
Saham BBRI, BMRI dan BBNI Anjlok, IHSG Terkoreksi 0,93%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 March 2018 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini ditutup melemah 0,93% ke level 6.254,07 poin. Sentimen positif dari hasil pertemuan the Federal Reserve hanya mampu membawa IHSG menguat sampai dengan akhir sesi I.
IHSG sempat berhasil mencapai titik tertingginya di level Rp 6.351,31 poin hari ini. Pelaku pasar nampak cukup optimis untuk berbelanja di pasar saham dalam negeri, lantaran the Federal Reserve memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini hanya sebanyak 3 kali, sama seperti yang direncanakan pada akhir Desember lalu. Memasuki sesi 2, IHSG berangsur-angsur turun.
Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham regional yang ditutup di zona merah: indeks Shanghai turun 0,52%, indeks Hang Seng turun 1,09%, dan indeks Strait Times turun 0,56%.
Hasil pertemuan The Fed memang lebih banyak membawa kabar buruk bagi pasar modal. Pertama, Walaupun pada pertemuan bulan ini kenaikan suku bunga acuan tahun 2018 diproyeksikan masih akan sebanyak 3 kali, sebenarnya potensi kenaikan sebanyak empat kali sudah benar-benar di depan mata.
Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan dot plot dari pertemuan the Fed bulan Desember lalu dengan dot plot terkini. Pada dot plot versi terbaru, terlihat tak ada lagi anggota FOMC (Federal Open Market Committee) yang memproyeksikan tingkat suku bunga di kisaran rendah yaitu 1,125%-1,375%. Titik-titik proyeksi anggota FOMC pun bergeser ke atas.
Jika dihitung mediannya masih sebesar 2,125%, sama dengan median pada dot plot akhir 2017 yang berarti kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali. Masalahnya, kini jika ada satu saja anggota FOMC yang menaikkan proyeksi tingkat suku bunganya, maka median akan bergeser menjadi 2,375% yang berarti kenaikan sebanyak 4 kali.
Hal ini sangat mungkin ditemui pada pertemuan-pertemuan berikutnya, terutama jika data ekonomi negeri paman sam mendukung.
Kedua, pengetatan pada tahun 2019 dan 2020 diproyeksikan akan bertambah setidaknya 1 kali dari yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hal ini lagi-lagi ditunjukkan oleh median dari dot plot untuk masing-masing periode yang menunjukkan kenaikan.
Kini, kenaikan suku bunga acuan tahun 2019 diproyeksikan menjadi 3 kali (dari yang sebelumnya 2 kali), serta kenaikan suku bunga tahun 2020 diproyeksi sebesar 2 kali (dari yang sebelumnya 1 kali).
Terakhir, pelaku pasar dibuat bingung oleh proyeksi dan pernyataan the Fed yang tak sejalan. Dalam proyeksi ekonominya, the Fed menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 2,7%, dari yang sebelumnya 2,5%. Untuk tahun depan, angkanya dinaikkan 0,3% menjadi 2,4%, dari yang sebelumnya 2,1%.
Masalahnya, pernyataan yang dirilis the Fed seolah menentang proyeksi yang mereka buat sendiri. Dalam pernyataan resminya, the Fed mengatakan bahwa aktivitas ekonomi tumbuh pada level yang moderat sejak pertemuannya pada Januari lalu. Padahal, pada pertemuan bulan Januari, aktivitas ekonomi dinyatakan tumbuh dalam tingkat yang solid.
Jika the Fed melihat aktivitas ekonomi tumbuh dalam ritme yang biasa saja (moderat), lantas mengapa proyeksi pertumbuhan ekonomi dinaikkan secara signifikan?
Dari dalam negeri, koreksi IHSG dipicu oleh aksi jual pada saham-saham.bank BUKU IV: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 3,67%, PT Bank mandiri Tbk (BMRI) turun 2,44%, dan PT Bank negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 4,04%. Ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini.
Pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham dari sektor yang berkapitalisasi pasar besar seperti jasa keuangan. Apalagi, sektor ini masih membukukan imbal hasil positif sepanjang tahun ini (+3,19% sampai dengan perdangan kemarin, 21/3/2018).
Selain itu, saham PT Jasa Marga Tbk/JSMR (-4%) ikut menjadi saham yang berkontribusi besar bagi anjloknya bursa saham domestik. Pelemahan saham JSMR dipicu oleh permintaan Presiden Joko Widodo supaya tarif tol diturunkan karena dinilai sudah terlalu mahal. Hal ini lantas dikhawatirkan dapat menekan kinerja keuangan JSMR sebagai operator jalan tol terbesar di Indonesia.
Sisi positifnya, investor asing melakukan aksi beli senilai Rp 128,86 miliar. Namun, hal ini tak sepenuhnya menggembirakan, mengingat nilainya sempat mencapai Rp 892,47 miliar pada sesi 1. Artinya, sepanjang sesi 2 investor asing banyak melepas kepemilikannya atas saham-saham dalam negeri. Ketidakpastian yang datang dari pertemuan the Fed lagi-lagi menjadi pemicunya.
Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing pada perdagangan hari ini adalah: PT Graha Layar Prima Tbk/BLTZ (Rp 968,67 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 65,77 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 60,86 miliar), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (Rp 50 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 45,92 miliar).
(hps) Next Article Akhir Pekan yang Indah Bagi IHSG dengan Penguatan
IHSG sempat berhasil mencapai titik tertingginya di level Rp 6.351,31 poin hari ini. Pelaku pasar nampak cukup optimis untuk berbelanja di pasar saham dalam negeri, lantaran the Federal Reserve memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini hanya sebanyak 3 kali, sama seperti yang direncanakan pada akhir Desember lalu. Memasuki sesi 2, IHSG berangsur-angsur turun.
Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham regional yang ditutup di zona merah: indeks Shanghai turun 0,52%, indeks Hang Seng turun 1,09%, dan indeks Strait Times turun 0,56%.
Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan dot plot dari pertemuan the Fed bulan Desember lalu dengan dot plot terkini. Pada dot plot versi terbaru, terlihat tak ada lagi anggota FOMC (Federal Open Market Committee) yang memproyeksikan tingkat suku bunga di kisaran rendah yaitu 1,125%-1,375%. Titik-titik proyeksi anggota FOMC pun bergeser ke atas.
Jika dihitung mediannya masih sebesar 2,125%, sama dengan median pada dot plot akhir 2017 yang berarti kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali. Masalahnya, kini jika ada satu saja anggota FOMC yang menaikkan proyeksi tingkat suku bunganya, maka median akan bergeser menjadi 2,375% yang berarti kenaikan sebanyak 4 kali.
Hal ini sangat mungkin ditemui pada pertemuan-pertemuan berikutnya, terutama jika data ekonomi negeri paman sam mendukung.
Kedua, pengetatan pada tahun 2019 dan 2020 diproyeksikan akan bertambah setidaknya 1 kali dari yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hal ini lagi-lagi ditunjukkan oleh median dari dot plot untuk masing-masing periode yang menunjukkan kenaikan.
Kini, kenaikan suku bunga acuan tahun 2019 diproyeksikan menjadi 3 kali (dari yang sebelumnya 2 kali), serta kenaikan suku bunga tahun 2020 diproyeksi sebesar 2 kali (dari yang sebelumnya 1 kali).
Terakhir, pelaku pasar dibuat bingung oleh proyeksi dan pernyataan the Fed yang tak sejalan. Dalam proyeksi ekonominya, the Fed menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 2,7%, dari yang sebelumnya 2,5%. Untuk tahun depan, angkanya dinaikkan 0,3% menjadi 2,4%, dari yang sebelumnya 2,1%.
Masalahnya, pernyataan yang dirilis the Fed seolah menentang proyeksi yang mereka buat sendiri. Dalam pernyataan resminya, the Fed mengatakan bahwa aktivitas ekonomi tumbuh pada level yang moderat sejak pertemuannya pada Januari lalu. Padahal, pada pertemuan bulan Januari, aktivitas ekonomi dinyatakan tumbuh dalam tingkat yang solid.
Jika the Fed melihat aktivitas ekonomi tumbuh dalam ritme yang biasa saja (moderat), lantas mengapa proyeksi pertumbuhan ekonomi dinaikkan secara signifikan?
Dari dalam negeri, koreksi IHSG dipicu oleh aksi jual pada saham-saham.bank BUKU IV: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 3,67%, PT Bank mandiri Tbk (BMRI) turun 2,44%, dan PT Bank negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 4,04%. Ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini.
Pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham dari sektor yang berkapitalisasi pasar besar seperti jasa keuangan. Apalagi, sektor ini masih membukukan imbal hasil positif sepanjang tahun ini (+3,19% sampai dengan perdangan kemarin, 21/3/2018).
Selain itu, saham PT Jasa Marga Tbk/JSMR (-4%) ikut menjadi saham yang berkontribusi besar bagi anjloknya bursa saham domestik. Pelemahan saham JSMR dipicu oleh permintaan Presiden Joko Widodo supaya tarif tol diturunkan karena dinilai sudah terlalu mahal. Hal ini lantas dikhawatirkan dapat menekan kinerja keuangan JSMR sebagai operator jalan tol terbesar di Indonesia.
Sisi positifnya, investor asing melakukan aksi beli senilai Rp 128,86 miliar. Namun, hal ini tak sepenuhnya menggembirakan, mengingat nilainya sempat mencapai Rp 892,47 miliar pada sesi 1. Artinya, sepanjang sesi 2 investor asing banyak melepas kepemilikannya atas saham-saham dalam negeri. Ketidakpastian yang datang dari pertemuan the Fed lagi-lagi menjadi pemicunya.
Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing pada perdagangan hari ini adalah: PT Graha Layar Prima Tbk/BLTZ (Rp 968,67 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 65,77 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 60,86 miliar), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (Rp 50 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 45,92 miliar).
(hps) Next Article Akhir Pekan yang Indah Bagi IHSG dengan Penguatan
Most Popular