netral. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tetap baik di tengah dinamika global berupa suku bunga acuan The Fed yang meningkat.
(dru) Next Article Bakal Jadi Komut BNI, Ini Sepak Terjang Agus Martowardojo
Most Popular