Terkoreksi Lagi, Imbal Hasil IHSG Sudah Minus 0,53%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 March 2018 17:14
Terkoreksi Lagi, Imbal Hasil IHSG Sudah Minus 0,53%
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - IHSG ditutup melemah 0,95% pada perdagangan hari ini (15/3/2018) ke level 6.321,9 poin. Hal tersebut lantas membawa IHSG mencatatkan imbal hasil negatif secara year-to-date (YTD) yaitu sebesar 0,53%.

Sembilan sektor saham berakhir di zona merah, dipimpin oleh sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang anjlok hingga 2,66%. Satu-satunya sektor yang berhasil menguat adalah agrikultur 0,22%.

Transaksi berlangsung moderat senilai Rp 8,46 triliun dengan volume transaksi sebanyak 12,4 miliar. Frekuensi perdagangan 368.990 kali. Sebanyak 119 saham mencatatkan kenaikan harga, 240 saham melemah, sementara 213 lainnya tidak mencatatkan perubahan harga.

Pelemahan IHSG terjadi ditengah mayoritas bursa saham regional yang ditutup naik: indeks Nikkei menguat 0,12%, indeks Shanghai menguat 0,01%, indeks Hang Seng menguat 0,34%, indeks Kospi menguat 0,25%, dan indeks SET (Thailand) menguat 0,16%.

Namun, penguatan bursa saham regional dibayangi oleh kembali munculnya potensi perang dagang, pasca Trump dikabarkan akan mengenakan bea masuk baru yang menyasar US$ 60 milia dari barang-barang impor dari China.

Barang-barang yang akan dikenakan bea masuk tersebut adalah yang terkait dengan sektor teknologi dan telekomunikasi, walaupun tidak terbatas pada dua sektor itu saja. Mengutip Reuters, seorang sumber mengungkapkan bahwa kebijakan ini dapat diumumkan dalam jangka waktu dekat.

Langkah ini diambil guna 'menghukum' pemerintahan China atas pencuriaan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh korporasi asal AS. Tak sampai di situ, pemerintahan Trump juga dikabarkan berniat membatasi investasi oleh perusahaan-perusahaan asal China di AS.

Dipilihnya Larry Kudlow sebagai penasihat ekonomi yang baru bagi Donald Trump lantas membuka pintu bagi kebijakan tersebut untuk benar-benar diambil. Pasalnya, dalam perbincangan dengan CNBC, Kudlow yang sempat menjadi anchor di sana mengatakan bahwa China akan mendapat perlakuan yang keras dari AS dalam hal perdagangan internasional. Dari dalam negeri, pelaku pasar nampak kecewa pasca ekspor dan impor tumbuh di bawah ekspektasi. Sepanjang bulan lalu, ekspor Indonesia tumbuh 11,76% YoY menjadi US$ 14,10 miliar, di bawah konsensus CNBC Indonesia yang memproyeksikan ekspor akan tumbuh sebesar 12,35% YoY. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 25,18% YoY menjadi US$ 14,21 miliar, juga di bawah konsensus yang sebesar 25,19% YoY. Indonesia lantas mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 111,8 juta, di mana ini merupakan defisit ketiga secara berturut-turut.

Dari sisi sektoral, anjloknya indeks saham infrastruktur, utilitas, dan transportasi merupakan hasil dari pelemahan saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang signifikan (-3,2%). Pelemahan tersebut lantas membuat TLKM sebagai saham dengan kontribusi terbesar kedua bagi pelemahan IHSG.

Aksi jual pada saham TLKM banyak dimotori oleh investor asing. Sampai dengan akhir perdagangan, investor asing diketahui melepas kepemilikannya pada saham TLKM sebesar Rp 289,9 miliar. Sebagai catatan, pada perdagangan kemarin TLKM menjadi saham nomor 5 yang paling banyak dilepas investor asing yaitu senilai Rp 57,69 miliar.

Rilis laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu hal yang mendasari aksi jual pada saham TLKM. Sepanjang 2017, laba bersih perusahaan diketahui tumbuh sebesar 14,4% menjadi Rp 22,15 triliun, dari Rp 19,35 triliun pada tahun 2016. Pendapatan perusahaan mengalami peningkatan sebesar 10,25% menjadi Rp 128,26 triliun, dari yang sebelumnya Rp 116,33 triliun pada akhir 2016.

Namun, pertumbuhan pendapatan dan laba bersih tahun lalu melandai dari capaian tahun 2016. Kala itu, pendapatan tumbuh sebesar 13,5%, sementara laba bersih meroket hingga 24,9%. Selain TLKM, saham-saham emiten pertambangan juga turut berkontribusi bagi pelemahan IHSG (indeks saham sektor pertambangan turun 1,37%). Saham-saham emiten tambang batu bara yang sempat menguat cukup signifikan pada sesi 1 justru ditutup terkoreksi: PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 2,11%, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 0,97%, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 1,52%.

Seperti yang CNBC Indonesia beritakan sebelumnya, penguatan saham-saham emiten batu bara memang perlu diwaspadai. Pasalnya, saat ini lebih banyak sentimen negatif yang mewarnai sektor tersebut. Dari sisi harga, pada perdagangan kemarin (14/3/2018) harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman bulan ini tercatat turun 0,3% ke level US$ 97,7/ton. Jika ditarik dari titik tertingginya tahun ini pada level US$ 109/ton yang disentuh akhir Januari silam, harga batu bara sudah terkoreksi sebesar 10,37%.

Kemudian, sepanjang tahun ini indeks saham sektor pertambangan telah membaik signifikan, salah satunya dipicu oleh kenaikan harga saham emiten batu bara. Secara YTD sampai dengan penutupan perdagangan kemarin, imbal hasil indeks saham sektor pertambangan telah mencapai 15,96%, tertinggi dibandingkan sembilan sektor lainnya. 

Akibatnya, aksi ambil untung menjadi rawan dilakukan kapan saja, seperti yang dibuktikan pada hari ini. Investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp 635,17 miliar, melebihi jual bersih kemarin yang senilai Rp 597,01 miliar.

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp289,9 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 153,01 miliar), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 75,86 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 41,52 miliar), dan PT Nusantara Infrastructure Tbk/META (Rp 38,5 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy) Next Article Tersengat Dampak Corona, IHSG Ambles Lebih 4%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular