Ini Resep Agar Rupiah Tak Lagi Tergantung Dana Asing

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 March 2018 12:09
Ini Resep Agar Rupiah Tak Lagi Tergantung Dana Asing
Foto: REUTERS/Beawiharta/
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung bergerak liar alias volatile. Salah satu penyebabnya adalah arus modal asing yang mudah keluar-masuk sementara pasokan devisa dari perdagangan masih minim.

Saat ini, volatilitas rupiah ada di 4,5%. Sementara dolar Singapura punya volatilitas 4,37% sementara baht Thailand volatilitasnya 4,25%. Mengutip Reuters, berikut gambaran volatilitas rupiah terhadap mata uang negara tetangga:

Mata Uang1 Minggu (%)1 Bulan (%)2 Bulan (%)3 Bulan (%)6 Bulan (%)9 Bulan (%)1 Tahun (%)
IDR4,555,45,676,46,97.26
SGD4,374,524,54,54,54,624,67
THB4,254,644,754,774,865,055

Penyebab volatilitas rupiah adalah tidak stabilnya arus modal masuk di sektor keuangan. Sikap investor yang masih risk on-risk off membuat arus modal mudah keluar masuk. 

Hal ini bisa terlihat di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Kepemilikan asing di obligasi negara cukup besar, yaitu 38,94%. Porsi ini cukup besar sehingga pergerakan mereka mempengaruhi pasar. 


Komposisi bank sentral dan pemerintah negara lain di pasar SBN sangat minim. Per 14 Maret 2018, kepemilikan SBN oleh bank sentral dan pemerintah negara lain hanya Rp 139,47 triliun atau hanya 6,57% dari total nilai SBN yang dapat diperdagangkan. 

Bank sentral dan pemerintah negara lain adalah satu-satunya investor yang bisa "dipegang". Mereka tidak akan mudah keluar-masuk pasar. Namun porsinya yang kecil membuat mereka tidak bisa menjadi katalis. 

Mayoritas investor asing di SBN adalah institusi keuangan, yang tujuannya mencari laba. Mereka akan mencari tempat yang paling menguntungkan, sehingga mudah untuk keluar-masuk pasar. 

Tahun ini, investor asing cenderung keluar dari pasar SBN. Sejak akhir 2017, kepemilikan asing di SBN hilang Rp 9,5 triliun. 

Reuters
Penurunan arus modal asing di SBN (ditambah jual bersih investor asing di pasar saham yang mencapai Rp 16,26 triliun year to date), menyebabkan rupiah bergerak volatile cenderung melemah. Sepanjang tahun ini, rupiah melemah 1,5% terhadap dolar AS. Sementara baht menguat 4,5% dan dolar Singapura terapresiasi 2,2%. 

Reuters
Rupiah memang tergantung dari aliran modal asing untuk menguat. Pasalnya, pasokan devisa dari sektor riil (perdagangan) masih seret. 


Pada tiga bulan terakhir, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Ekspor yang lebih rendah ketimbang ekspor artinya lebih banyak devisa yang keluar dibandingkan dengan yang masuk. 

BPS
Dibutuhkan upaya besar agar rupiah bisa lebih stabil dan tidak bergerak liar. Namun intinya adalah mengurangi ketergantungan terhadap dana asing di pasar modal untuk menopang pergerakan rupiah. 

Di sektor keuangan, peran investor domestik perlu diperbanyak agar ketergantungan terhadap dana asing bisa dikurangi. Tidak hanya investor individu, investor institusi domestik juga perlu didorong untuk masuk lebih banyak ke pasar modal. Indonesia mungkin bisa mencontoh Jepang, di mana investor institusi domestik begitu dominan. 

Japan Ministry of Finance
Selain itu, pendalaman pasar dengan menambah instrumen juga sangat penting. Saat ini instrumen yang tersedia di pasar relatif terbatas. Kalau tidak saham, obligasi, ya pasar uang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan instrumen-instrumen lain agar investor (terutama asing) tidak mudah keluar dari pasar modal Indonesia. 

Namun, pengembangan pasar dan pengayaan instrumen tetap harus dilakukan secara hati-hati. Ketika instrumen yang berkembang semakin rumit, maka semakin memicu investor untuk serakah dan akhirnya memunculkan gelembung (bubble) di pasar. Situasi ini bisa memicu krisis, seperti yang terjadi di AS pada 2007-2008. 

Sementara di sisi perdagangan, defisit harus dikurangi atau bahkan surplus harus dicapai. Untuk itu, dibutuhkan pengembangan industri berorientasi ekspor dan substitusi impor agar ekspor bisa ditingkatkan sementara impor dikurangi. Neraca perdagangan pun bisa diamankan. 

Pengembangan industri manufaktur orientasi ekspor dan substitusi impor membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah sudah merilis paket-paket kebijakan sampai 16 jilid, tetapi belum terlalu terasa manfaatnya. Setidaknya sampai 2017, pertumbuhan industri dan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah. 

BPS
Sektor perbankan juga bisa memberikan dukungan kepada pengembangan industri melalui penyaluran kredit. Masih ada ruang bagi perbankan menurunkan suku bunga dengan cara meningkatkan efisiensi. 

Kemudian, ketika impor meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang membaik, maka untuk mengimbanginya ekspor harus ditingkatkan. Ini bisa dilakukan dengan memperluas pasar ekspor. 

Sampai saat ini, ekspor hanya berpusat ke negara yang itu-itu saja seperti China, Jepang, AS, atau India. Perlu ada diversifikasi pasar ke negara-negara yang potensial. 

Negara-negara itu misalnya Korea Selatan atau Taiwan. Porsi kedua negara ini terhadap total ekspor non migas masing-masing hanya 3,95% dan 1,68%. Namun potensinya cukup menjanjikan karena ekspor non migas ke negara-negara itu tumbuh 8,65% dan 12,63%.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular