Empat Sentimen Ini Bisa Dongkrak Harga Minyak Ke US$70/Barel

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
27 March 2018 14:29
Salah satu sentimen yang membuat harga minyak naik karena ada keinginan Saudi Arabia untuk memperpanjang pembatasan produksi minyak hingga 2019.
Foto: REUTERS/Andrew Cullen
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis light sweet berpeluang menguat hingga US$ 70/barel pada pertengahan tahun ini. Hingga saat ini harga minyak  kontrak pengiriman Mei 2018 naik 0,24% ke US$65,71/barel.

Melansir CNBC International, setidaknya ada empat sentimen yang mampu mendorong penguatan harga sang emas hitam. Pertama, organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) akan melanjutkan koordinasinya dengan Rusia dan negara produsen minyak non-OPEC lainnya untuk membatasi pasokan minyak global pada tahun 2019.

Sebelumnya, OPEC (dipimpin secara de facto oleh Saudi Arabia) dan negara produsen minyak non-OPEC (dipimpin Rusia), sepakat untuk memotong 1,8 juta barel per hari (bph) produksi minyak global hingga akhir tahun ini. Keinginan Saudi Arabia untuk memperpanjang kesepakatan tersebut hingga 2019 tersebut nampaknya diyakini akan menjadi katalis bagi harga minyak.

Kedua, produksi minyak Venezuela yang turun secara drastis akibat krisis ekonomi dan politik yang terjadi di negara tersebut. Produksi minyak Venezuela telah turun menjadi 1,54 juta barel per hari pada Februari 2018, anjlok dari 2,2 juta barel per hari pada dua tahun yang lalu.

Dengan level saat ini, produksi minyak sudah turun setengahnya dari saat Hugo Chavez menjadi presiden Venezuela di tahun 1999. Hal yang membuat kondisi ini semakin pelik, produksi minyak Venezuela bahkan diprediksikan akan turun semakin parah pada bulan Maret ini.

Ketiga, perubahan administrasi di pemerintahan AS, memberikan sentimen bahwa Amerika Serikat (AS) akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Seperti diketahui, John Bolton akan segera bergabung dengan Mike Pompeo di dalam rezim baru Donald Trump. Bolton diangkat sebagai penasihat keamanan nasional, dan Pompeo didapuk sebagai Menteri Luar Negeri baru menggantikan Rex Tillerson.

Seperti diketahui, baik Bolton dan Pompeo, sama-sama menganut pendekatan keras terkait kebijakan luar negeri, dan sangat mungkin merekomendasikan AS untuk kembali menerapkan sanksi bagi Iran. Alhasil, sikap tersebut berpotensi besar membatasi ekspor minyak mentah dan produk minyak Iran ke pasar global.

Keempat, peningkatan permintaan minyak secara musiman akan mengimbangi melimpahnya produksi minyak mentah AS. Produksi minyak mentah AS memang terus mencatatkan rekor baru, dimana pada saat ini level produksi sudah mencapai 10,4 juta barel. Namun demikian, akselerasi produksi minyak AS yang sedikit terlalu cepat tersebut diyakini akan diimbangi dengan peningkatan permintaan domestik secara musiman pada beberapa bulan ke depan.
Foto: CNBC Indonesia

Tidak hanya dari dalam negeri AS, permintaan minyak global juga dieskpektasikan terus meningkat. Hal ini tercermin dari data ekspor AS yang menunjukkan tren penguatan. Pada sepekan hingga 16 Maret 2018, ekspor minyak mentah AS tercatat sebesar 1,573 juta barel per hari, atau meningkat 86.000 barel per hari dari pekan sebelumnya.

Adanya peningkatan permintaan minyak secara musiman juga diamini oleh perusahaan investasi global Morgan Stanley, yang memprediksi harga minyak jenis brent akan mencapai US$ 75/ barel pada kuartal ketiga tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(roy/roy) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular